Laporan: Muhamad Nuraeni
BATANG | HARIAN7.COM – Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang yang dioperasikan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) kembali menjadi sorotan. Dalam kunjungan kerja Komisi XII DPR RI, Anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah I, H. Muh Haris, M.Si., menyampaikan apresiasi atas kontribusi strategis PLTU Batang terhadap ketahanan energi nasional, namun sekaligus memberikan sejumlah catatan kritis terkait pengelolaan lingkungan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) di sektor energi, PLTU Batang memiliki kapasitas besar, yakni 2 x 1.000 megawatt (MW), yang disuplai langsung ke PT PLN (Persero). Kehadiran pembangkit ini dinilai menjadi salah satu tulang punggung dalam menopang pasokan listrik nasional. Tak hanya dari sisi kapasitas, teknologi yang diadopsi juga menjadi sorotan positif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Fraksi PKS mengapresiasi langkah PLTU Batang yang telah menerapkan teknologi efisien dan lebih ramah lingkungan seperti USC, Low NOx Burner, Fabric Filter, dan Flue-Gas Desulphurization,” ujar Haris dalam keterangannya di lokasi PLTU, Kamis (24/4/2025).
Teknologi Ultra Super Critical (USC) memang dikenal lebih unggul dalam menekan emisi dan meningkatkan efisiensi pembakaran batu bara. Meski begitu, Haris mengingatkan bahwa aspek lingkungan tidak boleh hanya berhenti pada teknologi. Ia menyoroti hasil evaluasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang masih menempatkan PLTU Batang pada peringkat “Biru” dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER).
“PROPER Biru berarti perusahaan baru memenuhi standar minimum kepatuhan lingkungan. Ini harus menjadi cambuk untuk ditingkatkan ke level Hijau, bahkan Emas, dengan inovasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar,” tegasnya.
Lebih lanjut, Haris menekankan perlunya perbaikan dalam komunikasi dan relasi sosial antara perusahaan dan masyarakat sekitar. Keluhan masyarakat terhadap dampak lingkungan dan sosial harus dijawab secara transparan dan berkelanjutan.
“Kami ingin PLTU ini bukan hanya menjadi pilar ketahanan energi, tapi juga menjadi teladan dalam hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar,” ujarnya.
Fraksi PKS, kata Haris, mendesak agar pengawasan terhadap dampak lingkungan dilakukan secara berkala dan terbuka. Bahkan, keterlibatan masyarakat lokal dalam proses penilaian dan pemantauan lingkungan disebut sebagai keharusan untuk memperkuat legitimasi sosial operasional PLTU tersebut.
“Program CSR harus relevan dengan kebutuhan warga: pendidikan, kesehatan, pelatihan keterampilan, dan ekonomi produktif. Jangan sekadar simbolik,” ungkapnya.
Kunjungan ini merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan DPR terhadap proyek strategis nasional, khususnya di sektor energi. Haris berharap proyek besar seperti PLTU Batang tidak hanya sukses dari sisi teknis dan bisnis, tetapi juga memberi dampak sosial positif yang terukur dan berkelanjutan.(*)