HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

PTSL Desa Papringan: Uang Ratusan Juta Belum Disetor, Diduga Tiga Oknum Kepala Dusun Terlibat

 Laporan : Shodiq

UNGARAN|HARIAN7.COM –  Kasus dugaan tindak pidana korupsi  program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) TA. 2019 di Desa Papringan, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang, yang ditangani Seksi Tindak Pidana Kusus(Pidsus) Kejari Kabupaten Semarang, terus bergulir. 

Kepala Seksi Intelijen sekaligus juru bicara Kejari Kabupaten Semarang  Dermawan Wicaksono, mengatakan bahwa status perkara  saat ini masih dalam tahap pengumpulan bahan keterangan dan alat bukti. Hal tersebut dilakukan sebagai tahapan untuk menentukan unsur – unsur   ada tidaknya tindak pidana. 

Ditegaskan Kasi Intel,  dengan dilakukannya tahapan tersebut membuktikan keseriusan Kejari Kab Semarang untuk mengungkap perkara tersebut agar terang benerang. 

“Masih tahap penyelidikan Mas. Ditangani di bidang tindak pidana khusus,’ jelas Kasie Intel melalui aplikasi pesan WatsApp, Rabu(3/7/2024). 

Saat ditanya sejauh mana penyelidikannya, ia berdalih bahwa itu merupakan rahasia penyidik dan belum  boleh di expose ke publik. 

“Untuk hasil penyelidikan belum dapat dibuka untuk publik, nanti kalau sudah ada hasilnya baru bisa kami informasikan,”jelasnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Swadaya masyarakat(LSM) Komisi Pencegahan Korupsi dan Pungli (PKP), Suyana HP,  menyatakan bahwa lembaganya telah melakukan investigasi    untuk berperan aktif membantu Aparat Penegak Hukum(APH) dalam mengungkap kasus tersebut supaya terang benerang.

Dalam investigasinya, tim PKP menemukan  bukti dan fakta di lapangan bahwa biaya PTSL  ratusan juta rupiah oleh tiga oknum kadus belum disetorkan ke bendahara PTSL. 

Resume temuan tersebut sudah diserahkan ke Kejari Kabupaten Semarang di Ambarawa pada Jum’at (28/6/2024) lalu.

“Kami sudah menyerahkan hasil investigasi dugaan penyalahgunaan anggaran PTSL ke Kejari. Hasil investigasi ini juga kami serahkan ke Bupati Semarang dan Dispemasdes Kabupaten Semarang. Harapan kami masalah ini dapat segera diselesaikan, dan tercipta kondusifitas di desa maupun Kabupaten Semarang,” ujar Suyana, saat ditemui harian7. com di Kantor Sekretariat PKP, Rabu(3/7/2024).

Baca Juga:  Pria Ngamuk dan Pecahkan Kaca Jendela Rumah Mantan Istri, Ternyata ODGJ

Hasil keterangan panitia ,  program PTSL di Desa Papringan berjumlah 1.621 bidang tanah, dengan rincian 1.577 bidang tanah milik warga dan 44 bidang tanah merupakan kas desa, tanah sosial, mushola, dan masjid.

Temuan di lapangan mengungkapkan bahwa seluruh proses pensertifikatan tanah, baik milik warga maupun desa, yang diajukan melalui panitia PTSL sudah selesai., dan semua patok yang dipermasalahkan oleh sejumlah massa telah disediakan sesuai kebutuhan sejak tahun 2020.

“Setelah tim investigasi PKP turun, pembuatan sertifikat massal di Papringan tersebut sudah selesai semuanya,”bebernya.

“Kami jadi mempertanyakan kedatangan orang-orang itu ke Kejari untuk apa? Apa ada konflik dengan panitia? Kalau didasari konflik, penyelesaiannya bukan ke Kejari,” tegasnya.

Hasil pemeriksaan keuangan panitia yang dilakukan PKP menyebutkan bahwa dana sudah disalurkan sesuai kebutuhan selama proses pensertifikatan dan pengadaan patok. Total pembayaran PTSL yang dikumpulkan panitia sebesar Rp 946.250.000,-. Dana tersebut terhimpun dari pemohon PTSL dari Desa Papringan sebanyak 1.577 bidang tanah dan 631 bidang tanah di luar Desa Papringan.

