Progam KT Kelurahan Kauman Kidul Berujung Dikursi Pesakitan, Pengabdian Fatoni Seolah Dipandang Sebelah Mata
Salatiga, harian7.com – Program pemerintah tidak selalu sejalan dengan harapan masyarakat pada umumnya. Inisiasi program dari masyarakatpun sering kali tidak bisa memuaskan segenap pihak. Salah satu program pembangunan yang diharapkan dapat mengangkat kesejahteraan petani dan warga adalah pengembangan Agrowisata. Namun niat baik terkadang tak selalu berbuah manis, tapi justru pil pahit yang di dapat.
Seperti halnya saat ini yang di alami Gapoktan Prima Agung di Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Di Gapoktan ini adalah wadah bagi para petani peternak di Kauman Kidul, untuk menginisiasi pengembangan Agrowisata pada sekitar pertengahan tahun 2016 lalu.
Seperti diungkapkan Agus Thohirin Ketua Gapoktan Prima Agung, saat ditemui harian7.com beberapa waktu lalu mengungkapkan,Wacana tentang Agrowisata di Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, adalah impian kami anggota Gapoktan Prima Agung. Tentunya dengan adanya dukungan program Konsolidasi Tanah dari Kantor ATR/BPN Kota Salatiga, bagi kami adalah sebuah poin untuk mewujudkan impian.
“Wacana untuk terwujudnya Argowisata di Kauman Kidul adalah impian masyarakat. Kami berharap hal itu segera terwujud,”tuturnya.
Maka itu, lanjut Agus Thohirin, Wacana program Agrowisata di Kauman Kidul bermula pada pertengahan tahun 2016 lalu, dan saat itu kami menyampaikan pada anggota. Selanjutnya Pada awal tahun 2017, kami di datangi tim dari kantor ATR/BPN Kota Salatiga, dengan maksud tujuan untuk memaparkan visi misi kami tentang Agrowisata dan mempertahankan lahan pertanian yang semakin tergerus oleh roda pembangunan.
“Saat itu saya beserta ketua kelompok tani lain, diantaranya Fatoni, Solahudin dan Muh Kharis membuat sebuah konsep sederhana tentang Agrowisata seperti yang dipaparkan di Kantor ATR/BPN Kota Salatiga. Dari paparan itulah, akhirnya saya beserta dua orang perwakilan Gapoktan Prima Agung, diminta ikut pemaparan program reforma agraria yang diselenggarakan oleh Kementrian ATR/BPN di Jakarta. Setelah dari Jakarta, kami dari Gapoktan Prima Agung diminta oleh Kantor ATR/BPN Kota Salatiga, untuk membentuk kelompok kerja (Pokja) guna menjalankan program Konsolidasi Tanah (KT) tahap 1 yang kami mulai pada sekitar bulan Maret 2017 hingga Oktober 2017. Setelah itu progam tersebut berlanjut pada KT tahap 2 di tahun 2018,”ungkapnya.
Lebih lanjut Thohirin menjelaskan, Namun keberhasilan tim pokja yang telah bekerja sepenuh hati dan memiliki niat hanya untuk memajukan Kelurahan Kauman Kidul, tidak sebanding dengan apa yang menimpa kami saat ini.
“Bukan penghargaan yang kami terima dari semua jerih payah ini. Namun pengabdian kami justru membuat rekan kami Fatoni, menjadi terjerat hukum dan saat ini ia justru duduk di kursi pesakitan dan menjadi terdakwa atas pelaksanaan program dari pemerintah pusat tersebut dari tindak lanjut Reforma Agraria,”ungkap pria yang akrab di sapa Kang Horin ini.
“Jadi kesepakatan – kesepakatan dari beberapa kali pertemuan dengan para masyarakat peserta KT, serasa tidak ada artinya, pasalnya saat ini proses hukum untuk Fatoni terus berlangsung, itu sangat kami sesalkan,”tuturnya.
Hal Senada juga diungkapkan oleh beberapa warga Kelurahan Kauman Kidul, salah satunya adalah Shodiq (55). Ia sangat menyesalkan atas kasus hukum yang saat ini menjerat saudara Fatoni. Padahal dengan adanya program tersebut sangat membantu masyarakat.
“Saya sedikit cerita tentang Konsolidasi Tanah dan Agrowisata, saya berterima kasih atas adanya program ini, karena saya dulu membeli tanah milik H. Juweni sekitar 10 tahun yang lalu. Saat saya mencoba mengajukan proses sertifikasi, katanya tidak bisa karena lahan yang saya beli masuk dalam kawasan sawah lestari. Meski waktu itu saya menyatakan siap bila saya harus membayar sampe Rp 10 juta, pun,” ungkap Shodiq.
Shodiq menyebut, bahwa sejak pembelian itu, dirinya hanya memegang sertifikat hak milik yang masih atas nama pemilik awal dan akta jual beli saja.
“Dari kondisi itu, datang tim pokja menawarkan kepada saya apakah akan ikut program KT atau tidak, di tahun 2017 lalu. Akhirnya saya dan warga lain akhirnya ikut dan menyetujui adanya program KT tahap 1 dan tahap 2. Selain itu kami juga menyetujui besaran biaya yang dirincikan oleh tim pokja selama proses sosialisasi,”terangnya.
Terpisah, Presiden Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) SIDAK Agus Subekti mengungkapan rasa keprihatinannya atas kasus yang menjerat salah satu warga Kauman Kidul yang jelas nyata mengabdikan dirinya untuk kepentingan masyarakat umum, seperti halnya Progam Konsolidasi Tanah (KT) di wilayah tersebut.
