Peran Yaqut di Balik Pembagian Kuota Haji Tak Wajar, KPK Beberkan Temuan
JAKARTA | HARIAN7.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membeberkan rincian dugaan peran tiga pihak yang telah dilarang bepergian ke luar negeri dalam kasus korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama.
Kasus ini menyeret mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz atau Gus Alex, serta pemilik biro penyelenggara haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Dugaan tersebut berawal dari pembagian kuota tambahan haji sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada saat lawatan Presiden RI pada akhir 2023. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kuota tambahan tersebut sejatinya ditujukan untuk mempercepat pengurangan antrean panjang keberangkatan haji reguler.
“Pertama, terkait dengan adanya kuota haji tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi pada saat lawatan Presiden Republik Indonesia. Saat itu tahun 2023 akhir,” ujar Asep Guntur Rahayu, Selasa (2/12/2025).
Asep menegaskan bila merujuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota tambahan tersebut semestinya dialokasikan 92 persen untuk haji reguler dan delapan persen untuk haji khusus.
Namun, menurut penyelidikan KPK, pembagian justru dilakukan sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Ketiga pihak yang telah dicekal diduga berperan dalam perubahan skema tersebut.
“Namun, kata dia, ketiga orang yang dicekal tersebut diduga berperan dalam pembagian kuota haji tambahan sebesar 50 persen sama,” ujar Asep.
Ia menambahkan KPK menemukan indikasi aliran uang dari pembagian kuota tersebut. “Kemudian kami meyakini atau menemukan bahwa setelah itu dibagi, ada sejumlah uang yang mengalir. Uang itu kan uang jemaah, yang dipungut dari jemaah gitu kan, dan seharusnya masuk ke BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji, red.),” katanya.
Kerugian Capai Rp 1 Triliun Lebih
KPK mulai melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025 dan berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit kerugian negara. Dua hari berikutnya, 11 Agustus 2025, lembaga antikorupsi tersebut mengumumkan perhitungan awal kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun sekaligus menetapkan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga nama tersebut.
Pada 18 September 2025, KPK mengungkap keterlibatan lebih luas: sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji diduga terlibat dalam skema kuota tambahan tersebut.
Paralel Dengan Temuan Pansus Angket Haji DPR
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya menyatakan menemukan berbagai kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. Sorotan utama adalah kebijakan pembagian kuota tambahan 20.000 secara 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, kebijakan yang dinilai melanggar Pasal 64 UU No. 8/2019.
Pasal tersebut mengatur kuota haji reguler sebesar 92 persen dan kuota haji khusus delapan persen. Dengan demikian, pembagian 50:50 dinilai bertolak belakang dengan ketentuan hukum dan berpotensi menguntungkan pihak-pihak tertentu di sektor penyelenggara haji khusus.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi salah satu penyelidikan terbesar yang pernah dilakukan KPK dalam sektor pelayanan haji.(Yuanta)












Tinggalkan Balasan