“Panitia sudah menyetorkan uang PTSL ke Bumdes sebesar Rp 752.000.000,-. Ada anggaran sisa sebesar Rp 194.240.000,- yang setelah kami investigasi, ternyata belum disetor ke bendahara panitia melainkan masih dibawa tiga oknum pimpinan dusun yang menghimpun biaya PTSL dari warganya,” katanya.

Baca Juga:  Satu Warga Positif Virus Corona (Covid-19), Pemkot Salatiga Tetapkan Status Tanggap Darurat

Suyana menyebutkan, anggaran yang dikelola panitia untuk mengurus kebutuhan PTSL sebesar Rp 443.740.000,-, namun dari jumlah tersebut, hanya sebesar Rp 220.000.000,- yang tercatat di buku rekening bendahara panitia.

“Kami menemukan masalah ini menjadi rancu karena tidak ada pencatatan administrasi yang sistemik. Dari uang sebesar Rp 443.740.000,-, panitia menggunakan sesuai kebutuhan PTSL termasuk pembelian patok. Selain itu, ada sisa Rp 194.240.000,-. Tapi uang sisa tidak ada di bendahara, melainkan dibawa tiga oknum dusun,” ungkap Suyana.

Dijelaskan Suyana, berdasarkan temuan, ketiga oknum tersebut sudah membuat surat pernyataan kesanggupan dengan Pemdes untuk mengembalikan uang PTSL tersebut. Nilai uang yang dibawa masing-masing oknum tidak sama, ada yang membawa Rp 85.750.000,-, Rp 27.750.000,-, dan Rp 70.500.000,-. Juga ditemukan anggaran sebanyak Rp 10.250.000,- yang belum disetor karena pemohon PTSL belum mengambil sertifikat.

“Kita melihat keuangan panitia jelas, namun pencatatan administrasinya kurang tertib. Seperti temuan kwitansi pembayaran sebesar Rp 1 juta, ternyata besaran uang itu untuk dua bidang tanah tapi ditulis di satu kwitansi. Yang jadi sorotan saat ini ketiga oknum yang tidak menyetorkan ke bendahara itu,” tandasnya.

Sesuai hasil musyawarah bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perwakilan warga saat awal mulai PTSL, biaya masing-masing bidang tanah sebesar Rp 500 ribu. Dengan ketentuan jika ada kelebihan pembayaran maka sisa uang dikumpulkan panitia dan disepakati akan dibelikan mobil siaga atau ambulans untuk desa.

Baca Juga:  Desa Mandiri Pangan, Langkah Kabupaten Semarang Menuju Masa Depan Lebih Sehat

“Hasil musyawarah keinginan warga sisa uang PTSL untuk pembelian mobil siaga desa, keinginan bagus dan patut diapresiasi. Karena itu warga peserta PTSL banyak yang membayar lebih dari biaya yang ditentukan panitia. Sisa kelebihan itu masih dibawa tiga oknum tersebut,” pungkasnya.

Senada disampaikan perwakilan panitia, ia  berharap masalah PTSL segera selesai demi terciptanya kondusifitas dan kenyamanan masyarakat di desanya.

“Kami menyayangkan masalah ini tidak dikomunikasikan lebih dulu ke desa. Kalau mau komunikasi baik-baik ada penjelasan transparan dari panitia,” tuturnya. 

“Tiga orang itu juga sudah membuat surat kesanggupan mengembalikan sisa uang PTSL. Kondusifitas dan kepentingan warga mohon diutamakan, bukan kepentingan pribadi atau kelompok,” ujarnya yang meminta agar identitasnya dirahasiakan.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 45 warga Desa Papringan mendatangi Kantor Kejari Kabupaten Semarang di Ambarawa untuk meminta kejelasan terkait PTSL, Senin (10/6/2024).

Diketahui sejak PTSL digelar tahun 2019 hingga kini warga belum mendapatkan haknya terkait patok tanah hingga surat resmi yang dikeluarkan. Warga selama ini merasa hanya diberi janji-janji tak kunjung terealisasi.

Arifin Eko Andri Asmoro, perwakilan warga sekaligus pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD), menjelaskan masyarakat mempertanyakan pemasangan patok tanah. Berdasarkan keterangan dari 1.577 pendaftar PTSL, belum ada satu pun yang dipasangi patok.

“Sertifikasi sudah jadi. Namun bidang tanah yang didaftarkan sampai sekarang belum dipasang patok. Dari 1.577 ini kok belum ada yang terpasang patok. Itu yang menjadi persoalan warga. Berangkat dari situ warga melaporkan ke BPD persoalan ini,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!