HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Mencari Keunggulan dalam Jurnalistik: Kreativitas dan Nurani sebagai Faktor Pembeda

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, Amir Machmud NS, saat mengajar di Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI).

Laporan: Muhamad Nuraeni

SEMARANG | HARIAN7.COM –  Di dunia jurnalistik, memiliki faktor pembeda menjadi kunci untuk menghasilkan berita yang menonjol di tengah lautan informasi. Spirit inilah yang ditekankan oleh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, Amir Machmud NS, saat mengajar di Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI). 

Acara yang digelar oleh PWI Pusat bekerja sama dengan Kemendikbudristek ini berlangsung di hotel New Puri Garden Semarang, 26 – 29 Juni 2024.

Dalam sesi bertajuk “Mencari dan Mengembangkan Berita,” Amir menegaskan pentingnya kreativitas bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya. “Faktor pembeda akan muncul jika wartawan melakukan kreativitas, misalnya dengan melakukan riset mendalam,” ujar Amir. 

Kreativitas ini, lanjutnya, selalu diuji dalam Uji Kompetensi Wartawan (UKW), terutama dalam memilih topik dan menentukan angle atau sudut pandang berita.

Amir mencontohkan pemberitaan seputar Euro 2024 sebagai ilustrasi. Seorang wartawan ditantang untuk menciptakan angle yang menarik, seperti menyoroti Cristiano Ronaldo yang mencetak sejarah sebagai pemain pertama yang tampil enam kali di ajang tersebut, atau menggali alasan di balik kepercayaan Pelatih Timnas Portugal Roberto Martinez yang tetap menunjuknya sebagai striker utama. 

“Pembeda harus hadir ketika kita membuat berita dari berbagai sudut pandang,” tegas Amir, yang juga kolumnis sepak bola di media online Suarabaru.id.

Selain faktor pembeda, disiplin verifikasi juga menjadi poin penting dalam mencari dan mengembangkan berita. Menurut Amir, kepercayaan publik adalah tujuan utama dari setiap berita. 

“Berita yang bisa dipercaya harus akuntabel, dan akuntabilitas ini dicapai melalui disiplin verifikasi. Di sinilah pentingnya cover both sides, tabayyun (klarifikasi), serta check and recheck,” jelas Amir, yang juga mengajar jurnalistik di beberapa perguruan tinggi.

Dalam menghadapi realitas di lapangan, wartawan juga diingatkan untuk selalu menggunakan nurani mereka. “Ketika berhadapan dengan situasi yang kompleks, nurani wartawanlah yang akan berbicara. Ini tentang memilih untuk bertanggung jawab atau tidak, serta berperilaku etis atau tidak,” tandas Amir.

Selain Amir, sesi SJI juga diisi oleh Mohammad Nasir, Kabid Pendidikan dan Pelatihan PWI Pusat, yang mendorong peserta untuk berpikir kritis dengan mengutip filsuf Descartes: “Cogito Ergo Sum” (Aku Berpikir Maka Aku Ada). “Wartawan harus selalu mempertanyakan kebenaran di balik setiap peristiwa,” ujarnya.

Pengajar lain, Imam Jahrudin Priyanto, menyoroti pentingnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dalam jurnalistik. Menurutnya, akronim-akronim yang bertebaran di media sering kali membingungkan. “Akronim seperti ‘migor’ bisa berarti mi goreng atau minyak goreng. Lebih baik gunakan yang efonis seperti ‘batagor’, ‘bandara’, atau ‘humas’,” sarannya.

Dengan demikian, dalam dunia jurnalistik, kreativitas, verifikasi yang disiplin, dan penggunaan nurani merupakan faktor pembeda yang dapat meningkatkan kualitas dan kepercayaan publik terhadap berita yang dihasilkan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

TERKINI

error: Content is protected !!