Pandemi Jadi Biang Toxic Productivity
Ilustrasi
Penulis : Lutfia Rohmatul Hidayah
OPINI, harian7.com – Waktu luang selama pandemi mendorong orang-orang untuk mencari kesibukan baru tanpa memperhatikan kapasitas diri dan akhirnya terjerumus kedalam toxic productivity.
Sejak pandemi Covid-19 keadaan berubah dan memaksa kita melakukan segala kegiatan dari rumah. Berbagai kegiatan yang sebelumnya dapat dilakukan di ruang publik seperti bekerja, bersekolah, dan kuliah, kini harus dilakukan di rumah demi meminimalisir penyebaran Covid-19.
Dengan merumahkan segala kegiatan, waktu terasa lebih luang dan banyak menganggurnya. Kondisi baru ini membuat orang-orang mulai berpikir keras bagaimana cara mengisi waktunya tanpa terbuang percuma. Sehingga banyak orang terobsesi dengan memulai banyak kegiatan baru, namun tanpa disadari justru terjebak dalam toxic productivity.
Dilansir dari econochannelfeunj.com (30/07/2021), Dr. Julie Smith, psikolog klinis asal Hampshire Inggris, mengatakan bahwa toxic productivity adalah wujud ambisi individu untuk terus melakukan pengembangan diri hingga memunculkan perasaan bersalah jika tidak mampu melakukan banyak hal. Dikatakan toxic karena sifatnya produktivitas itu justru merugikan aspek kehidupan lain.
Kondisi selama pandemi yang kontras dibandingkan keadaan normal sebelumnya, menjadi biang maraknya toxic productivity. Dikutip dari news.unair.ac.id (22/07/2021), konsultan bidang psikiatri, dr. Erikavitri, menjelaskan bahwa toxic productivity disebabkan karena perubahan rutinitas yang dijalani selama pandemi. Rasa gelisah terhadap ketidakpastian selama pandemi Covid-19 juga menjadi pemicu orang-orang melakukan produktivitas yang berlebihan.
Ritme berkegiatan yang awalnya teratur dan padat menjadi longgar karena pembatasan kegiatan sosial selama pandemi. Orang-orang akhirnya menyalurkan energi mereka ke aktivitas baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Mereka berpendirian untuk tetap produktif dan melakukan berbagai hal asalkan tidak membuang waktu hingga timbul rasa bersalah ketika tidak ada lagi kesibukan yang dapat dikerjakan.
Dalam laman huffpost.com (04/05/2021) Simone Milasas, seorang business coach mengatakan bahwa toxic productivity bisa membuat seseorang merasa gagal jika tidak melakukan kegiatan apapun dan melupakan pencapaian dirinya sendiri karena terus merasa kurang. Hal ini membuktikan bahwa banyak berkegiatan selama pandemi tidak menjamin orang tersebut produktif, karena ternyata kesibukan yang berlebihan justru dapat mengganggu kondisi mental juga.
Selain karena siklus berkegiatan yang berubah, media sosial juga menjadi pemicu banyak orang terjebak toxic productivity. Berdasarkan data Social-Hootsuite pada Januari 2021 di laman industry.co.id (12/06/2021), tercatat pengguna media sosial aktif di Indonesia selama pandemi meningkat sebanyak 6,3 persen atau setara dengan 10 juta orang. Artinya, media sosial telah menjangkau lebih banyak orang dan kalangan.
Media sosial pada dasarnya adalah tempat untuk mengekspresikan diri kita kepada publik baik melalui foto, video, maupun tulisan. Namun, selama pandemi media sosial juga menjadi ladang orang-orang menunjukkan segala kesibukan dan pencapaian mereka. Media sosial berubah menjadi media berkompetisi dengan orang lain untuk membagikan kegiatan atau hal baru yang dikerjakan. Hal inilah yang akhirnya membuat kita terpacu untuk bisa melebihi pencapaian orang-orang yang ada di media sosial.
Budaya masyarakat kita cenderung memandang produktivitas bernilai tinggi. Kita seringkali takjub dengan orang-orang yang aktivitasnya beragam dalam keseharian mereka. Dengan adanya budaya seperti ini, kita akan memiliki keinginan untuk bisa menjadi bagian dari orang-orang tersebut. Akhirnya, tanpa disadari kita mengukur kelayakan diri berdasarkan produktivitas. Padahal pencapaian seseorang bukanlah patokan atas kelayakan dan value diri kita.
Selama pandemi ini, kita bisa terus produktif mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan yang benar membawa pengaruh baik, bukan sekedar sibuk. Mengutip dari unair.ac.id (22/07/2021) dr. Erikavitri memberi tips agar kita dapat terhindar dari toxic productivity, salah satunya adalah dengan melakukan manajemen waktu yang tepat dalam berkegiatan serta memahami bagaimana bioritme diri kita berkeja. Selain itu, memberikan apresiasi pada diri sendiri dan mengetahui kapasitas diri juga bisa membantu menghindarkan seseorang dari produktivitas yang toxic.(*)
Tinggalkan Balasan