HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA


Lakon Wayang Sengkan Kedu Turunan

Nama : Sofyan Dika Fauzi

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Kampus : Universitas Amikom Yogyakarta

Adegan Kerajaan Medang Kamolan

Dimulai di Kerajaan Medang Kamolan, rajanya yang bernama Prabu  Sengkan, kini sedang mengadakan rapat. Rapat ini hanya dilakukan oleh tiga tokoh besar kerajaan saja, diantaranya; Prabu Sengkan, istrinya yaitu Dewi Sri Kuning, dan patihnya yaitu Patih Arya Puring. Mereka membahas keadaan atau kondisi Kerajaan Medang Kamolan yang sedang mengalami kerusakan. Didalam kerajaan, harta semakin menyusut, kata makmur yang sebelumnya melekat kini memudar. Kerusakan juga terjadi oleh rakyatnya. Krisis norma, rakyatnya yang hidup bebas, mengabaikan hukum adat yang ada. Kerusakan ini dialami setelah kepergian Raden Turunan dari Kerajaan Medang Kamolan. Raden Turunan merupakan adik dari Prabu Sengkan dan Dewi Sri Gati. Prabu Sengkan adalah kakak tertua dari tiga bersaudara ini.

Kepergian Raden Turunan ini ialah karena diusir oleh kakak tertuanya yaitu Prabu Sengkan. Selama di kerajaan, Raden Turunan selalu membagikan harta kerajaan kepada setiap orang yang meminta-minta.  Perbuatan yang dilakukan oleh Raden Turunan ini diketahui oleh Prabu Sengkan, dia menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Raden Turunan hanya menghambur-hamburkan harta kekayaan kerajaan. Sebenarnya Raden Turunan ini sudah beberapa kali ditegur oleh Prabu Sengkan atas perbuatannya tersebut, namun Raden turunan selalu tidak menuruti apa yang dikatakan oleh kakaknya, dia tetap membagikan harta kerajaan kepada orang yang dianggapnya lebih membutuhkan. Alhasil atas perbuatan yang dilakukan ini Raden Turunan diusir oleh kakaknya yaitu Prabu Sengkan.

Titik terang hasil rapat, Prabu Sengkan memerintahkan Dewi Sri Kuning bersama Patih Arya Puring pergi untuk mencari Raden Turunan dan Dewi Sri Gati yang juga diusir oleh kakaknya yaitu Prabu Sengkan. Prabu Sengkan menjanjikan Raden Turunan bahwa ketika kembali ke Kerajaan Medang Kamolan akan dijadikan sebagai raja, sedangkan Dewi Sri Gati dijanjikan akan menjadi ratu.

Diusirnya Dewi Sri Gati ini dari Kerajaan Medang Kamolan bukan tanpa sebab. Waktu itu, setelah kepergian Raden Turunan oleh Prabu Sengkan, Dewi Sri Gati tidak diam saja, dia mencoba bernegosiasi kepada Prabu Sengkan untuk tidak mengusir Raden Turunan dari Kerajaan Medang Kamolan. Namun na’as, pembelaan Dewi Sri Gati kepada Raden Turunan ini malah memancing kemarahan Prabu Sengkan, tanpa kompromi Prabu Sengkan menyuruh Dewi Sri Gati untuk angkat kaki dari Kerajaan Medang Kamolan. Dewi Sri Gati akhirnya pergi meninggalkan Kerajaan Medang Kamolan untuk mencari adiknya yaitu Raden Turunan.

Adegan Karang Asem

Saat perjalanannya Dewi Sri Gati mencari Raden Turunan, tak sengaja dirinya terkena ranju terucuk saat melewati persawahan. Terucuk yang tajam, kecil dan berada dibawah, tak begitu terlihat jika seseorang melewatinya. Dalam hatinya, Dewi Sri Gati marah, mengapa terucuk seperti ini dipasang di sawah, terucuk yang bisa membahayakan seseorang yang melewatinya. Setelah itu Dewi Sri Gati melanjutkan perjalanannya.

