Pasar Papringan Jadi Kelas Hidup di Tengah Rimbunnya Bambu Temanggung, Walking Tour “Mlaku Lampah” Ajak Anak-Anak dan Dewasa Mengenal Kembali Makna Hidup Desa
Laporan: Wahono
TEMANGGUNG | HARIAN7.COM – Siapa bilang revitalisasi desa selalu identik dengan bangunan fisik dan betonisasi? Di Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Temanggung, semangat perubahan justru tumbuh dari bambu, tanah, dan cita rasa kuliner lokal. Pasar Papringan membuktikan bahwa ruang tradisional bisa menjelma jadi pusat gerakan sosial, budaya, dan lingkungan yang hidup.
Adalah program walking tour bertajuk Mlaku Lampah yang menjadi jembatan untuk mengenalkan nilai-nilai itu. Bukan sekadar jalan-jalan, peserta diajak menyelami ruh dari Pasar Papringan: semangat gotong royong, harmoni dengan alam, serta kecintaan pada budaya lokal.
Sebanyak 37 peserta, terdiri dari 15 orang dewasa dan 22 anak-anak TK, ikut dalam kegiatan yang digagas oleh mahasiswa magang Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Kegiatan ini merupakan bagian dari kerja sama antara UMN dan Pasar Papringan dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) bertajuk Revitalisasi Desa. Acara berlangsung pada 11 Mei lalu.
Saat ditemui Harian7.com, Minggu (18/3/2025), Rafaela Pingkan, salah satu mahasiswa magang UMN, mengungkapkan makna dari kegiatan ini. “Kegiatan Mlaku Lampah mengajak peserta menyusuri pasar Papringan sambil memaknai kembali keterhubungan antara alam, budaya, dan masyarakat melalui sajian makanan lokal serta lanskap hutan bambu sebagai simbol keberlanjutan,” ujarnya.
Tak sembarangan, acara ini sudah dirancang sejak jauh hari dengan sistem reservasi via Google Form. Dimulai pukul 07.30 WIB dan berakhir pukul 08.30 WIB, kegiatan walking tour ini menawarkan pengalaman berbeda untuk setiap kelompok usia. Anak-anak, misalnya, dibuat senang dengan sesi penukaran uang menjadi koin bambu, cerita tentang bambu, hingga jajan tradisional seperti gulo klopo dan serabi.
Meski pasar dipadati pengunjung, kegiatan tetap berjalan lancar. Kendala seperti keterbatasan suara dan alur peserta tak menyurutkan semangat para peserta.
Pinkan menyebut, antusiasme peserta tetap tinggi. Kegiatan ini, kata dia, menjadi sarana edukatif yang menghibur dan bermakna. “Melalui kegiatan walking tour Mlaku Lampah, diharapkan dapat menjadi sarana untuk menumbuhkan pemahaman peserta terhadap peran Pasar Papringan dan program revitalisasi desa,” tambahnya.
Setiap kelompok disuguhi pengalaman yang disesuaikan dengan usia, namun tetap mengusung tema serupa: menjelajahi ruang hidup dan tradisi lokal secara mendalam dan menyenangkan.
“Mlaku berarti berjalan, dan laku lampah bermakna perjalanan menuju makna. Lewat kegiatan ini, kami ingin mengajak masyarakat merasakan perjalanan yang tak sekadar fisik, tetapi juga emosional dan kultural, melalui cerita, rasa dan ruang, ujar penyelenggara,” ungkapnya.
Sepanjang acara, peserta diajak menelusuri lorong-lorong bambu Pasar Papringan, mendengarkan kisah di balik lahirnya pasar ini, dan tentu saja mencicipi makanan khas Temanggung seperti sego gono, ndas borok, hingga wedang pring – minuman berbahan dasar bambu yang hanya bisa ditemukan di sini.
Lebih dari sekadar rasa, kuliner ini menyimpan kisah—tentang sejarah, tentang kearifan lokal, dan tentang tangan-tangan warga yang meraciknya. Inilah yang menjadi pengalaman tak ternilai, khususnya bagi para mahasiswa magang yang tinggal di Temanggung.
Pasar Papringan dan Mlaku Lampah bukan hanya soal jual beli, tapi tentang menghidupkan kembali makna desa dalam denyut kehidupan masa kini.
Tinggalkan Balasan