Laporan: Muhamad Nuraeni
SALATIGA | HARIAN7.COM – Ketegangan politik di Kota Salatiga semakin memanas. Dugaan intervensi Wali Kota terpilih yang belum dilantik terhadap kebijakan pemerintahan yang masih berada di bawah kendali Penjabat (PJ) Wali Kota menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk DPRD Kota Salatiga.
Intervensi ini diduga terkait dengan pelarangan kunjungan kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Salatiga, yang sebelumnya telah direncanakan jauh-jauh hari. Pelarangan ini disebut-sebut disampaikan melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Salatiga, Wuri Pujiastuti.
DPRD Angkat Bicara: “Tahan Diri!”
Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit, menegaskan bahwa Wali Kota terpilih, Robby Hernawan, seharusnya memiliki etika pemerintahan dan tidak melampaui kewenangannya sebelum pelantikan resmi.
“Prinsipnya Pak Robby harus memiliki etika pemerintahan. Pak PJ kan secara legalitas masih menjabat. Tahan diri lah,” ujar Dance kepada Harian7.com, Minggu (9/2/2025).
Dance menambahkan bahwa koordinasi Wali Kota terpilih seharusnya hanya berhubungan dengan penyiapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), bukan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
“Sekda juga harusnya hanya berkoordinasi dengan PJ Wali Kota, bukan dengan Pak Robby,” tegasnya.
Polemik Kunjungan Kerja DPRD dan Dukcapil
Wakil Ketua DPRD Kota Salatiga, Yuliyanto, menegaskan bahwa kunjungan kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) bersama pimpinan serta komisi DPRD telah dibahas dan disahkan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD pada akhir Januari.
“Kami sebagai unsur pimpinan DPRD mewakili masyarakat dan menegaskan bahwa kunjungan kerja ini telah masuk dalam agenda resmi yang telah ditetapkan serta disahkan dalam rapat Bamus DPRD,” ujar Yuliyanto.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Fraksi PDI-P dan Nasdem, Alexander Joko Sulistyo, mengkritisi keras dugaan intervensi ini. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar prinsip pemerintahan yang baik.
“Wali Kota terpilih seharusnya tidak terlibat dalam keputusan yang sudah berjalan, apalagi sebelum pelantikan resmi. Pemerintahan masih dipimpin oleh PJ, dan semua komando masih dipegang oleh beliau,” tegasnya.
Sejalan dengan itu, anggota Fraksi Nasdem, Yusup Wibisono, S.H., menyoroti peran Sekda yang seharusnya tetap berada dalam jalur birokrasi yang benar.
“Yang perlu dicatat adalah pimpinan yang diikuti oleh Sekda adalah Wali Kota terpilih yang belum dilantik, bukan pemimpin definitif yang seharusnya diikuti, yaitu Pak PJ,” ungkapnya.
Blunder Sekda? Keputusan yang Memicu Polemik
Yusup menilai bahwa langkah yang diambil Sekda dalam kasus ini bisa dianggap sebagai blunder administratif yang berpotensi menimbulkan kebingungan dalam pemerintahan daerah.
“Seharusnya Sekda lebih dulu berkoordinasi dengan PJ Wali Kota sebelum mengambil keputusan yang dapat memicu kegaduhan,” tambahnya.
Tak hanya itu, Fraksi PDI-P dan Nasdem juga menyoroti dugaan tindakan Wali Kota terpilih yang mengirimkan orang untuk melakukan pengukuran di rumah dinas yang masih ditempati oleh PJ Wali Kota. Akibatnya, PJ Wali Kota dikabarkan memilih pindah lebih awal dari jadwal seharusnya dan kini harus “nglaju” dari Solo.
Menjaga Kondusivitas dan Etika Pemerintahan
Fraksi PDI-P dan Nasdem menegaskan bahwa pemerintahan harus berjalan dengan mengutamakan etika dan sinergi antar-lembaga, bukan kepentingan kelompok atau individu tertentu.
“Kami berharap tidak ada lagi tindakan yang hanya mengutamakan egoisme pribadi sehingga merusak jalannya pemerintahan dan mengganggu masyarakat,” tutup mereka.
Di sisi lain, saat dikonfirmasi mengenai polemik ini, Sekda Kota Salatiga memilih untuk tidak memberikan tanggapan.
“Otw di jalan, maaf njih,” jawabnya singkat ketika dihubungi.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Wali Kota terpilih Robby Hernawan saat dikonfirmasi harian7.com melalui pesan whatsApp belum memberikan respons terkait tudingan ini.