Jejak Emas dan Uang dalam Palu Keadilan, Jaksa menyebut eks pejabat MA Terbukti Terlibat Suap dan Gratifikasi
JAKARTA | HARIAN7.COM – Rabu sore, 11 Juni 2025. Ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat kembali menggemakan satu nama yang belakangan jadi sorotan tajam publik: Zarof Ricar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) berdiri dan menyampaikan replik mereka atas pleidoi eks pejabat Mahkamah Agung itu. Penolakan disampaikan secara tegas. “Alasan pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya tidak benar dan sepatutnya dikesampingkan,” ujar jaksa di hadapan majelis hakim.
Zarof Ricar, sosok yang pernah berada dalam lingkar kekuasaan hukum tertinggi di negeri ini, kini duduk di kursi pesakitan atas dugaan suap dan gratifikasi dengan nilai mencengangkan. Hampir Rp 1 triliun. Jaksa menyebut, selama menjabat di Mahkamah Agung, Zarof menerima gratifikasi sebesar Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas. Tumpukan uang dan logam mulia itu ditemukan saat penyidik menggeledah rumahnya di kawasan elite Senayan, Jakarta Pusat.
Tidak berhenti di situ. Nama Zarof juga tercatat dalam perkara besar lain yang mengundang kontroversi publik: pembebasan terpidana kasus pembunuhan Ronald Tannur. Dalam dokumen dakwaan, Zarof disebut menyuap Hakim Agung Soesilo untuk memuluskan vonis ringan bagi Ronald. JPU menyatakan perbuatannya telah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 15 dan Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Zarof terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam bentuk gratifikasi dan suap,” kata jaksa.
Namun, dalam sidang sehari sebelumnya, Selasa, 10 Juni 2025, Zarof bersikukuh membela diri. Lewat pleidoinya, ia meminta majelis hakim membebaskannya dari semua dakwaan. Ia menyebut dakwaan jaksa tidak lebih dari asumsi yang tidak disertai bukti kuat. “Saya prihatin dengan sistem hukum yang lebih condong ke asumsi daripada fakta,” ucapnya di ruang sidang.
Zarof memang mengakui menerima uang Rp 5 miliar dari seorang pengacara bernama Lisa Rachmat. Namun ia menepis tuduhan bahwa uang itu digunakan untuk menyuap hakim atau mempengaruhi vonis kasasi. Ia juga menyebut sebagian besar saksi yang dihadirkan oleh jaksa bahkan tidak mengenalnya secara langsung.
Tapi jaksa tak gentar. Mereka menyebut pembelaan Zarof tak lebih dari upaya mengaburkan peran besarnya dalam praktik makelar perkara yang telah merusak wajah lembaga peradilan. “Perbuatan terdakwa merupakan pelanggaran berat terhadap integritas Mahkamah Agung,” kata jaksa.
Atas seluruh perbuatannya, JPU menuntut Zarof Ricar dihukum 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Bagi jaksa, vonis berat bukan semata balas dendam hukum, melainkan upaya merebut kembali kepercayaan publik yang telanjur tercoreng. Palu hakim kini berada di ujung meja—menentukan nasib satu orang, dan mungkin martabat satu institusi.(Yuanta)
Tinggalkan Balasan