Tiba di Karang Asem, Dewi Sri Gati beristirahat di rumah Sri Koci. Rumah ini hanya diisi oleh Sri Koci dengan suaminya yaitu Buyut Karngkang. Ditengah obrolannya dengan Sri Koci, Dewi Sri Gati bertanya tentang apa yang diderita oleh Buyut Karngkang sampai-sampai matanya ditutupi. Sri Koci memberitahu, bahwa suaminya sudah lama menderita sakit mata, sudah beberapakali diobati namun hasilnya sama saja, alias tidak kunjung sembuh. Dewi Sri Gati bertanya lagi, tentang kepemilikan sawah yang dipasangi ranju/terucuk yang mengenai tubuhnya saat sebelum tiba di Karang Asem. Tidak bisa dipungkiri, ternyata sawah tersebut milik Buyut Karnkang. Dewi Sri Gati langsung menyuruh Sri Koci untuk menemani Buyut Karngkang mencabut ranju/terucuk di sawah miliknya. Tanpa pikir panjang, Sri Koci dan Buyut Karngkang pergi melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Dewi Sri Gati.

Sesampai di sawah, mereka mulai mencabut satu persatu terucuk yang terpasang di sawah miliknya. Lalu setelah semuanya tercabut, tiba-tiba Buyut Karngkang merasakan ada perubahan pada mata yang dideritanya.  Seketika sakit mata yang diderita selama ini oleh Buyut Karngkang ajaibnya langsung diberi kesembuhan. Kemudian Sri Koci dan Buyut Karngkang langsung bergegas kembali ke rumahnya. Dengan rasa hormat mereka mengucapkan banyak terima kasih kepada Dewi Sri Gati. Sebagai wujud terima kasihnya, Buyut Karngkang mengabdikan dirinya sebagai pengawal Dewi Sri Gati untuk mencari Raden Turunan.

Adegan Karang Dongke

Di pedesaan Karang Dongke, ada seorang ibu bernama Sri Anjawani. Ia mempunyai anak semata wayang bernama Joko Candulo. Keseharian Joko Candulo ialah bercocok tanam di kebun milik orang tuanya. Meskipun Joko Candulo ini sudah dewasa, namun dirinya masih menyusu ibunya bak seorang bayi yang baru saja dilahirkan.

Baca Juga:  Sambut Hari Bhayangkara ke 74, Polres Salatiga Berikan Bantuan Pengobatan dan Kaki Palsu, Suroso: Saya Ucapkan Trimakasih Kepada Bapak Kapolres Atas Kepedulianya Selama Ini

Saat itu, ketika jam istirahat bercocok tanam sudah mulai dekat, Joko Candulo bergegas kembali ke rumah. Tiba di rumah, hidangan sudah tersaji rapi di meja makannya. Makan penuh lahap, minum bergelas-gelas, rasanya belum komplit kalau belum menyusu ibunya. Joko Candulo lalu menyusu ibunya, dan tidak lama dia tertidur.

Ketika Joko Candulo tertidur, Dewi Sri Gati datang. Maksud kedatangan Dewi Sri Gati ke rumah Sri Anjawani ini ialah untuk meminta buah yang ada dikebunnya. Kebun yang indah, penuh buah yang sudah matang segar, begitulah kondisi kebun milik Sri Anjawani ketika dilewati oleh Dewi Sri Gati sebelumnya. Dengan senang hati, Sri Anjawani mempersilakan Dewi Sri Gati untuk mengambil buah semaunya yang dia butuhkan di kebun miliknya.

Setelah Dewi Sri Gati pergi dan melanjutkan perjalanannya mencari Raden Turunan bersama Buyut Karngkang, Joko Candulo terbangun dari tidurnya. Joko Candulo bertanya kepada ibunya “Kedatangan siapa yang baru saja ini, Bu?”. Lantas Sri Anjawani tidak terus terang kepada Joko Candulo, yang ditakutkan ketika anaknya mengetahui, ia akan pergi menemui Dewi Sri Gati lalu memaksa ingin memperistrinya. Ternyata tidak semudah apa yang dibayangkan oleh Sri Anjawani untuk menutupinya, Joko Candulo mengerti kalau ibunya tidak menjawab apa yang sebenarnya terjadi. Dengan begitu, Sri Anjawani memberitahu apa yang sebenarnya, bahwa yang baru saja datang ke rumah ialah Dewi Sri Gati dari Kerajaan Medang Kamolan. Bak seorang lelaki dewasa yang sudah lama menanti pujaan hatinya, Joko Candulo langsung  pergi mencari Dewi Sri Gati seperti apa yang dikhawatirkan oleh Sri Anjawani sebelumnya.

