Duka di Balik Serban: Seorang Kiai Pengasuh Salah Satu Pesantren di Susukan Dituding Cabuli Santriwati, Kini Diciduk Polisi
Laporan: Shodiq
UNGARAN | HARIAN7.COM – Dunia pesantren kembali diguncang kabar memilukan. MS (53), seorang kiai pengasuh salah satu pondok pesantren di Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, harus berurusan dengan hukum setelah ditangkap polisi atas dugaan pencabulan terhadap dua santriwatinya yang masih di bawah umur.
Kapolres Semarang, AKBP Ratna Quratul Ainy, mengungkapkan bahwa pelaku diduga melakukan aksinya dengan modus meminta pijatan kepada korban.
“Modusnya, pelaku meminta pijatan kepada korban saat mereka sendirian, baik di kamar pondok maupun di dalam kelas,” ungkapnya.
Insiden ini terjadi pada awal Februari 2025, dengan korban berusia 11 tahun dan 13 tahun. Dugaan pencabulan dilakukan dalam waktu yang berbeda.
Trauma dan Pendampingan Korban
Kasus ini mendapat perhatian serius dari pihak kepolisian dan pemerintah daerah. Polres Semarang, bekerja sama dengan Dinas P3A dan KB Kabupaten Semarang, Dinas Sosial, serta Psikologi Forensik RS Ken Saras, telah melakukan pendampingan bagi para korban guna pemulihan kondisi mental mereka.
Sementara itu, masyarakat sekitar pondok pesantren terkejut dengan kabar ini. Salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa pelaku dikenal sebagai sosok yang baik.
“Kami tidak menyangka ini terjadi. Padahal pondoknya baru saja dibangun dengan bantuan dan kondisinya kini sudah bagus,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu korban berasal dari Kecamatan Suruh, sedangkan korban lainnya berasal dari dusun tak jauh dari lokasi pondok.
Antara Fakta dan Simpati
Penelusuran harian7.com dilokasi, sebelum kasus ini terungkap ke publik, kabarnya telah dilakukan beberapa kali mediasi di lingkungan masyarakat. Namun, mediasi tersebut tampaknya tidak membuahkan hasil hingga akhirnya kasus ini masuk ke ranah hukum.
Sejumlah warga yang mengenal pelaku menyebut bahwa MS adalah lulusan pendidikan agama dan masih tergolong baru sebagai kiai.
“Dari kabar yang saya dengar, salah satu santriwati mengeluhkan sakit maag, lalu kiai memijat perutnya bagian atas dan bawah. Itu dilakukan di tempat mengaji, bukan di kamar. Tapi soal kebenarannya, kami tidak tahu pasti,” kata seorang warga setempat.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan agama. Masyarakat kini menanti proses hukum yang akan menentukan kejelasan nasib sang kiai dan memberikan keadilan bagi para korban.(*)
Tinggalkan Balasan