HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Dari Giling, Hukum Turun Gunung: PUSBAKUM UIN Salatiga Meretas Akses Keadilan hingga ke Desa

Laporan: Ulil | Editor: Muhamad Nuraeni

KAB.SEMARANG | HARIAN7.COM — Di sebuah aula sederhana Balai Desa Giling, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, hukum hadir tanpa toga, tanpa intimidasi. Hari itu, Sabtu, 19 Juli 2025, hukum menjelma menjadi sahabat yang bisa diajak berbincang, berdiskusi, bahkan mencurahkan keresahan.

Pusat Bantuan Hukum (PUSBAKUM) UIN Salatiga menjadi penggerak utama dalam penyuluhan bertajuk “Teknik Penyelesaian Sengketa Perkara Pidana dalam Keluarga.” Acara ini bukan sekadar rutinitas akademik, melainkan cermin dari wajah hukum yang ingin dekat, mendengar, dan memahami akar persoalan masyarakat desa.

Kepala Desa: Hukum Harus Dirasakan, Bukan Ditakuti

Kepala Desa Giling, Ahmad Anis Fitriyadi, membuka acara dengan pengakuan jujur yang menyentuh nalar dan nurani. “Banyak kasus dalam keluarga tidak selesai karena ketidaktahuan masyarakat terhadap jalur penyelesaian yang benar,” ujarnya.

Ia menyebut kegiatan ini sebagai kebutuhan mendesak, bukan sekadar formalitas. Lebih dari itu, pemerintah desa juga berencana menyusun buku panduan hukum berbasis lokal yang bisa dibagikan ke warga.

Baca Juga:  Berbagi Berkah Ramadhan: Masjid Resta Pendopo KM 456 dan Lazis Jateng Salatiga Santuni Yatim dan Lansia

PUSBAKUM: Hukum Tak Bisa Selesai Dalam Sehari

Sorotan utama muncul saat Nurrun Jamaludin, S.H.I., M.H.I., CM., SHEL — Sekretaris PUSBAKUM UIN Salatiga — tampil menyampaikan sambutan yang tak hanya normatif, tapi menggugah.

“Kami bukan sekadar datang, menyuluh, lalu pulang. Kami hadir untuk membangun hubungan jangka panjang,” tegas Nurrun. Ia menyebut lembaganya bukan sekadar pelayan hukum, tapi juga penggerak perubahan sosial yang menembus batas birokrasi dan kerumitan prosedural.

Dengan 9 mediator bersertifikat Mahkamah Agung, 21 advokat siap tempur, dan rencana integrasi Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) dengan layanan desa, PUSBAKUM tampil sebagai garda terdepan dalam membumikan keadilan. Tak muluk-muluk, mereka ingin hukum bisa diakses tanpa perlu ke kota.

Materi Penyuluhan: Dari KDRT hingga Sengketa Waris

Dua narasumber tampil lugas dan tanpa tedeng aling-aling. M. Ichsan Hidayat, S.H., memaparkan hak warga atas bantuan hukum gratis dan alur pengajuan permohonan. Sedangkan Wahyu Indriyanto, S.H., membedah strategi penyelesaian perkara pidana dalam keluarga: KDRT, penipuan antaranggota keluarga, warisan, hingga penggelapan.

Baca Juga:  Salatiga Menuju Kota Pendidikan Dunia lewat AIICARE 2025

Yang menarik, penyampaian materi berlangsung interaktif. Warga tak hanya menyimak, tapi juga aktif menceritakan pengalaman: dari kekerasan rumah tangga yang membungkam, hingga ketidakmampuan mengakses keadilan akibat keterbatasan biaya dan informasi.

Bukan Hanya Ceramah, Tapi Gerakan

PUSBAKUM UIN Salatiga tidak hanya bicara teori. Mereka membentuk model pemberdayaan hukum berbasis komunitas yang menempatkan warga sebagai pelaku utama. Melatih paralegal dari warga lokal, membentuk kelompok sadar hukum, dan mengintegrasikan layanan hukum ke dalam pemerintahan desa, jadi langkah nyata menuju kemandirian hukum di akar rumput.

“Persoalan hukum itu tidak selalu soal pengadilan. Seringkali, cukup diselesaikan dengan dialog, mediasi, dan pemahaman bersama,” ujar Nurrun.

Dari Penyuluhan ke Gerakan Hukum Desa

Baca Juga:  Lantunan Sholawat Menggema di Balik Jeruji, Warga Binaan Rutan Salatiga Rayakan Maulid Nabi dengan Khusyuk

Kegiatan ditutup dengan rencana tindak lanjut yang konkret. Mulai dari pelayanan konsultasi hukum rutin di Desa Giling, pemetaan hukum berbasis masalah riil, hingga pelatihan paralegal lokal. Tujuannya satu: menciptakan ekosistem hukum yang hidup di tengah masyarakat desa.

“Kami ingin ada kemandirian hukum di desa. Jangan tunggu masalah besar dulu baru cari bantuan,” kata Wahyu Indriyanto.

Harapan yang Menyala dari Kaki Merbabu

Di akhir acara, langit Desa Giling mungkin masih sama. Tapi ada sesuatu yang berubah di dalam benak dan hati warganya. Harapan akan keadilan yang bisa diraih tanpa harus takut atau membayar mahal.

“Kami akan kembali. Bukan sebagai tamu, tapi sebagai bagian dari perjuangan masyarakat desa,” pungkas Nurrun Jamaludin.

Dari Desa Giling, hukum tak lagi menjadi menara gading. Ia turun ke bumi, menyapa warga, dan menyulut nyala keadilan dari desa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!