Sampai akhirnya Joko Candulo menemukan Dewi Sri Gati. Joko Candulo terpesona oleh kecantikan Dewi Sri Gati. Nafsu yang menguasai Joko Candulo,  tanpa lama-lama dirinya memaksa ingin membawa Dewi Sri Gati untuk diperistri. Buyut Karngkang yang melihat kejadian ini, dengan sigap dia melawan Joko Candulo. Buyut Karngkang merasa marah atas kelakuan Joko Candulo yang menurutnya tidak pantas dilakukan kepada seorang puteri Kerajaan Medang Kamolan. Pada akhirnya tubuh Joko Candulo dipotong-potong oleh Buyut Karngkang, lalu potongan tubuhnya tersebut diceburkan ke air sungai, dalam sekejap jadilah ikan sungai.

Kemudian datanglah Sri Anjawani. Ia dianggap tidak memberikan tata krama kepada anaknya yaitu Joko Candulo. Seperti sifatnya padi, jadilah padi Jowo. Orang zaman dahulu kalau makan nasinya nasi jawa dengan lauk ikan sungai, rasanya sangatlah nikmat. Hal ini terjadi atas kejadian Joko Candulo dan Sri Anjawani ini.

Masih di Karang Dongke, Dewi Sri Gati dan Buyut Karngkang ditujukan oleh petani yang sedang membajak sawah dengan 2 hewan yang berbeda, yaitu kerbau dengan sapi. Pada umumnya, orang membajak sawah itu menggunakan hewan yang sama jenisnya, semisal kerbau ya dengan kerbau, sapi dengan sapi. Kejadian ini memperlihatkan ketidak seimbangan antar 2 hewan tersebut. Tidak hanya itu saja, umumnya waktu pada kejadian ini digunakan untuk istirahat, namun petani ini masih saja memperkerjakan kedua hewannya untuk membajak sawah dengan cara dipukuli dengan sebatang kayu supaya kerbau dan sapi ini terus bekerja. Dewi Sri Gati yang melihatnya, meminta keadilan kepada sang kuasa pencipta alam semesta.

Langit berubah menjadi gelap suram, gemuruh guruh tiada henti, tiba-tiba muncul kilat terang dari langit turun ke bumi menyambar tepat si petani yang sedang membajak sawah ini. Putuslah tali pengait pada hewan pembajak, si kerbau lalu melarikan diri ke arah timur, sedangkan si sapi melarikan diri ke arah barat. Atas kejadian ini, petani ini dijuluki dengan nama Joko Gundolo.

Adegan Padepokan Tegal Pagawaran

Setelah menempuh perjalanan jauh, Dewi Sri Gati bersama Buyut Karngkang tiba di Padepokan Tegal Pagawaran. Disinilah mereka berhasil menemukan Raden Turunan. Dalam pertemuannya, Raden Turunan bertanya kepada Dewi Sri Gati, “Ada apa Kakak Sri Gati mencari saya?”, Dewi Sri Gati menjelaskan kepada Raden Turunan bahwa dirinya juga diusir dari Kerajaan Medang Kamolan oleh Prabu Sengkan. Raden Turunan mendengar jawaban kakaknya ini sontak marah terhadap Prabu Sengkan, karena kakak keduanya ini merupakan seorang puteri, tapi bisa-bisanya Prabu Sengkan mengusirnya dari kerajaan. Lalu Raden Turunan menyuruh Dewi Sri Gati untuk tinggal bersama di Padepokan Tegal Pagawaran.

