Menyapa Desa Gesing, Pusbakum UIN Salatiga Menanam Kesadaran Hukum dari Rumah hingga Sungai
Laporan: Nurrun J
TEMANGGUNG | HARIAN7.COM – Rabu pagi di Balai Desa Gesing, Kecamatan Kandangan, Temanggung, tak seperti biasanya. Ruang pertemuan yang sehari-hari lengang oleh rapat desa, kali ini dipenuhi warga, ibu-ibu PKK, perangkat desa, dan para pencinta lingkungan. Mereka duduk menyimak penyuluhan hukum yang digelar Pusat Bantuan Hukum (Pusbakum) UIN Salatiga dengan tajuk “Peningkatan Kesadaran Hukum pada Lingkungan Keluarga dan Pelestarian Lingkungan Alam.”
Penyuluhan yang berlangsung pada 11 Juni 2025 itu hadir bukan sekadar memberi ceramah hukum, melainkan menyentuh langsung denyut persoalan sehari-hari yang dihadapi masyarakat desa: kekerasan dalam rumah tangga dan kerusakan lingkungan.
Kepala Desa Gesing, Sumarno, membuka acara dengan nada terima kasih yang tulus. “Kami sangat berterima kasih atas respons cepat dan kesediaan dari Pusbakum UIN Salatiga. Ini membuktikan bahwa sinergi antara lembaga pendidikan dan masyarakat desa benar-benar bisa diwujudkan. Harapan kami, masyarakat dan perangkat desa ke depan semakin memahami pentingnya kesadaran hukum, baik dalam lingkungan keluarga maupun terhadap pelestarian lingkungan,” ujarnya di hadapan para peserta.
Sumarno menyebut bahwa kegiatan ini berawal dari surat permohonan resmi yang diajukan pihak desa ke kampus, dan mendapat sambutan baik dari pihak akademisi. Sebuah inisiatif kecil dari desa yang berbuah besar.
Hukum Tak Lagi Elitis
Kepala Pusbakum UIN Salatiga, M. Yusuf Khummaini, S.HI., M.H., CM, hadir langsung memimpin timnya. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar rutinitas pengabdian masyarakat, tetapi wujud nyata dari tanggung jawab institusi pendidikan Islam terhadap rakyat.
“Kami hadir untuk mengabdi, bukan hanya memberi teori, tapi benar-benar menjangkau masyarakat. Pusbakum berkomitmen memberikan konsultasi dan bantuan hukum gratis kepada masyarakat yang tidak mampu. Ini bukan sekadar misi sosial, tapi juga bagian dari tanggung jawab kami sebagai institusi yang berbasis keislaman dan kemasyarakatan,” katanya.
Pusbakum, menurut Yusuf, merupakan laboratorium hukum Fakultas Syari’ah yang bernaung di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Salatiga. Dalam kegiatan ini, mereka menggandeng advokat muda dengan metode penyampaian yang ringan, langsung pada pokok masalah, dan mudah dipahami warga.
Kekerasan yang Terjadi Diam-diam
Sesi pertama diisi oleh Luqman Hakim, S.H., M.H. Ia membawa materi tentang “Lingkungan Keluarga yang Harmonis dan Terbebas dari Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).” Gaya penyampaiannya sederhana, tetapi menusuk ke inti persoalan.
“KDRT sering terjadi karena ketidaktahuan. Banyak korban yang memilih diam. Padahal, negara hadir melalui UU PKDRT dan berbagai lembaga pendamping. Keluarga yang sehat secara hukum akan melahirkan masyarakat yang kuat,” ungkap Luqman.
Suasana diskusi menjadi hidup ketika peserta mulai bertanya: bagaimana melapor, bagaimana melindungi korban, dan bagaimana hukum bisa berpihak pada perempuan dan anak. Dalam penyuluhan itu, hukum hadir sebagai sesuatu yang manusiawi dan membela yang lemah.
Hukum di Got dan Sungai
Materi kedua datang dari M. Syaiful Huda, S.H., yang bicara soal Kesadaran Hukum terhadap Pelestarian Lingkungan. Ia tidak berbicara soal undang-undang secara kaku, tetapi mengangkat masalah nyata yang setiap hari dilewati warga: got mampet, sampah yang dibakar sembarangan, hingga sungai yang kian kotor.
“Lingkungan rusak bukan hanya karena alam, tapi karena abainya manusia terhadap aturan. Pemerintah desa punya peran strategis sebagai motor penggerak regulasi dan penegakan sanksi. Hukum lingkungan bukan sesuatu yang jauh—ia ada di got yang tidak dibersihkan, di sampah yang dibakar sembarangan, di sungai yang dicemari,” tegasnya.
Materi ini menyentuh kesadaran kolektif bahwa menjaga alam bukan tugas pemerintah semata. Ia adalah amanah bersama.
Ketika Penyuluhan Tak Lagi Membosankan
Ketua PKK Desa Gesing mengaku terkesan. Menurutnya, selama ini penyuluhan hukum sering kali berat dan teoritis. Namun kali ini terasa lain.
“Biasanya penyuluhan hukum terasa berat, tapi ini sangat membumi. Kami jadi tahu bahwa ada bantuan hukum kalau terjadi kekerasan di rumah, dan kami juga paham bahwa membuang sampah sembarangan itu ada sanksi hukumnya. Ini membuka wawasan kami,” ujarnya.
Tidak Berhenti di Hari Itu
Penyuluhan ini tidak berhenti pada sesi diskusi. Sebagai kelanjutannya, Pusbakum membuka layanan konsultasi hukum daring selama sebulan ke depan untuk warga Desa Gesing. Pemerintah desa juga berencana menyusun Peraturan Desa (Perdes) terkait pelestarian lingkungan serta membentuk Forum Keluarga Harmonis.
Langkah kecil dari desa yang bisa menjadi model besar.
Membumikan Hukum
Kegiatan ini menunjukkan bagaimana kampus tidak hanya menjadi menara gading, tapi benar-benar menjejak tanah. Lewat tangan-tangan pengabdi di Pusbakum, hukum diturunkan dari langit ke bumi—ke rumah, ke dapur, ke sungai, dan ke kebun. Sebuah pendekatan yang bisa jadi inspirasi bagi lembaga hukum lain: bahwa hukum bukan sekadar formalitas. Ia adalah kebutuhan hidup, sama nyatanya seperti udara bersih dan keluarga yang aman.
Dan Desa Gesing, lewat kolaborasi ini, mulai melangkah ke arah sana. Menuju desa yang bukan hanya ramah lingkungan, tapi juga sadar hukum—dari rumah hingga aliran sungai.
Tinggalkan Balasan