HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Wali Murid SMPN 2 Gladaksari Keluhkan Iuran Rp 250 Ribu Untuk Bangun Rumah Joglo

Laporan: Shodiq

BOYOLALI| HARIAN7.COM – Sejumlah wali Siswa SMP Negeri 2 Gladaksari Kec Gladaksari Kab Boyolali Jawa Tengah, keluhkan adanya iuran untuk membangun rumah joglo. 

Pasalnya, besaran iuran tersebut ditentukan sebesar Rp 250 ribu bagi setiap siswa. Dengan besaran iuran yang ditentukan  oleh pihak sekolah, wali murid menilai bahwa iuran terasa memberatkan wali siswa yang kebanyakan bekerja sebagai buruh tani dan pabrik.

DK, salah satu wali murid saat dikonfirmasi harian7.com, Selasa(4/4/2023) mengatakan, saat pertemuan orang tua murid saat penerimaan rapot semester awal, ia dan sejumlah wali murid lainnya dimintai sumbangan. Namun jumlahnya ditentukan yakni senilai Rp 250 ribu. 

“Nggak ada edaran juga dari komite, hanya saat pertemuan dibilangin minta sumbangan segitu. Katanya untuk bangun tempat serbaguna joglo,” ujarnya.

Dia menyayangkan sikap pihak sekolah yang tak transparan dalam menyampaikan hal tersebut. Menurutnya, jika dinyatakan sumbangan, pihak sekolah tidak boleh mematok tarif. 

“Tapi ini ditarik harus bayar Rp 250 ribu  per anak. Iya kalau semua  orang mampu. Ini kan bisa jadi beban. SMP Negeri kok bayar. Kata pemerintah gratis,” keluhnya diamini orang tua siswa lainya.

Baca Juga:  Pakta Integritas Penerimaan Taruna Akpol di Polres Salatiga Dilakukan Secara Virtual

Sementara itu, Kepala SMPN 2 Gladaksari,  Jumari saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (5/4/2023) membatah jika kebijakan iuran tersebut tidak ada kesepakatan dengan wali murid. 

Ia menjelaskan bahwa kebijakan pembangunan rumah joglo tersebut sudah melalui rapat pleno dengan komite sekolah, pakes dan wali siswa. 

” Setiap ada kegiatan pertemuan komite sekolah dengan wali murid selalu di selenggarakan di ruang terbuka(halaman sekolah – red) dan kondisi keterbatasan ruang yang ada untuk kreatifitas anak serta kegiatan lain.”

“Berangkat dari kondisi semacam itu, kami mengusulkan kepada Komite untuk membangun tempat pertemuan (joglo) . Namun kondisi keuangan sekolah tidak memungkinkan.”

“Maka, komite memusyawarahkan dengan wali murid. Kami (pihak sekolah) tidak terlibat dalam pembahasan biaya pembangunan joglo. Semua sudah di rapatkan antara Komite Sekolah, Pakes (paguyuban kelas) dan wali siswa. Hasilnya ya sekarang ini,” tutur Kepala Sekolah.

Baca Juga:  Sambut HUT Polwan ke 72, Personil Polwan Salatiga Gelar Berbagai Kegiatan Sosial

Ditambahkan Jumari, bahwa  proses pembangunan rumah joglo tersebut sangat transparan, yakni sepengetahuan stake holder.

” Pada saat peletakan batu pertama pembangunan joglo, semua kami undang diantaranya anggota dewan, Kecamatan, Polsek, Koramil, dan Dinas Pendidikan Kab Boyolali. Semua hadir,” imbuhnya. 

Menanggapi polemik iuran di SMPN 2 Gladaksari, Direktur Indonesia Corruption Investigation (ICI) Dr. Krisna Djaya Darumurty, S.H., M. H melaui Kabid Permas dan Humas, M Nuraeni menyesalkan kebijakan pihak sekolah dengan menentukan sumbangan serasa pungutan. 

Sumbangan yang tadinya hanya bersifat suka rela, tidak mengikat, tiba-tiba berubah menjadi wajib, terikat dengan jumlah dan waktu pembayaran. 

“Itu pula yang senantiasa dilaporkan masyarakat ke ICI. Setiap tahun layanan pendidikan adalah substansi layanan publik yang paling banyak dilaporkan masyarakat. Sebagian besar mengenai permintaan dana pendidikan atau pungutan liar (pungli) oleh komite sekolah atau satuan pendidikan, ” ucapnya. 

Baca Juga:  Patroli KRYD di Salatiga, 28 Motor Berknalpot Brong Ditindak

” Maksud pihak sekolah dengan menambah fasilitas sekolah baik. Tapi sayangnya, bentuknya adalah pungutan, bukan sumbangan atau bantuan. Padahal, sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, komite hanya diberikan kewenangan menggalang dana dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan, ” Imbuhnya. 

Sumbangan, Pungutan dan Bantuan

“Sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan, ” jelasnya. 

“Sebaliknya, pungutan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan,”terangnya.

M Nur menandaskan bahwa apapun kemasannya jika itu ditentukan menurut penilaian kami pungutan liar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

TERKINI

HIBURAN

SPORT

error: Content is protected !!