HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

BMKG Prediksi Puncak Musim Hujan di Indonesia

Laporan: Tambah Santoso

KUDUS, HARIAN7.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim penghujan di Indonesia terjadi pada Desember 2025 dengan intensitas curah hujan tinggi, bahkan diperkirakan melebihi 300 milimeter. Sejumlah wilayah yang berpotensi terdampak antara lain Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Papua Selatan.

Khusus di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah, BMKG memperkirakan puncak musim hujan akan berlangsung pada Januari hingga Februari 2026. Pada periode tersebut, potensi cuaca ekstrem diprediksi meningkat, dengan ancaman banjir dan tanah longsor di sejumlah daerah.

Menanggapi kondisi tersebut, pengamat lingkungan sekaligus anggota Dewan Sumber Daya Air Jawa Tengah, Hendy Hendro, menekankan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.

Baca Juga:  Polres Nganjuk Dukung Penanaman Jagung Serentak Bersama Santri se-Jatim, Dorong Kemandirian Pangan

“Perubahan cuaca saat ini berlangsung cepat dan ekstrem. Jika tidak diantisipasi sejak dini, risiko bencana bisa meningkat,” ujar Hendy saat dihubungi, Senin (15/12/2025).

Menurutnya, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memantau informasi cuaca secara rutin, disertai pemantauan langsung di lapangan untuk mengidentifikasi wilayah rawan longsor dan banjir. Selain itu, pembangunan serta pemeliharaan sistem peringatan dini dinilai krusial agar masyarakat memperoleh informasi secara cepat dan akurat.

Hendy juga menyoroti pentingnya sosialisasi kepada masyarakat terkait mitigasi dan penanggulangan bencana, penguatan koordinasi lintas sektor, serta kesiapan sumber daya jika kondisi darurat terjadi.

Baca Juga:  Tanggapan Bupati Cilacap Terhadap Pandangan Umum Fraksi DPRD Terkait Raperda RPJMD 2025-2029

“Pemerintah daerah harus memastikan infrastruktur, terutama bangunan air seperti tanggul dan bendungan, dalam kondisi optimal menghadapi curah hujan tinggi,” tegasnya.

Ia menambahkan, kesiapsiagaan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga harus melibatkan masyarakat hingga tingkat paling bawah.

“Tim tanggap darurat perlu disiapkan mulai dari RT, desa, hingga kabupaten. Latihan dan simulasi bencana di wilayah rawan juga harus rutin dilakukan,” lanjut Hendy.

Untuk wilayah Kabupaten Kudus, kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem difokuskan pada daerah atas seperti Kecamatan Gebog dan Dawe yang rawan longsor. Sementara wilayah bawah, meliputi Kecamatan Kaliwungu, Undaan, Jati, Mejobo, dan Jekulo, berpotensi mengalami banjir.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus, terdapat sekitar 50 desa rawan bencana. Rinciannya, 16 desa berpotensi mengalami longsor dan 34 desa lainnya rawan banjir.

Baca Juga:  Benny Hasibuan: Kedekatan Eksekutif–Legislatif Bukan Alasan untuk Fitnah

“Kondisi ini membutuhkan penanganan yang lebih serius dan terencana, terutama dalam menghadapi bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem,” tandasnya.

Selain langkah kesiapsiagaan yang telah dilakukan BPBD bersama instansi terkait, upaya pencegahan dini dinilai sangat penting. Pemeriksaan lapangan secara rutin perlu dilakukan, seperti mendeteksi retakan pada tebing atau lereng, memperbaiki tanggul sungai yang bocor, serta membersihkan sampah yang menyumbat aliran sungai.

Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu menekan risiko bencana dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan saat puncak musim hujan melanda. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!