HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Popokan, Tradisi Ungkapan Rasa Syukur Masyarakat Petani di Desa Sendang

 

Tradisi Popokan di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Jum’at (16/9/2022) sore. Foto : Shodiq | Harian7.com

Laporan : Bang Harju


UNGARAN, harian7.com – Popokan merupakan tradisi yang unik masyarakat Desa Sendang Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Kegiatan tradisi popokan ini rutin digelar secara turun temurun setiap tahun.  Tradisi ini, masih tetap hidup dan lestari hingga kini.

Tradisi popokan di desa ini cukup terkenal, karena  tradisi seni dan budaya berupa lempar lumpur ini, mungkin satu – satunya tradisi yang ada di Jawa Tengah.

Menurut Kepala Desa Sendang, Syamsudin,   tradisi popokan merupakan salah satu budaya Desa Sendang yang terus dipertahankan. Tradisi ini sebuah upacara adat lempar lumpur yang diselenggarakan pada bulan Agustus atau September, tepatnya hari jumat kliwon. Perang lumpur ini adalah bagian dari tradisi sedekah bumi yang rutin di desa tersebut yang digelar setiap tahun. Sebelum lempar lumpur itu, dilakukan karnaval yang diikuti segenap unsur masyarakat seperti sekolah, Madin, jama’ah pengajian, ibu – ibuPKK, dan pemuda, serta perwakilan RW. 

Baca Juga:  Ramadan Fest 2025, Dorong UMKM Jateng Raup Omzet Ratusan Juta

“Tradisi ini digelar sebagai bentuk penghormatan kepada pendiri desa yang berhasil mengusir harimau dari tempat tinggal mereka,” terang Samsudin kepada awak media, Jum’at (16/9/2022) sore.   

  

Dikatakan, tradisi ini bermula ketika ada gangguan dari seekor harimau yang mengancam warga, merusak tanaman dan meneror warga Desa Sendang. Ketika diusir memakai senjata, harimau tidak mau pergi. Warga sempat takut dibuatnya. Setelah itu ada seorang pemuka adat yang menyarankan agar harimau tersebut diusir menggunakan tanah atau lumpur sawah dan harimau pun pergi. Warga dengan suka cita merayakannya dengan lempar lumpur yang sekarang menjadi tradisi dan identitas warga Desa Sendang.

“Kegiatan semacam ini juga sebagai wahana silaturahmi warga. Dengan begini seluruh warga membaur dan terlihat guyub rukun,” tandasnya. 

Baca Juga:  Tengah Gelar Pembacaan Putusan Perkara Notaris

Salah satu peserta karnaval, kegiatan sebelum tradisi popokan.

Lebih lanjut, Kades Samsudin menerangkan bahwa tradisi popokan merupakan sebuah ungkapan rasa syukur dari masyarakat yang kebanyakan bekerja sebagai petani. Tradisi ini juga menjadi simbol pembersihan diri.

Pelaksanaan tradisi ini memang cukup unik. Warga beramai-ramai ke sawah dan saling lempar lumpur.

“Mereka yang terkena lemparan lumpur tidak boleh marah, termasuk warga yang sebenarnya hanya berniat untuk menonton. Bahkan, masyarakat meyakini bahwa mereka yang terkena lemparan justru akan memperoleh berkah atau rezeki” ucapnya.

Ditambahkan, bahwa tradisi popokan berasal dari kisah Mbah Janeb, orang pertama yang membuka permukiman di desa itu.

Berdasarkan cerita tutur yang berkembang, Mbah Janeb adalah orang yang berasal dari Keraton Kasunanan Solo yang sedang melakukan perjalanan di Demak Bintoro. Mbah Janeb lantas beristirahat di tempat itu dan membuka permukiman.

Baca Juga:  Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Ini Keluhan Pemohon SIM di Satpas 1221 Depok

Beberapa saat kemudian beberapa orang lain mengikutinya membuat rumah di tempat yang kini menjadi Desa Sendang itu. Tak hanya membuat permukiman, mereka juga membuka areal pertanian.

Namun, ketenangan masyarakat di kampung yang masih baru itu terusik dengan kedatangan seekor harimau. Warga berkali-kali berusaha mengusirnya, namun tidak berhasil.

Kemudian warga menaruh harapannya kepada Mbah Janeb. Mendengar keluhan warga, Mbah Janeb akhirnya turun tangan mengusir harimau itu.

Uniknya, Mbah Janeb mengusir harimau itu tanpa senjata tajam. Dia justru mengusir menggunakan dedak atau bekatul yang dilemparkannya ke harimau itu. Usaha itu berhasil, harimau tersebut lantas pergi dari desa itu.

“Masyarakat gembira melihat peristiwa itu. Sebagai wujud rasa bahagianya, mereka lantas melestarikan momen melempar dedak atau bekatul itu. Namun, dedak itu digantikannya dengan lumpur dan menjadi tradisi popokan yang masih lestari hingga saat ini,” pungkas Samsudin.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

HIBURAN

SPORT

error: Content is protected !!