Membatik dari Balik Jeruji: Rutan Salatiga Asah Kreativitas Warga Binaan
Laporan: Muhamad Nuraeni
SALATIGA | HARIAN7.COM – Kain putih terbentang, malam dipanaskan, dan canting pun menari di tangan para warga binaan. Di balik jeruji Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salatiga, kreativitas tetap tumbuh. Pada Rabu, 30 April, Rutan kembali menggelar kelas literasi membatik, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Salatiga melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dinpersip).
Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan teknis. Membatik dijadikan alat untuk mengasah keterampilan dan membuka ruang ekspresi bagi para narapidana, sebagai bagian dari program pembinaan berkelanjutan.
“Bekerjasama dengan Dinpersip ini menjadi salah satu program terobosan kami untuk mengajarkan dan mengasah kreativitas warga binaan melalui membatik,” kata Redy Agian, Kepala Rutan Salatiga.
Menurut Redy, kelas membatik ini diharapkan mampu memberi ruang bagi para warga binaan untuk tetap mengekspresikan diri meski sedang menjalani masa pidana. Ia menekankan bahwa kegiatan ini menjadi bentuk nyata komitmen pembinaan ke arah yang lebih baik.
“Kami berharap para warga binaan dapat mengekspresikan diri dengan kegiatan positif dan menjadi komitmen kami untuk memberikan bekal yang bermanfaat dan mengentaskan mereka menjadi pribadi yang lebih baik,” ujarnya.
Program literasi membatik ini selaras dengan arahan Menteri Hukum dan HAM, Agus Andrianto, serta Dirjen Pemasyarakatan yang mendorong pembinaan berbasis kreativitas di seluruh lembaga pemasyarakatan Indonesia. Redy menyebut kegiatan seperti ini juga ditujukan untuk meminimalisir angka residivis.
“Kami akan terus berkolaborasi dengan pemerintah kota maupun stakeholder terkait untuk memberikan kegiatan yang tentunya berimplikasi positif saat mereka bebas nanti serta meminimalisir pengulangan tindak pidana,” tandasnya.
Salah satu peserta, Jhon (25), mengaku antusias mengikuti kelas tersebut. Ia merasa pengalaman membatik memberikan harapan baru.
“Saya ucapkan terima kasih pada Rutan Salatiga dan Dinas Perpustakaan yang telah mengajari membatik. Ini kali kedua saya diajarkan, semoga dapat bermanfaat bagi kami di sini dan setelah keluar nanti bisa kami teruskan dengan membatik lebih baik lagi dan tentunya sangat bermanfaat,” tutupnya.
Dari balik dinding batu dan jeruji besi, warna-warni batik tumbuh sebagai simbol harapan—bahwa setiap manusia, sekalipun tengah menjalani hukuman, tetap memiliki peluang untuk menata ulang masa depan.
Tinggalkan Balasan