Skandal Sertifikat K3: Dari Ruang Kemenaker ke Jerat OTT KPK
JAKARTA | HARIAN7.COM – Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu malam, 20 Agustus 2025, mengguncang jantung Kementerian Ketenagakerjaan. Bukan sekadar pejabat eselon atau staf birokrasi, kali ini sosok yang terjerat adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Noel.
Langkah cepat KPK menutup spekulasi. Dua hari setelah penangkapan, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengumumkan status tersangka Noel bersama sepuluh orang lain.
“Penyidik KPK menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan 11 orang sebagai tersangka. Mereka adalah IBM, GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM,” ujar Setyo di hadapan awak media, Jumat, 22 Agustus 2025.
Di panggung konferensi pers itu, Noel tampil dengan wajah muram. Rompi oranye tahanan KPK membungkus tubuhnya, borgol membelenggu tangannya. Ia berdiri sejajar dengan tersangka lain, menegaskan pesan bahwa hukum kini tengah menuntut pertanggungjawaban.
Skema Pemerasan: Sertifikat Jadi Komoditas
Kasus ini bukan soal amplop tipis atau sogokan kecil. Dari penggeledahan dan OTT, penyidik menyita uang tunai, belasan mobil mewah, hingga sebuah motor Ducati. Salah satu ruangan di kantor Kementerian Ketenagakerjaan pun disegel.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyebut operasi tersebut berkaitan dengan praktik pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan yang mengurus sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“OTT ini berkaitan dengan dugaan praktik pemerasan terhadap sejumlah perusahaan yang mengurus sertifikat K3 di Kemenaker,” jelas Fitroh.
Sertifikat K3 seharusnya menjadi instrumen negara untuk menjamin keselamatan tenaga kerja. Namun di tangan para tersangka, dokumen vital ini diduga berubah menjadi komoditas. Perusahaan yang hendak memenuhi standar keselamatan dipaksa “membayar harga” di luar aturan resmi.
Operasi Senyap dan Penahanan
Dalam operasi senyap itu, total 14 orang berhasil diamankan. Setelah pemeriksaan maraton, sebelas orang ditetapkan sebagai tersangka. Sisanya masih berstatus saksi.
Tanpa basa-basi, KPK langsung menjebloskan para tersangka ke balik jeruji.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 22 Agustus sampai 10 September 2025 di Rumah Tahanan Cabang KPK Gedung Merah Putih,” kata Setyo Budiyanto.
Penahanan ini memberi sinyal kuat: kasus Noel bukan sekadar dugaan, melainkan bagian dari pola korupsi yang lebih luas di tubuh Kemenaker.
Luka Lama Kementerian Ketenagakerjaan
Kasus Noel membuka kembali luka lama. Kementerian Ketenagakerjaan bukan pertama kali disorot publik soal integritas. Dari persoalan pungutan liar pelatihan kerja hingga praktik perizinan yang berbelit, kementerian ini kerap disebut sebagai “lahan basah” bagi oknum birokrasi.
Skandal sertifikat K3 justru lebih berbahaya. Jika benar terbukti, pemerasan ini bukan hanya merugikan keuangan perusahaan, tetapi juga mengancam keselamatan jutaan pekerja di lapangan. Karena tanpa sertifikat resmi, standar keselamatan bisa diabaikan demi mempercepat izin.
Pertanyaan Publik: Siapa di Belakang Noel?
Meski Noel kini menjadi wajah utama skandal, publik bertanya-tanya: apakah ia benar aktor tunggal, atau sekadar bagian dari jaringan lebih besar? Mobil mobil mewah, aliran uang, dan pola pemerasan sistematis menandakan bahwa kasus ini lebih dari sekadar ulah satu pejabat.
Di sinilah KPK diuji. Apakah lembaga antirasuah berani menelusuri lebih jauh, bahkan jika jejak kasus ini mengarah ke level politik yang lebih tinggi?
Menanti Babak Lanjutan
Bagi publik, kasus Noel bukan sekadar drama korupsi. Ini soal trust. Kementerian yang seharusnya melindungi tenaga kerja kini tercoreng oleh dugaan praktik pemerasan.
KPK sudah memegang kendali. Namun jalan masih panjang. Penyelidikan lanjutan akan menentukan apakah kasus ini berakhir pada segelintir nama, atau membuka borok lebih besar di balik urusan sertifikasi K3.
Satu hal pasti: OTT Noel mengingatkan bahwa korupsi di negeri ini tak lagi malu-malu menampakkan wajahnya, bahkan dari kursi seorang wakil menteri.(Yuanta)
Tinggalkan Balasan