HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Jaksa Agung Dorong Penerapan DPA untuk Efisiensi Penegakan Hukum

JAKARTA | HARIAN7.COM – Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. ST Burhanuddin, S.H., M.M., menegaskan pentingnya penerapan pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau kesepakatan penundaan penuntutan. Ia menyebut DPA sebagai terobosan baru dalam penegakan hukum pidana di Indonesia.

Hal itu disampaikan Burhanuddin dalam Keynote Speech pada Seminar Nasional bertema “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana”, yang digelar di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025. Acara tersebut juga diikuti secara daring sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80.

Hadir dalam seminar itu, antara lain Wakil Menteri Hukum Prof. Dr. Eddy Omar Sharif Hiariej, Plt. Wakil Jaksa Agung Prof. Dr. Asep N. Mulyana, S.H., M.Hum., Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Dr. Prim Haryadi, Ketua Pembina Yayasan Pesantren Islam Al Azhar Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, serta Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin. Sejumlah akademisi, praktisi hukum, tokoh nasional, hingga perwakilan masyarakat sipil juga turut hadir.

Baca Juga:  Dana Desa 2025: Minimal 20% untuk Ketahanan Pangan, Prioritas Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Burhanuddin, penerapan DPA yang telah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP adalah wujud pembaruan hukum pidana nasional. Skema ini, katanya, diproyeksikan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum, terutama untuk perkara pidana korporasi.

“Penegakan hukum pidana bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. DPA harus dilaksanakan dengan akuntabilitas, transparansi, serta berlandaskan pada pendekatan restoratif, korektif, dan rehabilitatif,” ujar Jaksa Agung.

Baca Juga:  Awal Tahun 2020 Pemerintah Pastikan Bandara di Kediri Mulai Dibangun, Target Akhir 2021 Selesai

Burhanuddin mencontohkan, penerapan DPA lazim digunakan di negara-negara dengan sistem common law untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korporasi.

“Konsep ini relevan di Indonesia, untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara sekaligus mencegah pemborosan anggaran dalam proses penegakan hukum,” tegasnya.

Dalam forum itu, Burhanuddin juga menyoroti sejumlah isu strategis yang perlu menjadi perhatian, seperti:

  1. Identifikasi korporasi sebagai subjek delik DPA
  2. Jenis delik serta indikator tindak pidana yang relevan
  3. Mekanisme atau business process pelaksanaan DPA oleh Jaksa
  4. Peran lembaga peradilan dalam menilai dan mengesahkan kesepakatan
  5. Optimalisasi Follow The Asset dan Follow The Money dalam pelaksanaan DPA
  6. Implikasi hukum atas keberhasilan maupun kegagalan DPA
  7. Mitigasi potensi penyalahgunaan serta mekanisme pengawasan
Baca Juga:  Penyelenggaraan Umrah Dihentikan Sementara Mulai 29 April 2025, Fokus Penuh pada Kelancaran Haji

Lebih jauh, Burhanuddin menegaskan bahwa pembaruan hukum acara pidana melalui DPA bukanlah upaya melemahkan hukum. “Ini justru memperkuat fungsi hukum sebagai instrumen pemulihan dan pembangunan budaya hukum yang lebih baik,” ujarnya.

Ia menutup pidatonya dengan penekanan bahwa DPA adalah bagian dari agenda besar reformasi peradilan pidana di Indonesia.

“Ini adalah momentum penting dalam sejarah reformasi peradilan pidana Indonesia. Penegakan hukum bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan, memperbaiki, dan membangun kepercayaan publik terhadap hukum,” kata Burhanuddin.(Yuanta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

SPORT

error: Content is protected !!