Baca Juga:  Diduga Tersengat Listrik Saat Bermain Musik, Sarikin Meninggal Dunia

Tidak lama kemudian datanglah Dewi Sri Kuning bersama Patih Arya Puring. Keduanya menghadap di depan Raden Turunan dan Dewi Sri Gati. Dewi Sri Kuning menceritakan tentang Prabu Sengkan yang merasa kehilangan setelah ditinggalkan oleh kedua adiknya yaitu Dewi Sri Gati dan Raden Turunan. Dilanjutkan dengan menceritakan persoalan kerajaan, Dewi Sri Kuning menjelaskan bahwa Kerajaan Medang Kamolan saat ini mengalami krisis, krisis yang tidak hanya terjadi di dalam kerajaan saja, namun krisis ini juga terjadi oleh rakyatnya sendiri. Dengan suara lirih lembut, Dewi Sri Kuning memohon kepada Raden Turunan dan Dewi Sri Gati untuk kembali ke Kerajaan Medang Kamolan. Setelah kembali di kerajaan, Raden Turunan dijanjikan menjadi seorang raja, sedangkan Dewi Sri Gati dijanjikan menjadi seorang ratu, ujar Dewi Sri Kuning kepada Raden Turunan dan Dewi Sri Gati. Namun, rupanya penawaran yang sudah disebutkan itu tidak membuat tergiur seorang Raden Turunan dan Dewi Sri Gati. Mereka mengatakan kalau dirinya akan tetap tinggal di Padepokan Tegal Pagawaran.

Ketika semua yang diperintahkan oleh Prabu Sengkan kepada Dewi Sri Kuning dan Patih Arya Puring sudah dijalankan, yang mengejutkan bahwa Dewi Sri Kuning pada akhirnya mengatakan kalau dirinya ingin tinggal di Padepokan Tegal Pagawaran bersama Raden Turunan dan Dewi Sri Gati. Mungkin saja alasan Dewi Sri Kuning tidak mau kembali ke Kerajaan Medang Kamolan karena sikap Prabu Sengkan yang tidak dermawan . Patih Arya Puring yang tidak bisa berbuat apa-apa, dia memilih kembali ke Kerajaan Medang Kamolan untuk melaporkan atas semua yang terjadi selama di Padepokan Tegal Pagawaran.

Sesampai di Kerajaan Medang Kamolan, Patih Arya Puring menjelaskan semua yang terjadi, diantaranya tentang penolakan Raden Turunan dan Dewi Sri Gati, lalu tentang Dewi Sri Kuning yang tidak mau kembali ke kerajaan. Prabu Sengkan hanya bisa geleng-geleng kebingungan setelah mendengar semua penjelasan dari Patih Arya Puring. Diselimuti rasa kesal, Prabu Sengkan pergi menuju Padepokan Tegal Pagawaran untuk mengatasi permasalahan yang terjadi ini seorang diri.

Adegan Padepokan Tegal Pagawaran


Tibalah di Padepokan Tegal Pagawaran. Disana Prabu Sengkan bertemu dengan Raden Turunan dan Dewi Sri Gati. Memasang raut muka penuh penyesalan, Prabu Sengkan meminta maaf kepada Raden Turunan dan Dewi Sri Gati karena telah mengusirnya dari Kerajaan Medang Kamolan. Prabu Sengkan mengaku salah terhadap apa yang telah diperbuatnya. Kerusakan yang terjadi di Kerajaan Medang Kamolan turut diceritakan oleh Prabu Sengkan. Berharap Raden Turunan dan Dewi Sri Gati segera kembali ke kerajaan untuk memperbaiki bersama. Prabu Sengkan mengatakan, “Jikalau kalian kembali ke Kerajaan Medang Kamolan, maka dari salah satu kalian akan aku jadikan raja atau ratu”. Namun sayang, jawaban dari Raden Turunan dan Dewi Sri Gati sama seperti yang dilontarkan kepada Dewi Sri Kuning saat awal kedatangannya di Padepokan Tegal Pagawaran bersama Patih Arya Puring. Disini Prabu Sengkan tersulut emosinya, ia mengatakan “Kalian ingin kembali dengan baik-baik atau kembali dengan paksaan?!”. Jawablah Raden Turunan bahwa dirinya bukan pewaris Kerajaan Medang Kamolan, dilanjutkan dengan mengatakan kalau dirinya ingin menetap di Padepokan Tegal Pagawaran bersama kakaknya, Dewi Sri Gati.

