Travel Haji MakTour Disorot, Publik Minta KPK Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji dan Pencucian Uang
Laporan : IlhamP
JAKARTA | HARIAN7.COM – Penanganan dugaan kasus korupsi kuota haji 2023–2024 yang kini tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjadi sorotan publik. Meskipun KPK telah mencegah sejumlah pihak bepergian ke luar negeri termasuk bos travel haji MakTour berinisial FHM hingga saat ini belum ada penetapan tersangka.
FHM diketahui merupakan mertua dari Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Prabowo Subianto, Dito Ariotedjo. Hal ini memicu pertanyaan serta kecurigaan dari berbagai kalangan mengenai lambannya proses hukum dan potensi adanya intervensi politik dalam penanganan kasus.
Salah satu tokoh dari Jemaah Muslim Indonesia, Adis menilai proses penyidikan KPK terkesan lambat dan tidak progresif.
“Jika dilihat dari rentang waktu penyidikan sejak awal Agustus hingga sekarang, belum ada penetapan tersangka. Padahal, sudah ada tiga orang yang dicegah bepergian ke luar negeri,” katanya, Selasa, (19/08/2025).
Maka dari itu, lanjut Adis kami mendesak KPK segera menetapkan tersangka dalam kasus ini. Karena kami khawatir terkait dugaan kompromi politik dalam penanganan kasus yang menimbulkan kesan ada pihak yang coba dilindungi.
“Jangan sampai ada permainan politik di balik kasus ini. Apapun kasusnya, dan siapapun orangnya, KPK harus mengusut tuntas kasus ini secara transparan, karena dugaan kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp. 1 triliun,” tandasnya.
Tidak hanya itu, menurut Adis pihaknya juga mendesak KPK untuk menyelidiki seluruh aset yang terkait dengan perkara ini sekaligus mendalami kemungkinan terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasalnya, dalam proses penggeledahan kantor perusahaan terkait, ditemukan indikasi adanya upaya penghilangan barang bukti oleh oknum tertentu.
Sebagai informasi, dugaan korupsi ini berawal dari pemberian kuota haji tambahan sebanyak 20.000 calon jemaah oleh Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.
Kuota tersebut seharusnya dialokasikan sepenuhnya untuk jemaah haji reguler mengingat panjangnya antrean. Namun, saat itu Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas membagi kuota tersebut menjadi 10.000 untuk jemaah reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus melalui Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024.
Pembagian tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menyebutkan 92 persen kuota harus dialokasikan untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus. Bila mengikuti aturan, kuota tambahan seharusnya dibagi menjadi 18.400 kuota reguler dan 1.600 kuota khusus, bukan 10.000:10.000.
Di sinilah celah dugaan korupsi terjadi. Diduga kuat terdapat pihak-pihak yang menikmati keuntungan dari pembagian 10.000 kuota haji khusus, termasuk di antaranya 8.400 kuota yang dianggap “ilegal”.
Publik pun mendesak KPK untuk bekerja secara independen dan profesional agar kasus ini segera menemui titik terang, serta memastikan tidak ada satu pun pelaku yang lolos dari jerat hukum. (*)
Tinggalkan Balasan