Bupati Ngawi Tegas: Karnaval 17-an Wajib Digelar di Setiap Kecamatan
Laporan: Budi Santoso
NGAWI | HARIAN7.COM – Sejumlah kecamatan di Kabupaten Ngawi belakangan ramai disorot. Bukan karena kesiapan menyambut Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, justru sebaliknya karena kabar batalnya karnaval budaya tahunan yang biasa jadi ajang pesta rakyat.
Isu itu menyulut kegelisahan para pelaku usaha kecil, terutama UMKM yang menggantungkan penghasilan dari gegap gempita perayaan 17 Agustusan. Sebut saja penyewa kostum tradisional dan modern, pengusaha sound system, pedagang kaki lima, pengrajin kain, hingga seniman lokal. Bagi mereka, karnaval bukan sekadar selebrasi itu momentum panen setahun sekali.
Keresahan itu akhirnya diadukan langsung kepada Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono. Rabu siang, 30 Juli 2025, beberapa perwakilan pelaku usaha dan seniman mendatangi kediaman bupati di Jalan Hasanudin. Mereka datang membawa harap, sembari membawa kisah kegundahan dari pelosok kecamatan.
Bagus Sajiwo, perwakilan dari Kecamatan Widodaren, menyampaikan langsung kegelisahannya. Ia mengaku kaget saat tahu Camat Widodaren membatalkan karnaval secara sepihak. Padahal, sebelumnya sudah diumumkan bahwa karnaval digelar pada 19 Agustus. Pesanan kostum sudah masuk, bahkan ada yang sudah dibayar panjar. Produksi pun sudah berjalan.
“Kami minta pada Bapak Bupati selaku bapak kami, untuk memberi jalan. Teman-teman ini jujur, panennya ya sekali dalam setahun pas karnaval 17-an. Kami sudah menerima banyak pesanan dari perseorangan, instansi, maupun sekolah. Bahkan kami sudah di-DP. Tahu-tahu Pak Camat Bowo menghubungi kami bahwa karnaval tidak jadi diadakan. Kami jelas kalang kabut,” terang Bagus, yang diamini rekan-rekannya.
Keluhan serupa datang dari Kecamatan Kedunggalar. Endang Setyowati, pemilik salon dan persewaan baju adat “Kencana Wungu”, menyebut bahwa camat setempat memastikan tahun ini tidak ada karnaval.
“Kami memohon Pak Bupati supaya tradisi pawai budaya 17-an tetap dilaksanakan. Kami sudah terlanjur belanja bahan kostum dan siap berkarya,” katanya.
Sementara itu, Ristiana, perias dari Desa Dawung, Kecamatan Jogorogo, menyampaikan harapan agar pawai budaya tidak dimatikan. “Sowan kami ini banyak didukung oleh seniman se-Ngawi dengan pengharapan yang sama, Pak Bupati,” ucapnya.
Tak tinggal diam, Mas Ony sapaan akrab Bupati langsung bereaksi. Di hadapan para tamu yang datang ke rumahnya, ia menelepon langsung Sekda Kabupaten Ngawi Mokh. Sodiq Tri Widiyanto, Kepala DPMD Kabul Tunggul Winarno, serta Camat Kedunggalar, Moh. Nur Arifin, agar segera menindaklanjuti aspirasi tersebut.
“Kegiatan setahun sekali ini sangat penting dilakukan sebagai wujud memperingati Hari Kemerdekaan. Dulu para pahlawan merebut kemerdekaan dengan jiwa, raga, bahkan nyawa. Nah, sekarang kita tinggal memperingati saja, masa keberatan?” tegas Ony.
Ia juga menekankan pentingnya nilai nasionalisme yang bisa ditanamkan melalui karnaval, terutama pada anak-anak sekolah. Selain itu, lanjutnya, perayaan ini turut menggerakkan roda ekonomi masyarakat dan memberi hiburan rakyat. “Saya pikir masyarakat juga faham arti jer basuki mowo beyo. Dan para camat, jangan takut mengadakan selama itu digunakan untuk kebaikan,” ucapnya.
Dukungan pada sikap tegas bupati datang dari masyarakat bawah. Di warung kopi belakang Mal Pelayanan Publik dekat Tugu Kartonyono, sekelompok warga menyampaikan pandangannya. Kirun, Irwan, Jacky, Rony, dan kawan-kawannya sepakat: pawai 17-an adalah jantung perayaan kemerdekaan.
“Kalau gak ada karnaval, ya sepi. Kayak nggak terasa. Ada yang hilang. Kalau pun ada iuran pada anak-anak kami yang sekolah, kami paham kok. Wong memang buat pawai. Kami senang anak kami bisa tampil memakai pakaian adat. Itu momen yang kami tunggu,” kata mereka nyaris bersamaan sambil menyeruput kopi.(*)
Tinggalkan Balasan