Galuh Ayu Anitasari, Si Kelinci Terbang Yang Ingin Pulang
Laporan: Fera Marita
SALATIGA | HARIAN7.COM – Tak perlu membandingkan siapa yang paling menderita. Cukup dengarkan. Karna tidak ada luka yang benar-benar sembuh dari sebuah kehilangan. Itu adalah sebait kalimat yang terdapat dalam salah satu cerpen Galuh Ayu Anitasari yang tertuang dalam sebuah buku kumpulan cerpen dan puisi bertajuk Kelinci Terbang Ingin Pulang.
Penulis asal Sumowono Kabupaten Semarang ini adalah seorang penyandang disabilitas sejak lahir. Ketidaksempurnaan secara fisik ternyata tidak menjadikan pikiran dan imajinasi Galuh terkerdilkan. Buktinya dia sudah berhasil menelurkan beberapa buku antologi maupun buku kumpulan puisi dan cerpen.
Awal mula ketertarikannya dengan dunia kepenulisan adalah sejak dia berada di bangku sekolah dasar.
“Awalnya suka menulis buku harian. Lalu menulis cerpen dan puisi. Tapi masih untuk konsumsi sendiri. Belum berani buat publish, masih takut, malu gitu. Tapi lama-lama kok banyak banget yang terkumpul di komputer, mulai berpikir untuk dijadikan buku. Sampai akhirnya bertemu lah sama penerbit Stiletto yang merasa sosok dengan karya-karya saya. Jadilah buku pertama saya yang berjudul Sudut Pandang,” ungkap Galuh.
Buku Sudut Pandang sendiri pertama kali dicetak pada tahun 2017 yang berisi kumpulan cerpen dan puisi yang bercerita tentang sudut pandang Galuh sebagai anak, adik dan orang tua.
Setelah sukses dengan buku pertamanya, Galuh mengajak beberapa kawan penulis untuk menulis cerita yang kemudian di terbitkan dalam sebuah buku antologi bertajuk Kelinci Terbang. Tak puas dengan buku antologi nya, Galuh kembali menuangkan ide-ide briliannya dalam cerpen dan puisi yang tertuang di buku ketiganya berjudul Kelinci Terbang 2.
“Buku ketiga ini berisi tentang persimpangan hidup. Hidup itu pilihan. Pilihan tentang mengikuti keinginan sendiri atau keinginan yang terhalang oleh orang lain. Bisa dikatakan ini adalah sebuah keberanian untuk melawan arus,” papar Galuh.
Sedang buku keempatnya yang bertajuk Kelinci Terbang Ingin Pulang menggambarkan kekelaman dan kegelapan sebuah kehidupan.
“Buku keempat ini lebih bertema tentang kehilangan, tentang rasa sedih, luka akan kehilangan. Ketika mengalami keterpurukan dan belum bisa bangkit. Bisa dikatakan buku ini bercerita tentang proses saya dalam mengeja duka. Saat saya mencoba untuk merangkul luka yang belum tentu sembuh, setidaknya saya masih waras. Saya yang kehilangan “rumahnya”, istilahnya memiliki rumah tetapi bukan rumah,” imbuh Galuh.
Galuh menambahkan bahwa semua yang tertuang di buku-buku nya merupakan pengalaman pribadinya. Penulis jebolan fakultas Psikologi UKSW ini mengungkapkan bahwa menulis buku ibarat sebuah pelarian dari apa yang dia rasakan. Tak dapat dipungkiri bahwa latar belakang pendidikan psikologi nya juga sangat berpengaruh terhadap karya-karyanya.
“Saya masuk jurusan psikologi itu bisa dikatakan kecemplung, karena dulu sama sekali tidak ada bayangan untuk masuk jurusan itu. Tapi akhirnya dari situlah saya bisa lebih mengerti tentang diri sendiri, saya seperti berobat jalan. Dan berpengaruh banget dalam karya-karya saya. Saya seperti diterapi seumur hidup. Jadi ketika kita merasa sembuh dan baik-baik saja tapi ternyata belum, maka kita harus terus terapi. Karena sesuatu yang sudah hilang tidak akan pernah bisa tergantikan,” pungkas penulis yang memiliki cita-cita bisa mengadakan seminar buku yang dikupas dari sisi psikologi dan literasi tersebut.
Tinggalkan Balasan