“Kami sangat menyesalkan dan turut prihatin atas keadaan yang kini tengah di rasakan Bapak Fatoni. Dia yang mati-matian memperjuangkan kepentingan masyarakat, namun justru saat ini harus berurusan dengan hukum,”ungkap Agus saat ditemui harian7.com, Minggu (21/7/2019).
Lebih lanjut Agus menuturkan, Awalnya kami mendengar kabar tersebut, merasa prihatin selanjutnya kami LAPK SIDAK mencoba mencari informasi dan melakukan pendekatan kepada masyarakat Kauman Kidul.
“Saya sangat kaget saat mendapat keterangan dari masyarakat terkait sebab yang membuat Bapak Fatoni harus berurusan dengan hukum,”tuturnya.
Dari keterangan yang disampaikan masyarakat kepada LAPK SIDAK terkait kasus hukum yang menimpa Fatoni bermula pada saat sehari setelah penyerahan sertifikat hasil KT tahap 1 dan 2 tepatnya tanggal 25 Januari 2019 lalu. Selanjutnya, tim pokja justru malah di periksa di Polres Salatiga dengan sangkaan penipuan dan penggelapan dana KT tahap 1 dan Tahap 2.
“Saat diperiksa di Mapolres Salatiga, permasalahan yang menjadikan alasan anggota pokja di periksa polisi adalah menindak lanjuti adanya aduan yang menyebutkan dugaan adanya penipuan dan penggelapan uang progam KT berjalan,”jelas Agus.
Mendengar ungkapan tersebut kami menanyakan lebih lanjut kenapa bisa sampai di adukan ke polisi. Sejumlah wargapun menceritakanya, yang mana terjadi adanya perbedaan tarif biaya pengurusan sertifikat. Padahal sebelum progam ini dijalankan sudah ada sosialisasi serta penjelasan ke warga terkait besaran biaya. Melihat peliknya adminitrasi tersebut dan tidak semuanya pemilik tanah berdomisili di Kauman Kidul, maka menyebabkan anggota pokja harus bekerja keras untuk menyusun berkas permohonan sertifikat dan mengkomunikasikan ulang dengan pemilik dan menyampaikan besaran biaya yang mana sistemnya subsidi silang. Kenapa harus di subsidi silang, lantaran semua berkas permohonan sertifikat yang di ajukan butuh biaya yang sama, sedangkan sebagian besar tanah adalah milik pemkot dan juga tanah hibah dari masyarakat untuk fasum. Sehingga tidak mungkinkan kan? pemkot dan penghibah tanah di mintai biaya. Sehingga dengan cara subsidi silang tersebut agar progam KT berjalan dengan baik.
“Kan kalau tidak diterapkan sistem subsidi silang terus siapa yang membiayai tanah yang statusnya milik pemkot tersebut. Selain itu tanah yang dihibahkan masyarakat untuk fasum kan juga kurang pas jika penghibah tanah masih di mintai biaya. Dan yang saya sesalkan apa yang disampaikan oleh Dirjen KT bila mana progam itu gratis. Padahal yang gratis itu hanya PBHTB dan biaya penerbitan sertifikat. Sedangkan untuk biaya lainya seperti halnya biaya beli patok, jasa pengukuran, penyusunan berkas permohonan dan pembelian materai kan butuh anggaran. Padahal jelas itu butuh biaya,”terang Agus.
“Ya menurut saya progam KT tersebut itu sangat membantu dan menguntungkan masyarakat. Contohnya, tanah yang semula tidak dapat akses jalan kini bisa dapat akses jalan. Dan progam KT biasanya untuk mendukung progam pembangunan nasional,”paparnya.
Terus untuk perihal kasus hukum yang disangkakan kepada Fatoni semestinya bisa diselesaikan dengan musyawarah, mengingat langkah yang dilakukan Fatoni dan tim pokja sudah atas dasar kesepakatan.
Lebih lanjut ketika di tanya harian7.com kenapa Fatoni bisa terjerat perkara hukum, Agus dari LAPK SIDAK selaku penerima kuasa hukum untuk mendampingi perakara tersebut menuturkan, “Pak Fatoni di jerat dengan sangkaan penipuan penggelapan (tipu gelap) karena diduga ada sejumlah uang peserta KT yang di pinjam oleh dua warga sebesar Rp 12,5 juta dan oleh Bapak Fatoni di pinjam Rp 4,5 juta. Dan peminjaman juga atas sepengetahuan anggota pokja yang lain. Padahal pelaksaan progam inipun berjalan lancar sesuai harapan dan juga ada dana talangan dari gapoktan dan Fatoni secara pribadi. Selain itu terkait peminjaman uang tersebut tidak di soal oleh warga. Toh saat pelaksanaan juga uang itu ada dan sertifikat sudah dibagikan ke pemohon,bahkan pemohon yang sudah menerima sertifikat ada yang belum membayar. Tapi apapun itu sangkaanya kami secara lembaga sangat menghargai aparat penegak hukum yang mana menjalankan tugasnya. Harapan kami kasus ini di putuskan dengan seadil-adilnya dan berlandaskan Pancasila. Untuk diketahui kasus Bapak Fatoni sudah memasuki persidangan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman tiga bulan kurungan,”tandasnya. (Redaksi)
Tinggalkan Balasan