Kades Tak Netral di Pemilukada 2024, Terancam Hukuman Pidana Pemilu dan Dapat Dipecat
Laporan : Shodiq

UNGARAN|HARIAN7.COM – Di era transformasi digital, media sosial sebagai salah satu sumber pelanggaran netralitas Kades. Pengunaan media sosial facebook, What Shap, Twiter, Instagram dan lainnya bisa menjerumuskan Kepala Desa tanpa disadari telah terlibat mengkampanyekan seseorang peserta pemilu dan pemilihan.
Tindakan tersebut dapat dinilai sebagai bentuk tidak netral atau terlibat sebagai juru kampanye, tim sukses bayangan calon tertentu.
Faktor penyebab pelanggaran netralitas Kepala Desa diantaranya kurangnya pengawasan dan rendahnya sanksi terhadap pelanggar.
Faktor utama penyebab Kepala Desa tidak netral disebabkan adanya intervensi atasan, dan kepentingan yang mengatasnamakan kepentingan desa. karena Kades bekerja dan dilahirkan dari dan dipilih rakyat. Sehingga Kades khawatir tidak mendapatkan bantuan dari aspirasi dan sejenisnya jika tidak membantu pemenangan paslon Pilkada.
Pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas Kades dalam pemilu dan pemilihan. Para pimpinan menyadari hal tersebut. Mereka tak menghendaki Kades tersangkut masalah netralitas yang menyebabkan tugas dan fungsi sebagai Kades akan terganggu.
Untuk mencegah Kades tidak Netral, Bawaslu Kabupaten Semarang menyelenggarakan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif dengan tema “Netralitas Kepala Desa Dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024” di Balai Agung Tlogo Resort Argo Tlogo Tuntang, Kamis(8/8) pagi.
Narasumber di acara tersebut, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang, Dermawan Wicaksono, S.H., pada pokok inti materinya menyampaikan bahwa netralitas Kades dalam Pemilukada 2024 sangat penting. Karena netralitas merupakan tindakan atau perbuatan yang dilakukan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepentingan siapa pun juga
“Sering kali ada tren atau kecenderungan pelibatan atau dilibatkannya kades dan perangkatnya dalam arus dinamika politik praktis oleh kelompok-kelompok kepentingan tertentu, apalagi menjelang Pilkada dan Pemilu 2024,” tuturnya.
“Kades dan perangkat desa, tegasnya dilarang untuk melakukan kegiatan politik praktis dari sebelum, selama, dan sesudah tahapan Pilkada dan Pemilu 2024,” tegas Dermawan.
Disebutkan, Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota menjadi UU sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang dan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di peraturan tersebut secara tegas dan jelas diatur terkait netralitas Kades.
“Dalam UU 10 tahun 2016 pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan,” urainya dengan gamblang.
Lebih lanjut Dermawan menerangkan, bahwa sanksi di undang undang no. 10 Tahun 2016 jo. undang undang no. 1 tahun 2015 pasal 189 disebutkan: Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyakRp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
“Pasal 30 ayat (1) UU n0 6 tahun 2014 menyebutkan : Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian, ” jelasnya.
Bahkan, sangsi lebih berat lagi dapat dikenakan Kades yang tidak netral selain hukuman pidana kurungan, Kades juga dapat dipecat.
“Disebutkan dalam pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian, ” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan