Depo Pemecah Batu “Crusher”di Magelang Diduga Beroperasi Tanpa Izin, Jejak Legalitas Buram
Laporan: Wahono/Ratma
MAGELANG | HARIAN7.COM — Suara gemuruh mesin pemecah batu terdengar jelas dari kejauhan ketika tim Harian7 menyusuri jalan sempit menuju depo pemecah batu (crusher) di Dlimoyo, Salam, Magelang. Dari balik debu berterbangan, tampak satu unit mesin penggiling bekerja tanpa henti. Aktivitas ini berlangsung tak jauh dari pemukiman warga dan yang paling mengusik, legalitasnya diduga tak jelas.
Satu lembaga pemantau independen, Elbeha Barometer, menjadi pihak pertama yang menyoroti operasi tersebut. Ketua lembaga itu, Sri Hartono, menegaskan bahwa pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan terkait dokumen usaha hingga izin pertambangan.
“Penggilingan batu tersebut milik KS,” ujar Sri, membuka temuannya.
Menurut Sri, operasi penggilingan batu itu berjalan terang-terangan menggunakan alat mekanis, namun jejak perizinannya tak ditemukan. Dari hasil pengecekan lapangan, legalitas usaha disebut tak lengkap dan diduga hanya menggunakan NIB atas nama perseorangan.
“Kalau pengelola mengaku sudah ada izin, itu patut diduga keterangan palsu. Karena dari data investigasi kami di lapangan, legalitas usaha tidak lengkap,” tegasnya.
Sri merinci temuan lain: tidak ada akta perusahaan, tidak ada izin berusaha, alat berat tanpa sertifikasi kelayakan, indikasi penggunaan solar nonindustri, hingga ketiadaan SIPB dan IPB, dua izin fundamental dalam usaha batuan.
Pola pengelolaan usaha juga dipertanyakan. Menurut Sri, usaha itu sempat diklaim dimiliki PT Buntara Nawasena Sentosa yang disebutnya fiktif sebelum “diambil alih” dan kini dikelola KS.
“Mereka hanya punya NIB, itu pun nama perorangan, bukan CV atau PT,” kata Sri.
Elbeha Barometer menyatakan seluruh data investigasi sudah lengkap dan akan dilaporkan ke Polda Jateng serta ditembuskan ke Mabes Polri.
Di Lokasi: Mesin Berputar, Pengawas Kebingungan Urusan Izin
Saat Harian7 tiba di lokasi, satu pekerja tampak sibuk mengatur aliran batu ke mesin penggiling. Debu tipis menutup area sekitar. Ketika ditanya soal izin usaha, pengawas lapangan yang mengaku bernama Nuril tampak berhati-hati menjawab.
“Pemilik kebetulan tidak datang, bahkan jarang ke lokasi. Dan saya selaku pengawas di sini,” katanya.
Ia menyebut usaha baru berjalan sebulan. Berkas-berkas legalitas, katanya, masih dalam proses.
“Akta perusahaan sudah ada, kami sedang ajukan NIB baru dari izin yang dulu ke izin yang baru. Sekarang dimiliki bapak KS. Yang dulu adalah PT BNS, sekarang dikelola sendiri dengan CV Mandiri BNS,” jelasnya sambil menunjukkan dokumen izin lama melalui ponsel.
Namun ketika ditanya soal izin alat berat serta sertifikasinya, ia mengaku tak mengetahui. Produksi harian disebut hanya sekitar 20 kubik — “tergantung permintaan pembeli”.
Soal tudingan tak memiliki izin penambangan batuan, jawaban lain muncul:
“Tidak ada izin penambangan batuan karena kami tidak menambang. Batu didatangkan dari tempat lain,” jelasnya.
Nuril juga menyebut bahwa pengelola sedang mengurus izin penggunaan solar industri ke Pertamina. Usaha itu memperkerjakan empat orang, beroperasi pukul 08.00–16.00, dan libur pada hari Minggu.
Kerangka Hukum: Sanksi Penjara hingga Denda Miliaran
Jika dugaan Elbeha Barometer terbukti, aktivitas Depo BNS dapat masuk kategori pertambangan tanpa izin (PETI).
Pasal 158 UU Minerba mengatur ancaman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar bagi setiap orang yang menambang tanpa izin resmi.
Sementara UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menambah risiko pidana hingga 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar jika terbukti menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Hingga laporan ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Magelang atau aparat penegak hukum terkait dugaan aktivitas ilegal tersebut.












Tinggalkan Balasan