Seminar Bedah Kritis Masa Depan Penegakan Hukum Nasional Pasca KUHP Baru
SEMARANG | HARIAN7.COM – Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES) kembali menjadi ruang dialektika akademik melalui pelaksanaan Seminar PSC KUHP Nusantara
Seminar ini mengusung tema sentral “Quo Vadis Lembaga Penegak Hukum Pasca Pengesahan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional”, dengan fokus utama telaah kritis terhadap tiga institusi utama: Polri, Kejaksaan, dan Lembaga Pemasyarakatan.
Lima narasumber dari lingkungan akademik FH UNNES yang juga aktif dalam riset hukum pidana dan sistem peradilan diundang untuk memberikan perspektif yang tajam dan reflektif.
Acara ini berhasil menghimpun ± 80 peserta, mayoritas berasal dari kalangan aktivis mahasiswa, yang menunjukkan minat dan kepedulian tinggi terhadap isu transformasi hukum pidana nasional.
Adapun yang menjadi narasumber dalam acara tersebut antara lain:
1. Dr. Bagus Hendradi Kusuma, S.H., M.H (Akademisi FH UNNES dan Pengurus Pusat Studi Adhyaksa);
2. Mutmainah Nur Qoiri,.H., M.H (Akademisi FH UNNES dan Peneliti Advokat);
3. Diandra Preludio Ramada, S.H., M.H. (Akademisi FH UNNES / Pengurus Pusat Studi Penitensier);
4. Didik Purnomo, S.H.,.H (Akademisi FH UNNES dan Pakar Hukum Penitensier);
5. Benny Sumardiana, S.H., M.H. (Akademisi FH UNNES / Pengamat Kepolisian RI).
Hasil seminar menyimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut:
Pertama, pentingnya melakukan kajian komprehensif terhadap KUHP baru dari sudut pandang keluarga hukum tradisional dan hukum agama, termasuk pembandingan dengan sistem common law. Perspektif ini dipandang lebih relevan dan dekat dengan karakteristik sosiokultural Indonesia dibandingkan hanya berorientasi pada civil law system semata.
Kedua, seluruh aparat penegak hukum harus mulai mengadopsi pendekatan lintas sistem hukum tersebut. Hal ini dilandasi oleh pemahaman bahwa mereka bukan sekadar aparat penegak undang-undang, melainkan penegak keadilan substantif yang hidup dalam masyarakat.
Ketiga, dengan diperluasnya asas legalitas secara materiel dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP Nasional, Indonesia tengah memasuki babak baru dalam hukum pidana. Kondisi ini menuntut lahirnya generasi baru profesional hukum yang memahami hukum sebagai manifestasi nilai sosial, bukan sekadar norma normatif.
Keempat, seluruh elemen masyarakat aparat penegak hukum, akademisi, mahasiswa, hingga publik luas harus bersiap menghadapi diberlakukannya KUHP Nasional pada 2 Januari 2026. Adaptasi terhadap norma-norma baru dan pemahaman atas sistem nilainya menjadi tanggung jawab bersama.
Kelima, mahasiswa sebagai agen perubahan perlu memperkuat daya kritis dan peran kontrol sosial terhadap dinamika penegakan hukum. Sebagai interpretasi suara masyarakat, mereka perlu memahami ketimpangan fungsi antar institusi, seperti yang terlihat dalam kewenangan penyelidikan dan penyidikan yang dimiliki baik oleh Kejaksaan (berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2021) maupun Kepolisian (berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002). Tumpang tindih ini berpotensi mencederai prinsip check and balance dalam sistem hukum nasional.
Keenam, mencuatnya rencana revisi terhadap KUHAP dan UU Kejaksaan oleh DPR RI dinilai berpotensi melemahkan sinergitas antar institusi penegak hukum. Beberapa pihak bahkan menyuarakan kemungkinan judicial review terhadap UU Kejaksaan sebagai bentuk kontrol konstitusional yang sah dalam sistem demokrasi.
Dengan semangat pembaruan hukum yang responsif dan partisipatif, Seminar PSC KUHP Nusantara menjadi momentum penting dalam mendorong pemikiran kritis dan penyusunan strategi hukum ke depan.
Diharapkan, forum ini melahirkan kesadaran kolektif bahwa keberhasilan penegakan hukum di Indonesia bukan hanya ditentukan oleh teks undang-undang, tetapi oleh kapasitas moral, intelektual, dan integritas para penegaknya serta peran aktif masyarakat dalam mengawalnya.
Tinggalkan Balasan