Pengelola Tambang Ilegal Diciduk Polisi, Terancam 5 Tahun Penjara
BANDUNG | HARIAN7.COM – Seorang pria berinisial EMK (52) terancam hukuman berat setelah terbukti terlibat dalam aktivitas penambangan ilegal di kawasan Gunung Sungapan, yang terletak di sepanjang Jalan Raya Soreang-Ciwidey, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo, mengungkapkan bahwa EMK merupakan pengelola dari operasi penambangan ini, yang sudah berlangsung selama tiga bulan, tepatnya sejak Agustus 2024.
Kusworo menjelaskan bahwa selama periode tersebut, hasil tambang berupa tanah berbatu dijual ke sejumlah proyek perumahan dan real estate di wilayah Bandung.
“Dalam kurun waktu tersebut, para pelaku diketahui menjual hasil tambang berupa tanah berbatu ke beberapa tempat, termasuk perumahan dan real estate di wilayah Bandung,” katanya.
Penjualan hasil tambang ini dilakukan dengan harga Rp 300 ribu per tronton (24 kubik) dan Rp 100 ribu per dump truck (7 kubik), yang membuat EMK bisa mengantongi keuntungan hingga ratusan juta rupiah. Namun, keuntungan besar tersebut diperoleh dengan cara melanggar hukum dan mengorbankan keselamatan masyarakat sekitar.
Kusworo menambahkan bahwa aktivitas penambangan ilegal tersebut menimbulkan risiko longsor, yang dapat membahayakan para pengguna jalan. “Longsor ini dapat membahayakan para pengguna Jalan Raya Soreang-Ciwidey, yang berada di jalur berdekatan dengan lokasi tambang. Jika longsor terjadi, terutama saat arus lalu lintas sedang padat, kendaraan yang melintas bisa tersapu ke jurang di sisi kanan jalan, mengancam keselamatan para pengendara,” ujarnya.
Menanggapi laporan dan kekhawatiran masyarakat, polisi segera bergerak melakukan penyelidikan untuk mengungkap aktivitas penambangan ilegal tersebut. Kusworo juga menekankan bahwa tindakan tegas ini sejalan dengan program Asta Cita pemerintah yang memprioritaskan pelestarian lingkungan hidup.
“Ini sekaligus tindak lanjut daripada program prioritas Bapak Prabowo, Asta Cita urut ke-11 program prioritas, yaitu penjamin pelestarian lingkungan hidup,” tambahnya.
Atas perbuatannya, EMK dikenai Pasal 158 juncto Pasal 35 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara, yang telah diubah oleh UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Ancaman hukumannya tidak main-main: maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar.
“Dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp. 100 miliar,” pungkas Kusworo di akhir pernyataannya.(Yuanta)
Tinggalkan Balasan