HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Penghormatan Kepada Para leluhur, Ribuan Masyarakat Tumpah Ruah Ikuti Tradisi Mbangkuningan

Laporan: Muhamad Nuraeni

UNGARAN | HARIAN7.COM – Ribuan masyarakat Desa Polobogo Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang tumpah ruah ikuti upacara tradisi Mbangkuningan di makam/kuburan Kembang Kuning, Senin (20/2/2023).

Haul makam kembang kuning ke-425 ini sudah menjadi tradisi turun temurun bagi masyarakat Polobogo maupun warga luar.

Dalam merayakannya warga berbondong bondong membawa tenong atau panci berukuran besar yang berisi makanan ringan. Selain itu warg juga membawa tumpeng  untuk makan bersama di area makam.

Pamong Budaya Kecamatan Getasan, Setyo Widodo saat dikonfirmasi  mengatakan bahwa para warga yang membawa makanan dan dibawa ke kuburan merupakan  sebuah rasa syukur kepada pencipta.

“Itu sebagai bentuk rasa syukur dengan membawa tenong atau panci besar berisi berupa makanan dan nanti disuguhkan kepada para warga yang ikut kegiatan ini,”katanya.

Baca Juga:  Muh Haris Caleg PKS Dapil 1 Jateng Bersyukur Raih Kursi DPR RI, Tegaskan Tak Maju Pilkada Salatiga

Widodo menjelaskan, dalam tradisi ini makanan yang habis dimakan oleh para warga maupun tamu dipercaya dapat membawa berkah tersendiri bagi para warga Polobogo.

“Ada ratusan tumpeng ada makanan atau jajanan yang disuguhkan kepada para tamu,” jelasnya.

Menurut Widodo, tradisi ini sebenarnya hanya digelar oleh empat Dusun di Desa Polobogo namun karena antusiasme warga luar Polobogo sangat tinggi menjadikan kegiatan budaya yang selalu di tunggu.

“Banyak orang luar Polobogo yang hadir, ada yang ingin melihat tradisi ini dan nguri-uri budaya yang ada disini,” paparnya.

Selain makan bersama, para warga sebelumnya mengikuti doa bersama untuk mendapatkan keselamatan.

“Setelah makan bareng di kuburan, para warga Polobogo selalu mempersilahkan warga lain untuk makan dirumahnya atau open house,” ujarnya.

Baca Juga:  Sarangnya Dibakar, Ulat Bulu Serang Hingga Pemukiman Warga

Sementara itu, warga Polobogo, Lilik Suwati mengaku bahwa tradisi ini menjadi tradisi yang ditunggu oleh para warga Desa Polobogo.

“Baik warga Desa maupun luar wilayah menanti-nanti tradisi ini,” kata Lilik.

Setiap rumah di Desa Polobogo membawa tumpeng beserta jajanan yang dibuat untuk makan bareng di kuburan.

“Para warga membawa makanan ada jajanan, makanan besar seperti nasi, lauk pauk dan lainnya,” jelasnya.

Tradisi ini sempat tidak digelar akibat adanya pandemi covid-19 yang melanda eilayah tersebut.

“Pernah vakum sekitar tiga tahun lalu pas ada covid-19,” ujarnya.

Sementara berdasar informasi dihimpun harian7.com dari masyarakakat sekitar menyebutkan, tradisi ini lahir  di latarbelakangi oleh perang Keraton Surakarta pertama yang menyebabkan para punggowo atau keluarga Keraton Surakarta harus mencari tempat singgah hingga sampai ke Desa Polobogo. 

Baca Juga:  SIG Prakarsai Pembangunan Saluran Air Lapangan Garuda

Kala itu mereka juga menyebarkan agama Islam di Desa Polobogo yang dahulu masyarakat masih menganut agama Hindhu.

Karena jasanya dalam yang sangat berpengaruh terutama dalam dunia keagamaan, akhirnya memunculkan tradisi-tradisi yang dilestarikan hingga sekarang.

Tradisi itu yakni nyadran kali, nyadran dalan, senin pahing, dan tradisi pada Bulan Ladi Lakir dan Bulan Rajab (Makam Bogo, Makam Masjid Punden, Makam Klakah, Krowotan, dan Kembang Kuning).

Sedangkan tradisi Mbangkuningan paling besar diselenggarakan pada hari Senin Pahing bulan Rajab.

Tradisi ini digelar sebagai  bentuk penghormatan kepada cikal bakal dan para leluhur di Makam Kembang Kuning.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!