Menolak Lupa, Kenangan Pahit di Balik Proyek Mangkrak GOR Kridanggo
Catatan redaksi
SALATIGA | HARIAN7.COM – Di pojok kota berhawa sejuk ini, tepatnya di bilangan Kridanggo, berdiri setengah malu sebuah bangunan mangkrak yang dulu digadang-gadang sebagai kebanggaan olahraga Salatiga. Kini, besi-besi berkarat dan tiang retak menjadi saksi bisu dari kisah lama yang tak pernah benar-benar usai—korupsi proyek Gelanggang Olahraga (GOR) Kridanggo.
Tiga belas tahun silam, tepatnya pada 2011, negara menggelontorkan dana sebesar Rp 3,9 miliar melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Tujuannya mulia: membangun fasilitas olahraga yang representatif bagi masyarakat. Namun, kenyataan berkata lain. Uang rakyat itu tak pernah menjelma menjadi manfaat, melainkan lenyap dalam permainan kotor segelintir orang.
Proyek yang semestinya rampung dan bisa dinikmati publik itu justru berubah menjadi ajang bancakan. Kecurigaan publik terkonfirmasi tiga tahun kemudian. Pada akhir Maret 2014, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek GOR ini.
Salah satu nama yang terseret adalah Agus Yuniarto, saat itu calon legislatif dari salah satu partai tersohor untuk daerah pemilihan Jawa Tengah I. Dapil ini meliputi Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kendal, dan Kota Salatiga. Waktu itu Agus bukan sekadar politisi, ia juga tercatat sebagai pemilik PT Tegar Kencana, perusahaan rekanan pelaksana proyek GOR.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jateng kala itu, Masyhudi, menyebut penahanan terhadap dua tersangka dilakukan demi kepentingan penyidikan. “Hari ini, demi kepentingan penyidikan, kami tahan dua tersangka tindak pidana korupsi penyimpangan GOR Salatiga. Kami tahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini,” kata Masyhudi, Kamis, 27 Maret 2014, di Semarang.
GOR Kridanggo kemudian tinggal cerita. Proyek ambisius itu berubah jadi bangkai beton. Tak ada aktivitas olahraga. Tak ada geliat ekonomi. Yang tersisa hanya kerugian negara dan kekecewaan publik.
Kini, ketika kasus itu mulai dilupakan publik, GOR Kridanggo tetap berdiri seperti hantu yang mengingatkan: betapa mahalnya harga dari pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Waktu memang terus berjalan, dan para koruptor telah mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Namun, bagi warga Salatiga, terutama mereka yang tinggal di sekitar kawasan Kridanggo, luka itu belum sembuh. Gelanggang Olahraga (GOR) yang pernah dijanjikan menjadi pusat aktivitas dan prestasi, kini masih berdiri dalam diam—mangkrak, penuh lumut, dan tanpa fungsi.(Red)
Tinggalkan Balasan