Ketika Izin Tempat Wisata Dikesampingkan, Ketegasan Pemkab Semarang Dipertanyakan
KAB.SEMARANG | HARIAN7.COM – Kritik tajam datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) PETIR Jawa Tengah terhadap pemerintah Kabupaten Semarang. Lembaga advokasi kebijakan publik itu menyayangkan sikap permisif Pemkab atas keberadaan sejumlah objek wisata yang berdiri tanpa mengantongi izin pembangunan.
“Kami mendapat laporan dari masyarakat bila ada sejumlah objek wisata di Kabupaten Semarang yang berdiri tanpa perizinan lengkap. Hal ini sangat disayangkan dan menimbulkan kecemburuan, karena banyak investor atau pemilik modal yang mematuhi aturan, sementara yang lainnya tidak tertib,” ujar Koordinator YLBH PETIR Jateng, H Zainal Abidin Petie, SH, MH, kepada wartawan, Jumat pekan ini.
Zainal menyebut setidaknya ada dua lokasi wisata yang menjadi sorotan: Objek Wisata Celosia 2 di Kecamatan Bandungan dan Dusun Semilir di Kecamatan Bawen. Kedua kawasan ini dilaporkan belum memiliki izin lengkap, namun telah melakukan pembangunan berbagai fasilitas komersial seperti hotel, villa, hingga wahana permainan.
Keterangan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Pariwisata, hingga Dinas Pekerjaan Umum (DPU) membenarkan bahwa proses perizinan dua objek wisata tersebut belum tuntas. “Bangunan sudah berdiri tetapi perizinan masih berproses. Kondisi ini sangat disayangkan. Bupati Kabupaten Semarang, Ngesti, harus tegas terhadap para pengusaha yang tidak tertib aturan. Ada apa itu kok Bupati tidak tegas, mestinya ditutup usahanya sebelum izin keluar,” kata Zainal.
YLBH PETIR bahkan mengingatkan potensi sanksi terhadap kepala daerah. “Kalau Bupati Ngesti membiarkan adanya pelanggaran maka bisa dicopot jabatannya,” tegasnya.
Persoalan izin bangunan, kata Zainal, semestinya dimulai dari pengecekan melalui Sistem Informasi Tata Ruang (Simtaru) Kabupaten Semarang. Jika lahan yang digunakan berada di zona hijau atau kawasan perkebunan, maka pembangunan seharusnya dilarang.
Dalam konteks tata ruang, ada sejumlah dokumen penting yang wajib dimiliki pelaku usaha sebelum mendirikan bangunan. Salah satunya adalah PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), sebagai penentu awal apakah kegiatan usaha sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR). Setelah itu, kajian teknis DPU menyusul sebelum diterbitkan izin PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi).
“Baik objek wisata Celosia 2 Bandungan dan Dusun Semilir Bawen, tidak ada kajian teknis dan konstruksi pembangunan hotel/villa dan wahana permainan, menurut laporan DPU,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, pihak Dusun Semilir memberikan penjelasan. Shenita Dwiyansany, HC Manager Legal dan QA Manager Dusun Semilir, menyebut bahwa pihaknya telah memiliki IMB. Ia juga menegaskan bahwa Simtaru tidak serta merta melarang pembangunan di zona hijau. “Lahan hijau bukan berarti tidak boleh mendirikan bangunan,” kata Shenita.
Menanggapi persoalan ini, Bupati Semarang Ngesti Nugroho menyatakan akan segera menggelar rapat koordinasi. “Investasi di Kabupaten Semarang harus berjalan, namun proses perizinan wajib dilalui secara prosedur,” ujarnya.
Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Semarang, Wisnu Wahyudi, turut bersuara. Ia menekankan perlunya penegakan aturan. “Pelaku bisnis wisata harus mematuhi dan melengkapi persyaratan perizinan. Pemkab, terutama bagian perizinan, wajib menjalankan fungsi pengawasan dengan baik,” kata Wisnu.
Pandangan redaksi
Dalam lanskap pembangunan wisata, tarik-menarik antara investasi dan regulasi bukanlah hal baru. Tapi ketika pengawasan longgar dan regulasi dianggap bisa ditawar, kepercayaan publik justru menjadi harga yang mahal untuk ditebus.(Sdq/BN/Red)
Tinggalkan Balasan