HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Tangan Mungil, Jiwa Besar: Festival Dalang Anak Pekalongan Menyihir Penonton

PEKALONGAN | HARIAN7.COM – Suara gamelan mengalun, layar kelir berdiri anggun, dan tangan-tangan mungil para dalang cilik menari lincah memainkan tokoh-tokoh pewayangan. Itulah suasana hangat penuh warna dalam Festival Dalang Anak Tingkat Kabupaten Pekalongan, sebuah panggung yang mempertemukan tradisi dengan semangat muda.

Sebanyak 12 dalang cilik dari 4 sanggar seni unjuk gigi, membawakan lakon-lakon klasik dengan gaya khas masing-masing. Riuh tepuk tangan penonton menjadi saksi, bahwa warisan budaya ini tak pernah kehilangan pesona, bahkan di tangan generasi belia.

Baca Juga:  Skandal di Balik Pintu Toilet Masjid, Oknum Guru dan Siswi SMK Negeri 1 Kendal Digerebek Warga

Dari balik layar kelir, tampil sosok yang mencuri perhatian: Abid Aqila Pranaja, siswa kelas 7A SMP Negeri 1 Kedungwuni. Dengan suara lantang dan gerak halus, ia menghidupkan karakter wayang hingga seakan bernafas. Karya dan kepiawaiannya pun mengantarkan Sanggar Seni Madukara asal Doro meraih prestasi membanggakan, Juara 1 Kategori B usia 12 tahun.

Baca Juga:  DPC GRIB JAYA Purbalingga, Gelar Silaturahmi Kuatkan Persaudaran dan Satu Komando

Bagi Abid, kemenangan ini bukan akhir, melainkan gerbang menuju panggung yang lebih besar. Ia kini bersiap mewakili Kabupaten Pekalongan dalam Festival Dalang Anak Tingkat Provinsi Jawa Tengah yang akan berlangsung pada 5 Oktober 2025 di Semarang.

Di balik keberhasilan itu, ada doa dan dukungan dari keluarga. Dengan mata berbinar, sang ibu, Rindiani El Noviani, mengungkapkan rasa syukur.

Baca Juga:  Untuk Penuhi Layanan Masyarakat, Sarsipol Banjarnegara Luncurkan Dua Ambulance di RS Emanuel

“Terima kasih kepada seluruh pihak, terutama pemerintah Kabupaten Pekalongan. Semoga Abid mampu membawa nama harum daerah di tingkat provinsi,” ujarnya penuh harap.

Festival ini bukan sekadar kompetisi, melainkan perayaan seni dan ruang pembibitan dalang muda. Dari tangan-tangan kecil itu, wayang menemukan denyut baru—sebuah harapan bahwa pedalangan akan terus hidup, menembus zaman, dan tetap menjadi napas budaya bangsa.(Zil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!