Hati panas, emosi berapi-api, Prabu Sengkan menyerang Raden Turunan. Terjadilah pertarungan di Padepokan Tegal Pagawaran antara Prabu Sengkan dengan Raden Turunan. Mereka bertarung bagaikan peperangan antar rival, mati-matian untuk bisa mengalahkan. Keduanya sama-sama kuat, sama-sama sakti mandraguna. Momen yang menegangkan ketika Raden Turunan berhasil ditangkap oleh Prabu Sengkan, namun karena kesaktiannya Raden Turunan bisa lolos lalu terbang. Di akhir pertarungan, mata Prabu Sengkan diputar balikkan oleh Raden Turunan, yang membuat Prabu Sengkan merasa kesakitan dan hilang kendali. Morat-marit, tabrak sana tabrak sini, Prabu Sengkan melarikan diri kembali ke Kerajaan Medang Kamolan.

Sesampai di Kerajaan Medang Kamolan, Prabu Sengkan memerintahkan prajuritnya, diantaranya; Demang Carangandong dan Ponco Dadapan untuk pergi menemui Prabu Kolo Gumaran di Goa Nganjuk. Prabu Kolo Gumaran merupakan raja para hama. Pada intinya tujuan untuk menemuinya ini adalah menyampaikan pesan jika Prabu Kolo Gumaran masih ingin memperistri Dewi Sri Gati dipersilahkan namun dengan dua syarat. Syarat pertama ialah Prabu Kolo Gumaran harus membunuh Raden Turunan, dan syarat yang kedua Prabu Kolo Gumaran  harus merusak seluruh tanaman yang ada di Padepokan Tegal Pagawaran.

Baca Juga:  Dapat Remisi, Dewi Seorang Narapidana Narkoba Bahagia Mendapat Nasihat "Pak Ganjar"

Angin berhembus kencang, langit terang berubah menjadi gelap, pertanda buruk suasana di Padepokan Tegal Pagawaran. Terlihat dari jauh tiba-tiba muncul sang raja hama yaitu Prabu Kolo Gumaran. Rupanya penawaran dari Prabu Sengkan disetujui oleh Prabu Kolo Gumaran. Bersama bala-balanya, diantaranya; Tikus Jinodo (Tikus), Kukilo Putih (burung putih perusak padi), Celeng Gumalu (Babi hutan), mereka merusak tanaman-tanaman yang ada di depan matanya tanpa sisa. Seketika, hampir semua tanaman yang hidup subur di Padepokan Tegal Pagawaran lenyap tak bernyawa. Para panakawan (pengikut Raden Turunan) yang melihat kejadian ini lalu pergi mencari Raden Turunan untuk melaporkannya.

Mendengar semuanya, Raden Turunan menghela nafas panjang seperti terguncang hatinya ketika mendengar kabar  kedatangan Prabu Kolo Gumaran di Padepokan Tegal Pagawaran. Ia langsung pergi untuk menemui Prabu Kolo Gumaran. Melihat para sekutu Prabu Kolo Gumaran yang sedang merusak tanaman, Raden Turunan langsung menghentikannya, ia menghadap tepat di depan Prabu Kolo Gumaran dan sekutunya. “Maksud tujuan apa engkau datang di Padepokan Tegal Pagawaran? Sampai-sampai membawa sekutumu untuk merusak seluruh tanaman yang ada di Padepokan Tegal Pagawaran”, ujar Raden Turunan kepada Prabu Kolo Gumaran. Disini Prabu Kolo Gumaran menjawab dengan terus terang bahwa kedatangannya di Padepokan Tegal Pagawaran selain merusak seluruh tanaman yang ada juga ingin membunuh Raden Turunan. Ia menjelaskan kalau semua ini merupakan syarat bagi dirinya untuk bisa memperistri Dewi Sri Gati oleh Prabu Sengkan.

