Ilustrasi
Laporan: Rusmono | Kaperwil Jateng
Editor: Muhamad Nuraeni
SEMARANG | HARIAN7.COM – Satu demi satu, benang kusut skandal korupsi pengadaan tanah di Kabupaten Cilacap mulai terurai. Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah kembali menetapkan satu tersangka baru. Inisialnya IZ. Ia bukan orang sembarangan—mantan Direktur PT Cilacap Segera Artha (CSA), badan usaha milik daerah yang jadi episentrum perkara ini.
“Pada hari ini juga berdasarkan alat bukti yang diperoleh penyidik maka terhadap kasus pembelian lahan oleh BUMD CSA Cilacap tambah tersangka baru inisial IZ, hari ini penahanan 20 hari ke depan. Dia mantan direktur CSA,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jateng, Lukas Alexander Sinuraya, di Semarang, Kamis, 8 Mei 2025.
IZ diduga terlibat dalam pembelian lahan seluas 700 hektare yang sebelumnya dikelola oleh PT Rumpun Sejahtera Abadi (RSA). Lahan itu sejatinya merupakan aset yayasan milik Kodam IV/Diponegoro. Namun, entah dengan dasar legalitas seperti apa, tanah tersebut kemudian dijual kepada PT CSA dalam rentang waktu 2023 hingga 2024.
Transaksinya tak main-main: Rp 237 miliar. Saat transaksi berlangsung, IZ menjabat rangkap sebagai Pelaksana Tugas Direktur Perumda Kawasan Industri Cilacap dan Direktur PT CSA. Sedangkan Direktur PT RSA, ANH, telah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
“Jadi karena ini uang negara yang dikelola BUMD, dalam pengelolaan harus ada aturan yang berlaku, namanya uang negara. Salah satunya prinsip kehati-hatian,” tegas Lukas.
Namun realitas berkata lain. Meski uang ratusan miliar telah mengalir, tanah yang dibeli tak kunjung beralih kepemilikan. PT CSA tak bisa mengklaim hak atas tanah yang telah dibayar lunas itu. Penyebabnya: Kodam IV/Diponegoro merasa masih menjadi pemilik sah lahan tersebut. Secara fisik, penguasaan atas tanah pun tetap berada di tangan Yayasan Diponegoro.
“Perusahaan (PT RSA) yang diharapkan bisa kelola tanah milik yayasan tersebut sehingga bisa berkontribusi, tapi aset itu dijual. Intinya PT CSA melakukan pembelian tanah dengan PT Rumpun yang direkturnya ANH. Setelah bayar Rp 237 miliar, tanah itu tidak dimiliki PT CSA,” ungkap Lukas dalam konferensi pers sebelumnya, Rabu, 30 April 2025.
“(Tanah tidak bisa dimiliki PT CSA) Karena pihak Kodam merasa memiliki tanah dan memang penguasaan fisik dikuasai Kodam lewat Yayasan Diponegoro,” imbuhnya.
Catatan Redaksi
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan dalam tata kelola keuangan BUMD yang masih kerap luput dari pengawasan ketat. Sementara negara kembali harus menanggung kerugian dari kelalaian para pejabatnya sendiri.