HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Jejak Hijau Negeri, Menyulam Kembali Jati Diri Bangsa: Nasib Petani di Persimpangan Kebijakan

Laporan: Muhamad Nuraeni

OPINI | HARIAN7.COM – Indonesia, negeri yang dijuluki “zamrud khatulistiwa,” memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Namun, keberlimpahan sumber daya tidak serta-merta menjadikan negeri ini mandiri secara pangan. Para petani yang seharusnya menjadi pilar utama ketahanan pangan justru sering berada dalam dilema kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.

Baca Juga:  Peparnas XVII di Surakarta Dongkrak Okupansi Hotel dan Penyedia Katering

Agus Subekti, pengurus KUB Berkah Karya, mengungkapkan bahwa pertanian modern, maju, dan berkelanjutan masih sebatas mimpi. Ia menyoroti bagaimana kebutuhan dasar petani, seperti irigasi, alat pertanian, dan infrastruktur, masih dijadikan komoditas politik menjelang pergantian kepemimpinan.

Baca Juga:  Dukung Ketahanan Pangan, Perhutani Ngawi BKPH Kedungbanteng Siapkan Lahan 10,8 Ha Untuk Pertanian

Petani: Obyek Transaksi atau Subjek Kemajuan?

Selama bertahun-tahun, harga hasil panen yang anjlok saat produksi melimpah, kelangkaan pupuk, serta minimnya pendampingan bagi petani menjadi kisah klasik yang terus berulang. “Petani selalu jadi bulan-bulanan kartel dan mafia pangan,” ujar Agus saat dihubungi harian7.com melalui pesan singkat whatsApp, Minggu (16/2/2025).

Baca Juga:  Ngaos Al-Qur’an di Rutan Salatiga: Cahaya Hidayah di Balik Jeruji

Namun, bukan berarti tidak ada jalan keluar. Agus menekankan bahwa kunci utama untuk merevitalisasi pertanian Indonesia adalah mengembalikan kesuburan tanah dan kemurnian air. Ia mengusulkan model pertanian terpadu yang mengoptimalkan pengelolaan sampah organik dan peternakan, sehingga menciptakan ekosistem yang lebih berkelanjutan.

Baca Juga:  Danrem 073/Makutarama Luncurkan Buku"Prajurit Sejati Bekerja Dengan Hati", Soroti Kisah Pengabdian dan Inspirasi dari Dedikasi TNI

Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Kemandirian pangan tidak hanya berbicara tentang swasembada, tetapi juga soal meningkatkan kesejahteraan petani. Pemetaan ulang kelompok tani, pengelolaan komoditas berbasis potensi wilayah, serta kebijakan harga yang berpihak pada petani harus menjadi prioritas.

Baca Juga:  Skandal Dugaan Pemerasan di Imigrasi Soetta: Seluruh Pejabat Dicopot, Dugaan Korban Lebih Banyak

“Siapapun pemimpin negeri ini, mari jadikan hasil pertanian kita tuan rumah di negeri sendiri,” tegas Agus. Jika tidak, bukan tidak mungkin suatu saat nanti kita hanya akan menjadi konsumen di tanah yang seharusnya subur untuk memberi makan dunia.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!