HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Menabur Kesadaran Hukum di Tengah Sawah dan Sinyal Digital

Laporan; Nurrun J

KAB.SEMARANG | HARIAN7.COM – Di sebuah aula sederhana di jantung Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang semangat belajar hukum bergema dari suara-suara remaja. Sekitar lima puluh peserta, sebagian berseragam sekolah, sebagian lain mengenakan kaos oblong, duduk bersila menyimak materi hukum yang terasa asing namun akrab dengan keseharian mereka.

Sabtu itu, Pusat Bantuan Hukum (PUSBAKUM) UIN Salatiga bersama Karang Taruna “Dadi Bara” Desa Bejalen menggelar penyuluhan bertema “Kenakalan Remaja dan Bijak Bermedia Sosial”. Di tengah terpaan era digital dan derasnya arus informasi, para pemuda desa ini diajak menepi sejenak untuk memahami mana batas antara kebebasan dan pelanggaran.

Acara yang digelar di Balai Desa ini juga dihadiri perwakilan TNI dan Kepolisian, BABINSA dan BABINKAMTIBMAS serta dua narasumber utama dari PUSBAKUM: Ahmad Zainul Fata, S.H. dan Muhammad Salahuddin, S.H. Masing-masing menyajikan topik yang bersentuhan langsung dengan realitas remaja hari ini dari perundungan hingga penyebaran hoaks di media sosial.

Baca Juga:  Sebanyak 719 Napi Lapas Semarang Terima Remisi Kemerdekaan, 3 Diantaranya Napi Teroris

Kepala Desa Bejalen, Nowo Sugiharto, membuka acara dengan nada prihatin namun optimis. “Semakin berkembangnya zaman, sikap warga juga ikut berubah. Oleh karena itu, warga harus memahami mana perbuatan yang baik dan mana yang tergolong kenakalan remaja,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya literasi digital di kalangan warga desa. “Masyarakat sekarang suka bermain media sosial. Maka dari itu, harus bijak agar tidak terjerumus dalam tindakan yang termasuk cybercrime,” tambahnya.

Ahmad Zainul Fata menjadi pembicara pertama. Di hadapan peserta yang duduk rapat, ia mengulas berbagai bentuk kenakalan remaja yang kerap dianggap sepele namun bisa berbuntut panjang.

Baca Juga:  Pengadilan Negeri Surabaya Sepi, Hakim Serentak Tunda Sidang untuk Dukungan Kesejahteraan

“Remaja perlu tahu bahwa tindakan seperti perundungan, tawuran, bahkan pelanggaran lalu lintas bisa berdampak hukum. Usia muda bukan alasan untuk mengabaikan aturan,” ujarnya.

Ia menyelipkan contoh-contoh konkret dari kasus yang pernah ditangani, membuat para peserta manggut-manggut.

Sesi berikutnya dibawakan Muhammad Salahuddin yang fokus pada isu media sosial dan cybercrime. Ia berbicara lugas, tanpa menyederhanakan kerumitan hukum digital. “Hati-hati dalam menyebarkan informasi, terutama hoaks, ujaran kebencian, atau konten yang menyerang privasi orang lain. Semua itu ada ancaman pidananya dalam UU ITE,” tegasnya, menyodorkan beberapa pasal dan ancaman hukuman.

Tak hanya materi satu arah, penyuluhan ini berlangsung interaktif. Beberapa peserta mengangkat tangan, menanyakan soal sanksi hukum atas peretasan akun dan ancaman bagi penyebar video kekerasan. Diskusi berkembang dari sekadar tanya-jawab menjadi ruang refleksi—tentang bagaimana hukum tak hanya berlaku di kota, tetapi juga di desa-desa yang mulai terkoneksi internet.

Baca Juga:  Warga Binaan Rutan Salatiga Yang Beragama Islam Ikuti Kelas Belajar Tilawah

Menjelang akhir sesi, BABINSA Desa Bejalen, Jadin, mengingatkan pentingnya menjaga harmoni di tengah masyarakat. “Tugas kita bersama adalah menjaga keamanan dan ketertiban. Maka hindarilah perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain,” pesannya.

Acara ditutup dengan menyanyikan lagu “Bangun Pemuda Pemudi” lagu lama yang tiba-tiba terasa relevan di tengah gelisahnya zaman. Sebuah pengingat, bahwa membangun negeri bisa dimulai dari desa. Dari memahami hukum. Dari bijak bermedia sosial. Dari suara-suara remaja di sudut aula Bejalen.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

TERKINI

error: Content is protected !!