TNI Dihapus dari Perang Narkotika, Kornas KWI Curiga Ada Kepentingan Terselubung
Laporan: Noviyanto
KENDAL | HARIAN7.COM – Polemik mencuat usai pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dalam rapat paripurna DPR RI pada 20 Maret 2025. Salah satu pasal yang dipangkas adalah Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3, yang selama ini memberikan ruang bagi TNI untuk berperan dalam operasi militer selain perang (OMSP), termasuk dalam pemberantasan narkotika dan psikotropika.
Koordinator Nasional Kawan Indonesia (Kornas KWI), Darmawan, tak menutupi keprihatinannya. Ia mempertanyakan motif kelompok masyarakat sipil yang mendesak penghapusan peran militer dalam agenda pemberantasan barang haram itu.
“Publik bisa menilai bahwa desakan dari kelompok yang klaim sebagai Koalisi masyarakat sipil ini menimbulkan pertanyaan aneh mengenai motif dan pihak-pihak yang sponsori siapa dibaliknya?” katanya kepada harian7.com belum lama ini.
Bagi Darmawan, peran TNI sangat strategis—bukan untuk mengambil alih tugas Polri atau BNN, melainkan sebagai institusi dengan jangkauan dan daya dukung teritorial yang kuat, terutama di wilayah perbatasan dan laut lepas, titik-titik yang kerap dimanfaatkan sebagai jalur penyelundupan.
“Kejahatan peredaran narkotika bersifat extraordinary crime, maka dibutuhkan peran institusi besar seperti TNI yang memiliki kekuatan institusi yang signifikan, baik di lautan maupun di perbatasan negara, sehingga perannya dalam pemberantasan narkotika tidak dapat diabaikan,” ujar Darmawan.
Ia pun menyodorkan catatan. November 2023, TNI Angkatan Laut bekerja sama dengan BNN menggagalkan penyelundupan 1,2 ton sabu di perairan Natuna. Barang haram itu diduga dikendalikan oleh sindikat narkotika internasional dari Timur Tengah. Pada Agustus 2024, giliran operasi gabungan TNI AD yang mengungkap jaringan penyelundupan narkoba dari Malaysia di perbatasan Kalimantan.
Data Polri juga menunjukkan, sepanjang 2024 aparat berhasil mengungkap 42.824 kasus narkotika, dengan nilai barang bukti mencapai Rp8,6 triliun.
“Keberhasilan ini diperkirakan telah menyelamatkan 40,4 juta jiwa dari penyalahgunaan narkoba. Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa kerja sama dengan TNI dalam operasi pemberantasan narkoba sangat diperlukan, terutama untuk mencegah penyelundupan di perbatasan dan jalur laut yang menjadi pintu masuk utama narkotika,” tambah Darmawan.
Namun, revisi terbaru UU TNI tak lagi menyertakan tugas pemberantasan narkoba. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menyebutkan bahwa sebenarnya pemerintah sempat mengusulkan tiga tugas tambahan untuk TNI, termasuk soal narkotika.
“Namun, usulan tersebut direvisi, sehingga TNI tidak lagi memiliki wewenang tersebut,” kata Hasanuddin.
Darmawan mencium potensi bahaya. Ia khawatir penghapusan ini justru membuka celah bagi kartel narkotika internasional untuk melancarkan operasi mereka tanpa gangguan dari kekuatan militer Indonesia.
“Penghapusan kewenangan ini bisa jadi menguntungkan jaringan kartel narkotika internasional yang selama ini merasa terhambat dengan keterlibatan TNI dalam operasi pemberantasan narkoba,” tegasnya.
Menurut dia, bisnis narkotika bukan main-main. Bernilai miliaran dolar dan melibatkan pemain-pemain global, bukan hanya kartel lokal.
“Pelaku kejahatan ini jelas bukan hanya kartel lokal tetapi juga sindikat global yang memiliki kepentingan untuk melemahkan pertahanan negara dalam melawan peredaran narkoba,” tandasnya.
Ia pun mengingatkan, wilayah laut dan perbatasan adalah titik-titik rawan penyelundupan, dan itu merupakan domain utama pengamanan TNI.
“Apakah ada kepentingan dari jaringan kartel narkotika di balik penghapusan pasal ini? Ini pertanyaan serius yang perlu kita cermati bersama. Jangan sampai keputusan yang diambil justru membuka celah bagi peredaran narkotika semakin masif,” pungkas Darmawan.
Tinggalkan Balasan