UIN Salatiga Gelar Lokakarya Imsakiyah, M Rifa: Alam itu bersifat tidak statis namun dinamis
Laporan: Hijri Adi Ridwan
SRAGEN | HARIAN7.COM – Sudah menjadi agenda rutin setiap tahunnya, Fakultas Syari’ah (FaSya) menggelar Lokakarya Imsakiyah.
Bekerjasama dengan Kemenag Kabupaten Sragen, tahun ini Lokakarya Imsakiyah digelar di ruang pertemuan Kemenag Sragen, Kamis (2/3/2023).
Turut hadir dalam kegiatan ini ormas NU, Muhammadiyah, LDII, MTA, para guru Pendidikan Agama Islam di Sragen serta tokoh-tokoh agama dan masyarakat sekitar.
Kankemenag Sragen Ihsan Muhadi, S.Ag., M.Si., dalam sambutanya mengatakan bahwa Lokakarya adalah kegiatan yang biasanya menjadi tradisi orang-orang berilmu dan para ulama.
Sehingga mengikuti dan belajar menangkap isi lokakarya yang digelar adalah salah satu wujud komitmen kita untuk berkhidmat kepada masyarakat dengan keanekaragamannya agar bangsa ini tetap damai.
“Hasil dari Lokakarya, diharapkan hadirin bisa belajar memahami, mendalami, mengamalkan dan mensosialisasikan outputnya. Menjadi kesempatan yang sangat baik terselenggaranya kegiatan ini karena jarang Kemenag mengadakannya, biasanya hanya menjadi peserta,”katanya.
Selanjutnya Prof. Dr. Ilyya Muhsin Dekan FaSya UIN Salatiga mengatakan bahwa melihat kebiasaan yang berlangsung yaitu perbedaan harus menjadi rahmat bagi kita, karena kita tahu masing-masing perbedaan memiliki dasar yang kuat dan bisa dipertanggung jawabkan.
“Ilmu yang terkandung dalam lokakarya ini sangat sekali menarik untuk dipelajari. pada FaSya UIN Salatiga, konsentrasinya diprogram studi (prodi) Hukum Keluarga Islam (HKI) rumpun ilmu falak diberikan kepada mahasiswa sebagai bekal mereka untuk menjadi regenerasi menggantikan para ilmuan dan ulama masa depan dalam menentukan jadwal penentuan awal bulan suci Ramadhan. Maka mensosialisasikan kepada hadirin untuk anak-anak mereka bila berminat menempuh studi Sarjananya di FaSya UIN Salatiga,”ucap Ilyya.
Ketua Pimpinan Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Karanganyar Ruswa Darsono, S.T., selaku pemateri menyampaikan, output dari lokakarya ini adalah jadwal imsakiyah, jadwal yang memuat waktu memulai dan menyudahi puasa (mulai menahan makan minum dan lainnya, menyudahi dengan berbuka) dan waktu-waktu shalat pada Bulan Ramadhan.
Imam Al-Mawardi menulis di dalam kitab Iqna’-nya, yaitu: “Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar kedua sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi (akan lebih baik bila) orang yang berpuasa melakukan imsak (menghentikan makan dan minum) sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari agar ia menyempurnakan imsak (menahan diri dari yang membatalkan puasa) di antara keduanya.” (lihat Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqnaa’[Teheran: Dar Ihsan, 1420 H] hal. 74), jelasnya Darsono”.
Tanya jawab
Mario menenyakan perihal pemahaman masyarakat secara global sampai sekarang bahwa batas memulai puasa adalah dari jadwal imsyak yang tersebar.
Kemudian terkait penjelasan adanya jeda waktu imsyak beragam dari 5-12 menit masih diperbolehkan sahur sampai batas akhir yaitu waktu subuh adalah sebenarnya awal memulai puasa. Bagaimana cara mensosialisasikan hal tersebut.
Menjawab itu, Darsono dan M Rifa Jamaludin Nasir (dosen Falak FaSya UIN Salatiga) mengatakan, apabila jeda waktu tersebut disebarkan umum tanpa penjelasan rinci oleh ulama atau orang/guru yang memahami ilmunya, dikawatirkan akan berbahahaya dalam artian penerimaan masyarakat akan beragam.
“Sehingga jadwal imsyak tu sangat penting, untuk memberikan pengingat batasan waktu berpuasa dan shalat yang mudah diterima oleh masyarakat,”jawabnya.
Penanya berikutnya, Nikmatul Ula seorang penyuluh menanyakan tentang bagaimana pandangan pemateri dengan jadwal shalat abadi yang sering kita temukan dibeberapa tempat ibadah. Apakah jadwal tersebut bisa digunakan sebagai jadwal setiap tahunnya kita berpuasa.
Rifa menjelaskan bahwa sebenarnya jadwal abadi sudah ketinggalan, karena tidak ter-update. Apalagi sekarang jadwal shalat sudah bisa ter-update dan mudah bisa diakses di manapun seperti pada kalender dan internet.
“Alam itu bersifat tidak statis namun dinamis, sehingga ada kemungkinan besar setiap tahun ada perubahan. Akibat dari hal tersebut, jadwal sholat penting untuk melihat topografi masing-masing tempat. sehingga pasti ada perbedaan dari lokasi satu dengan lainnya,”jelas Rifa.(*)
Tinggalkan Balasan