Festival Serabi Klasik Asyik, Warga Ngampin Lestarikan Serabi Tradisional
![]() |
Proses pembuatan serabi tradisional ngampin. |
UNGARAN, harian7.com – Serabi Ngampin tidak bisa lepas dari tradisi Syakbanan yang sudah terjadi sejak ratusan tahun silam. Untuk memperkenalkan dan menjaga tradisi serabi tempo dahulu itulah maka warga Lingkungan Lonjong, Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa, menggelar festival serabi bertajuk Serabi Klasik Asyik, Minggu (14/8).
Ada 4 stand yang terdiri dari perwakilan keempat RT yang ada di Lingkungan Lonjong Ngampin yang berkesempatan mendemokan proses pembuatan serabi dengan cara tradisional seperti yang sudah dilakukan sejak dulu kala.
Serabi Ngampin sendiri sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini dibenarkan oleh Paisah, salah satu pembuat serabi Ngampin yang saat ini sudah menjamur di sepanjang jalan Ngampin-Ambarawa.
“Serabi ini dulu hanya ada di setiap bulan Syakban. Jadi setiap tanggal 14, 15, 16 di bulan Syakban digelar ritual mandi di 9 sendang yang ada di wilayah Ambarawa. Masyarakat menyebutnya Syakbanan. Dan puncak ritual Syakbanan dilakukan di kali Condong Jambu. Jadi para pelaku ritual tersebut berjalan kaki dari sekitaran Palagan Ambarawa hingga ke desa Jambu,” tutur Paisah saat ditemui harian7. com.
Paisah menambahkan bahwa pelaku ritual Syakbanan yang jumlahnya ratusan tersebut memang berniat untuk membersihkan diri,niat dan hati dalam rangka menyambut bulan Ramadhan.
“Melihat keramaian setiab Syakban itulah maka warga Ngampin mencoba menjual serabi dan ternyata laku keras. Akhirnya setiap Syakbanan banyak warga yang ikut berjualan serabi,” imbuh Paisah.
Semenjak tahun 1987 ada warga dari Lingkungan Seneng yang mulai berjualan serabi diluar ritual Syakbanan, dan ternyata laku keras. Sejak saat itu banyak warga yang mulai berjualan serabi di sepanjang jalan seperti yang terlihat sekarang ini.
Serabi Ngampin sendiri dahulu tidak berkuah seperti yang kita temui sekarang ini. Proses pembuatannya masih berbahan dasar beras cempo ditambah irisan kelapa yang ditumbuk hingga menghasilkan tepung halus yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan serabi.
Selanjutnya tepung yang sudah halus tersebut diuleni hingga berbuih lalu dituang dengan adonan santan kental yang mendidih dan di aduk hingga tercampur rata. Setelah itu barulah adonan serabi tersebut siap untuk di masak diatas wajan tanah liat tanpa penambahan minyak diatas wajan.
“Dahulu hanya ada 3 varian rasa yaitu original, gula merah dan telur. Cara penjualannya pun masih menggunakan tenong yang diletakkan diatas tenggok dan hanya mengandalkan lampu senthir sebagai penerangannya. Dulu juga disajikan tanpa kuah. Akan tetapi lama kelamaan ada pembeli yang meminta untuk dikasih kuah. Selanjutnya serabi Ngampin disajikan dengan kuah santan gula merah seperti sekarang ini. Tapi aslinya tidak berkuah,” ujar Paisah.
Ada satu hal unik saat pembuatan serabi tempo dulu, yaitu permainan musik lumpang yang dilakukan disela-sela aktivitas menumbuk beras dan kelapa. Walau hanya menggunakan alu dan lumpang bukan berarti hanya asal memukulkan alu ke lumpang, tetapi ada ketukan irama yang bisa menghasilkan sebuah alunan musik yang unik dan indah.
Tak hanya bahan baku yang sangat berpengaruh pada cita rasa serabi namun jenis kayu bakar yang digunakan pun harus memiliki kualifikasi tersendiri untuk bisa menyempurnakan cita rasa si serabi Ngampin ini.
“Kayu yang digunakan haruslah kering dan keras sehingga tidak menghasilkan asap yang banyak. Dan kayu karet adalah yang terbaik karena menghasilkan asap yang sedikit,” imbuh Paisah.
Sementara itu, Aldila Nur Affandi, ketua RW 3 Lingkungan Lonjong, mengatakan jika pihaknya sengaja menggelar festival serabi tempo dulu ini untuk bisa menyebarluaskan kepada masyarakat luas tentang serabi Ngampin di masa lalu mulai dari proses pembuatan hingga sejarahnya.
“Harapan kita bisa memberikan edukasi kepada masyarakat tentang proses pembuatan serabi yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Dan serabi Ngampin kedepannya bisa dipatenkan sebagai makanan tradisional khas Ngampin,” pungkas Aldila Nur Affandi. (Fera Marita).
Tinggalkan Balasan