Mendorong Pembentukan BUMD untuk mengembangkan Pasar Sehat di Salatiga
Ditulis Oleh: Yakub Adi Krisanto SH MH
OPINI | HARIAN7.COM – Berdasarkan Perwali No.38 Tahun 2018, terdapat dua jenis pasar daerah yaitu pasar umum dan pasar khusus. Pasar umum di Salatiga antara lain Pasar Raya I, Pasar Raya II, Pasar Blauran I, Pasar Blauran II, Pasar Rejosari, Pasar Jetis, Pasar Tamansari, Pasar Cengek, Pasar Sayangan, Pasar Krenceng, Pasar Eks Hasil, dan Pasar Pagi. Sedangkan pasar khusus antara lain Pasar Ayam, yang memperjualbelikan berbagai jenis unggaas, Pasar Ayam Higienis, yang memperjualbelikan ayam potong dan ikan segar, Shopping Center, yang khusus mcmperjualbelikan barang bekas (klithikan), Pasar Banyu Putih, yang memperjualbelikan unggas dan hewan/pakan ternak, Pasar Andong, yang memperjualbelikan barang bekas (klithikan) dan aksesoris, Pasar Sepeda, yang memperjualbelikan perlengkapannya, dan Pasar Tani, yang memperjualbelikan hasil produk pertanian.
Pemkot Salatiga perlu berani mengambil 1-2 pasar umum untuk dijadikan percontohan (pilot project) pasar sehat mengacu Permenkes No. 17 Tahun 2020. Pemenuhan kriteria pasar sehat dapat mendorong tercapainya tujuan pengelolaan, pemberdayaan dan perlindungan pasar tradisional yaitu menciptakan pasar tradisional yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat. Tujuan tersebut sesuai dengan pendekatan pasar sehat merupakan suatu upaya yang bersifat integratif dan sinergi dengan berbagai upaya lainnya yang mampu menjamin kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat sehingga seluruh aktifitas di dalam pasar dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan peruntukkan.
Pasar rakyat di Salatiga baik pasar daerah umum maupun khusus perlu dilakukan revitalisasi agar bisa bertransformasi menjadi pasar sehat. Terlepas dari pendekatan pasar sehat yang diajukan oleh Kementerian Kesehatan, kaidah hukum yang mengatur pengelolaan pasar tradisional perlu dilakukan audit pengelolaan pasar yang meliputi kebijakan perencanaan, perizinan, penataan, pemanfaatan, pengembangan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, pembinaan dan evaluasi serta penegakan hukum. Audit ini dilakukan untuk mendorong pemahaman terhadap identifikasi kekuatan, kelemahan, kesempatan daan ancaman (SWOT) keberadaan pasar tradisional.
Pengaturan pengelolaan pasar sudah mencukupi apalagi ditinjau dari waktu pengundangan. Namun dalam prakteknya, hanya aspek prosedur semata seperti waktu operasional, perizinan, atau pendataan pedagang pasar, termasuk Kartu Tanda Pengenal Pedagan (KTPP) dan Surat Ijin Penempatan (SIP). Dari aspek prosedur ini, kepatuhan perlu dievaluasi misalnya waktu operasional. Pasar pagi dengan waktu operasional pukul 01.00 WIB sampai dengan 06.30 WIB sering tidak dipatuhi oleh pedagang dan/atau pemerintah. Tentu aspek substansi pengelolaan pasar dilakukan namun belum mampu merubah wajah pasar tradisional sebagaimana telah dicanangkan dalam Perda.
Selain audit untuk kepentingan evaluasi, perlu ditawarkan alternatif aspek pengelola atau pihak yang mempunyai kewenangan mengelola pasar tradisional. Aspek kelembagaan ini perlu dikaji juga apakah ada faktor kelembagaan yang menyebabkan pasar tradisional di Salatiga belum mampu mencapai tujuan yang dikemukakan di Perda. Sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (1) Perda No. 12 Tahun 2013, “Walikota melalui SKPD yang membidangi perdagangan dan pasar melakukan pembinaan secara teknis, administrasi dan keuangan atas pengelolaan, pemberdayaan, dan perlindungan pasar tradisional.” Kaedah hukum ini menegaskan yang sudah diatur dalam pasal 6 ayat (2) Perda No. 12 Tahun 2013, “Tugas, kewajiban , dan wewenang Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi perdagangan dan pasar.”
Selanjutnya untuk aspek kelembagaan ini, untuk efektifitas teknis pengelolaan pasar daerah dibentuk UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pasar (Pasal 20 ayat (1) Perda No. 12 Tahun 2013). Sederhananya struktur organisasi UPT Pasar yang harus mengelola pasar baik pasar umum dan khusus dapat mengurangi kemampuan melaksanakan tugas yang salah satunya menumbuhkankembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan pasar tradisional (Pasal 6 ayat (3) huruf a Perda No. 12 Tahun 2013). Apakah kesederhanaan struktur kelembagaan ini telah berpengaruh terhadap kondisi pasar tradisional di Salatiga yang seolah tidak mengalami perubahan dari aspek tertib, teratur, aman, bersih dan sehat.