Pertarungan antara Prabu Kolo Gumaran dengan Raden Turunan pun terjadi. Berbeda dengan pertarungan sebelumnya ketika melawan Prabu Sengkan, disini Raden Turunan dibuat kuwalahan ketika melawan Prabu Kolo Gumaran.  Panahnya yang sudah beberapa kali ditembakan ke Prabu Kolo Gumaran lenyap tak mempan. Raden Turunan kebingungan harus dengan cara apa lagi. Kemudian Raden Turunan mencoba menjauh dari Prabu Kolo Gumaran, namun Prabu Kolo Gumaran mengejarnya. Adegan kejar-keran ini selesai ketika Raden Turunan tak sengaja bertemu dengan Panjak Asem Sore. Ia mengatakan kepada Raden Turunan bahwa Prabu Kolo Gumaran itu mempunyai Aji Gineng (Aji-aji: senjata rahasia yang tidak diketahui wujudnya oleh orang lain selain yang memiliki) yang berada di dalam mulutnya. Aji ini bisa membuat seseorang kebal terhadap senjata apapun, termasuk panah milik Raden Turunan. Panjak Asem Sore memberitahu kalau Prabu Kolo Gumaran bisa dikalahkan jika Aji Gineng yang berada di dalam mulutnya di panah menggunakan Wulu Pugat.

Raden Turunan menemukan cara agar Aji Gineng milik Prabu Kolo Gumaran bisa ditembakkan menggunakan Wulu Pugat. Strategi yang digunakan adalah memperalat kakak keduanya yaitu Dewi Sri Gati sebagai umpan. Ketika Raden Turunan berhadapan lagi dengan Prabu Kolo Gumaran, ia berpura-pura menyerah dan mengaku kalah atas pertarungan yang sudah terjadi. Dilanjutkan dengan mengatakan kalau Dewi Sri Gati akan segera diserahkan kepada Prabu Kolo Gumaran atas kemenangannya. Sontak Prabu Kolo Gumaran tertawa lepas, mulut terbuka lebar, merasa senang mendengar pernyataan dari Raden Turunan. Sesuai rencana awal, Raden Turunan yang melihat Prabu Kolo Gumaran membuka lebar mulutnya, kemudian langsung dipanahkannya Wulu Pugat ke arah mulut Prabu Kolo Gumaran. Kenalah Aji Gineng yang berada di dalam mulutnya dengan Wulu Pugat, seketika Prabu Kolo Gumaran tidak berdaya lalu berakhir mati. Gigi dari Prabu Kolo Gumaran berubah menjadi kikil, rambutnya berubah menjadi ganggeng, dan tubuhnya berubah menjadi hama-hama sawah.

Setelah kejadian tersebut keadaan di Padepokan Tegal Pagawaran menjadi porak poranda. Tanaman yang mulanya  tumbuh subur bermekaran berubah gugur hilang karena ulah bala-bala Prabu Kolo Gumaran. Panjak Asem Sore menyuruh Raden Turunan pergi menemui Dalang Pondobuwono untuk memohon ruwatan desa, berharap tanah di Padepokan Tegal Pagawaran subur kembali. Kemudian pergilah Raden Turunan menuruti perkataan Panjak Asem Sore untuk menemui Dalang Pondobuwono.

Raden Turunan sudah menemui Dalang Pondobuwono. Kini di Padepokan Tegal Pagawaran kedatangan Dalang Pondobuwono untuk melakukan ruwatan desa. Dalam melaksanakan ruwatan ini Dalang Pondobuwono membacakan kidung (doa jawa), memohon kepada sang pencipta alam agar tanah di Padepokan Tegal Pagawaran diberi kesuburan dan diberikan hasil panen yang memuaskan nantinya. Llakon cerita Sengkan Turunan ini menjadi sugesti orang-orang di pedesaan untuk dijadikan acara ruwatan desa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!