Sistem Peradilan Pidana, Akademis dan Mahasiswa Soroti Peran Kejaksaan
SOLO | HARIAN7.COM – Peran kejaksaan dalam sistem peradilan pidana kembali menjadi sorotan kaum akademisi dan mahasiswa menyusul adanya Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 11 Tahun 2021, tentang Kejaksaan. RUU itu dianggap memberikan kewenangan berlebih kepada jaksa.
Hal ini diungkapkan dalam dialog publik bertema “Revisi KUHAP; Sejauh Mana RKUHAP Menjawab Tantangan Hukum Pidana Modern” yang diselenggarakan pada Senin, 10 Maret 2025 di Pendopo Sasana Rahadi Bawana, Kelurahan Pucangsawit, Surakarta.
Kegiatan tersebut melibatkan 94 peserta dari kalangan mahasiswa Solo Raya baik itu BEM, UKM, dan, OKP. Turut hadir pula tiga narasumber dari berbagai latar belakang keilmuan dan praktik hukum, yaitu Dr. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. (Dekan Fakultas Hukum UNS), Sri Sumanta S. Winata, S.H. (Advokat), dan Agus Joko Purnomo, S.H., M.H. (Praktisi Hukum).
Dalam diskusi yang berlangsung intens tersebut membahas dinamika penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), terutama terkait dengan posisi dan kewenangan lembaga penegak hukum dalam sistem peradilan pidana.
Salah satu sorotan utama adalah kekhawatiran akan munculnya dominasi satu lembaga atas yang lain, khususnya terkait potensi jaksa sebagai lembaga superbody.
Padahal di Indonesia sistem peradilan pidana sudah terintegrasi, bahwa setiap aparat penegak hukum memiliki peran dan kewenangan masing-masing.
Polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan, jaksa berwenang menuntut, hakim mengadili, sementara advokat dan lembaga pemasyarakatan juga menjalankan fungsi spesifik dalam penegakan hukum.
Setiap lembaga negara disebutkan memiliki tugas masing-masing dan tidak boleh ada yang mendominasi. RUU Kejaksaan juga dianggap berpotensi menjadi Kejaksaan sebagai lembaga yang menguasai peradilan yang ada di Indonesia.
Hasil dialog merumuskan sejumlah rekomendasi diantaranya :
a. Menuntut adanya harmonisasi kewenangan penyidik dan Penuntut umum. Hal ini perlu dirumuskan dalam RUU KUHAP dan tidak boleh ada lembaga yang saling mengambil kewenangan yang telah ada di lembaga lainnya.
b. Tidak boleh ada penguatan kewenangan jaksa tetapi perlunya perbaikan komunikasi antar lembaga yang terkait.
c. Memperkuat kompartemen-kompartemen yakni Polri, Jaksa, Hakim, dan Advokat. Agar penguatan lembaga ini dilakukan semuanya tidak hanya salah satu lembaga saja agar tidak ada yang mendominasi.
d. Menolak disahkannya RUU KUHAP ketika terdapat kelebihan kewenangan yang dimiliki oleh jaksa (lembaga Superbody).
Kegiatan ini menjadi bagian dari kontribusi akademik dan masyarakat sipil dalam memastikan arah reformasi hukum pidana berjalan sesuai prinsip keadilan dan kesetaraan peran lembaga penegak hukum di Indonesia.
Diharapkan hasil diskusi ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembentuk undang-undang, Komisi III DPR RI, Pemerintah, dan Organisasi masyarakat lainnya, demi pembangunan dan penegakan hukum pidana yang lebih baik di masa mendatang.
Tinggalkan Balasan