Perda No. 12 Tahun 2013 ini relatif visioner yang membuka peluang pengelolaan pasar tradisional diselenggarakan tidak hanya UPT Pasar. Selain UPT Pasar, Perda memungkinkan pengelolaan pasar dilakukan oleh Perusahaan Daerah, Badan Layanan Umum Daerah atau Kerjasama dengan pihak ketiga (Pasal 22 ayat (1) Perda No. 12 Tahun 2013). Terbukanya alternatif pengelolaan pasar tradisional dengan terlebih dahulu melakukan kajian atau analisis. Analisis terhadap pengelolaan pasar tradisional dapat dilakukan dengan menggunakan metode kerjasama hexa-helix dan/atau collaborative governance. Kedua metode tersebut dapat digunakan terpisah atau bersama-sama, karena keduanya bertujuan melakukan analisis dengan berbasis pemangku kepentingan (stakeholder).
Firmansyah mengemukakan konsep hexahelix adalah konsep pemetaan pemangku kepentingan secara komprehensif. Konsep hexahelix merupakan kolaborasi quadruplehelix dan quintuple helix innovation sebagai solusi yang mampu mewujudkan percepatan program-program yang telah ditetapkan melalui sinergi antar elemen yang ada (Rosyidatuzzahro Anisykurlillah, 2024). Kekomprehensifan konsep hexahelix karena mencakup enam pemangku kepentingan (stakeholder) dalam melakukan pemetaan permasalahan. Enam pemangku kepentingan tersebut antara lain pemerintah, dunia usaha, universitas, NGO, media massa dan masyarakat (Retno Sunu Astuti, dkk., 2020). Kelvin mengemukakan konsep helix didasarkan pada gagasan bahwa kolaborasi antar aktor dalam pembangunan multi sektor penting dilakukan karena proses, tujuan, dan tantangan-tantangan yang dihadapi akan semakin kompleks (Rosyidatuzzahro Anisykurlillah, 2024).
Kolaborasi Hexahelix dalam mengkaji pasar tradisional dapat ditopang dengan tata kelola kolaboratif (collaborative governance). Ansell dan Gash mendefinisikan collaborative governance merupakan cara pengelolaan pemerintahan yang melibatkan secara langsung pemangku kepentingan di luar pemerintahan atau negara, berorientasi pada konsensu dan musyawarah dalam proses pengambilan keputusan kolektif yang bertujuan untuk membuat atau melaksanakan kebijakan public serta program-program public (Retno Sunu Astuti, dkk., 2020). Retno Sunu Astuti (2020) menyimpulkan bahwa collaborative governance merupakan cara pengelolaan “sesuatu hal” yang melibatkan semua pemangku kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, berorientasi dan terjadi musyawarah dalam proses pengambilan keputusan kolektif, dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Menggunakan pendekatan hexahelix dengan tata kelola kolaboratif dalam mengkaji revitalisasi komprehensif keberadaan pasar tradisional di Salatiga perlu didorong. Menempatkan pasar tradisional tidak hanya sekedar tempat bertemunya penjual-pembeli, namun keberadaannya mampu memberikan nilai lebih bagi pemangku kepentingan. Pasar tradisional tidak hanya nyaman (baca: bersih, teratur, aman, sehat), melainkan juga mampu berkontribusi pada peningkatan pendapatan daerah dan ekonomi masyarakat yang berkecimpung di dalamnya. Termasuk mengkaji apakah masih tetap akan mempertahankan pengelolaan dengan mengandalkan lembaga seperti UPT Pasar, ataukah perlu adanya peningkatan dari aspek kelembagaan.
PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD menempatkan BUMD sebagai pelaksana pelayanan public, turut membantu pengembangan usaha kecil dan menengah, sekaligus salah satu penyumbang penerimaan daerah baik dalam bentuk pajak, deviden maupun hasil privatisasi. BUMD yang berfungsi melakukan pengelolaan, pemberdayaan dan perlindungan pasar tradisional bisa menjadi pilihan alternatif. Baik dalam bentuk Perum maupun Perseroda ditentukan setelah melakukan kajian baik dengan menggunakan pendekatan hexahelix maupun collaborative governance. Jumlah dan jenis pasar menjadi faktor urgensi pembentukan BUMD yang sudah tidak dapat ditangani dengan baik dan optimal melalui kelembagaan UPT Pasar.
Berita sebelumnya:
Tinggalkan Balasan