Pelaku Kuliner di Umbul Senjoyo Keluhkan Sepi Pengunjung, Setiap Hari Terus Merugi, Dedy: ‘Gencarnya Bantuan Cuma Melihat di Berita, Saya Tak Pernah Dapat’
![]() |
Dedy, salah satu pedagang di Wisata Umbul Senjoyo. |
Laporan: Tedy Mulyawan
Editor: Wahyu Widodo
UNGARAN,harian7.com – Sejak bulan Maret tahun 2020 Corona atau Covid-19 melanda di Indonesia, dan pada 2 Maret 2020 Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama pasien terinfeksi virus tersebut.
Kemunculan virus Corona tersebut tentunya menjadi pukulan berat bagi perekonomian Indonesia. Seluruh sektor usaha.Tak terkecuali usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ikut terkena imbas.
Selain itu, juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi terpuruk pada titik nadir. Para pelaku ekonomi baik di pusat maupun di daerah mengeluh karena usahanya kolaps. Tak terkecuali para pelaku ekonomi usaha mikro dan kecil yang bergerak di produk kuliner.
Seperti yang dialami para pelaku usaha Kuliner di Kawasan Wisata Umbul Senjoyo, Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang.
Salah satu pelaku usaha rumah makan Lesehan Umbul Senjoyo di wilayah Umbul Senjoyo, Yuni (48) warga Dusun Krajan RT5 RW 2 Desa Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, mengakui pendapatannya selama pandemi Covid – 19 sangat menurun drastis. Sehingga saat ini kondisinya semakin terpuruk, pasalnya cicilan di bank terus berjalan.
“Kami mulai membuka usaha kuliner dengan menyewa lahan. Dan sebagai modalnya meminjam ke bank pada November 2019. Dulu sebelum pandemi melanda cicilan bank lancar, karena omset kami mencapai Rp 15 juta setiap bulanya. Namun saat ini modalnya saja terkadang tidak kembali,”kata Yuni saat ditemui harian7.com, Rabu (11/8/2021).
![]() |
Kondisi warung nampak sepi pengunjung. |
Dibeberkan Yuni, perbandingan yang sangat kontras ketika pandemi melanda dan dalam masa PPKM sekarang ini omset hanya sekitar Rp 150 hingga Rp 200 ribu sehari.
Ditanya mengenai keuntungannya, Yuni menyebut justru kerap rugi lantaran sepi pembeli, karena pengunjung sepi.”Sama sekali gak untung, malah kami sudah lama merugi, setiap hari rugi karena kami harus membayar gaji 2 orang karyawan Rp 200 ribu, belum modal bahan, listrik dan lain2,”terangnya.
Demi bertahan hidup,lanjut Yuni, ia terpaksa tetap membuka usahanya.”Warung dibuka ya rugi, tapi kalau ditutup kami juga rugi, karena khawatir bangunan warung rusak. Meski kondisi sepi tetap dibuka, untuk bertahan hidup, serta jika ada untung buat bayar cicilan pinjaman di bank yang dulu sebagai modal untuk sewa lahan,”jelasnya.
Ketika disinggung harian7.com, mengenai bantuan dari pemerintah, Yuni menyampaikan jika dirinya saat ini tidak pernah mendapat bantuan.”Sama sekali belum ada, hanya sekali pernah awal pandemi melalui dana desa untuk saya pribadi. Selebihnya belum ada,”ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Dedy (48). Disebutkanya jika mengenai bantuan dari pemerintahan setempat tidak pernah ia terima.”Soal bantuan saya hanya melihat pemberitaan di media – media saja, bahkan bantuan UMKM juga belum pernah dapat,”ucapnya.
Dengan kondisi tersebut, Yuni dan Dedy hanya bisa berharap kepada pemerintah setempat, untuk diperhatikan.”Saya juga berharap mendapatkan bantuan, untuk sedikit meringankan beban karena setiap hari sudah tombok saat berjualan ditambah beban untuk membayar cicilan bank,”pungkasnya.(*)
Tinggalkan Balasan