HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA

Bedah Buku Jelajah Tutur Bambu | Menelusuri Filosofi Bambu dan Kearifan Lokal Dusun Ngadiprono

Penulis: Ratmaningsih | Kontributor  Temanggung

TEMANGGUNG | HARIAN7.COM – Aroma tanah basah dan riuh pasar tradisional Pasar Papringan mengiringi gelaran bedah buku Jelajah Tutur Bambu karya Sheren Olivia, Jumat (21/11/2025). Acara ini menjadi bagian dari program revitalisasi desa, kolaborasi Universitas Multimedia Nusantara dan Spedagi Movement, yang ditujukan untuk memberdayakan potensi lokal, melestarikan budaya tradisional, serta menjembatani masyarakat urban dan rural melalui dokumentasi kearifan lokal.

Dihadiri komunitas literasi, penulis senior, penggiat buku, mahasiswa, hingga warga Dusun Ngadiprono, forum ini berlangsung hangat. Antusiasme peserta mencuat sejak awal acara, menandai tingginya respons publik terhadap karya yang merekam kehidupan desa melalui lensa generasi muda.

Baca Juga:  Prabowo Sambut Hangat Wakil PM Rusia di Istana Merdeka, Bahas Format Baru Kerja Sama Ekonomi

“Buku jelajah tutur bambu ini mengisahkan perjalanan 10 hari penuh penemuan di Dusun Ngadiprono. Buku ini menghadirkan perspektif segar seorang anak kota yang menyelami kehidupan desa, khususnya melalui dialog intim dengan para pengrajin bambu dan warga lokal,” ujar Sheren Olivia, mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, selaku penulis.

Dengan gaya prosa yang bertaut dengan jurnalisme naratif, Sheren membawa pembaca mengikuti perjalanan kontemplatif yang menemukan makna dari hal-hal kecil dalam keseharian. Filosofi bambu, lentur namun kuat, sederhana namun sarat makna, menjadi fokus utama yang merangkai cerita mengenai resiliensi dan keberlanjutan hidup masyarakat Ngadiprono.

Baca Juga:  Mualaf, Kurban, dan Haji, Ruben Onsu Siapkan Sapi Jumbo dan Konsultasi ke Ulama Demi Ibadah Sempurna

Buku ini juga mengangkat budaya tak benda yang tersembunyi dalam tutur para pengrajin bambu. Percakapan sederhana mengungkap bagaimana konsep bekerja dan berpikir yang di kota dikaji secara akademis, sesungguhnya telah lama menyatu dengan ritme kehidupan desa—tanpa teori, tanpa slogan, namun terwujud dalam praktik sehari-hari.

Muchlas Abror, S.Pd., M.A., Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia UMNU Kebumen sekaligus penggiat sastra, hadir sebagai pembedah. Ia menyampaikan kesan mendalam terhadap karya tersebut.

“Gaya penulisan Sheren seperti traveler yang membawa kita untuk peka dan sadar pada hal-hal kecil di sekitar. Sehingga sebagai orang yang juga dari desa, saya merasa buku ini mengingatkan saya untuk lebih peka terhadap hal-hal yang sebenarnya biasanya sederhana,” tuturnya.

Baca Juga:  Momen Kembali Ke Meja Makan, Harganas Ke 31 di Jepara, Lepas Candu Gawai

Abror juga memuji perpaduan prosa dan jurnalisme yang menjadikan buku ini ringan namun tajam, bahkan sinopsis singkatnya mampu memancing ketertarikan audiens.

Penutup acara menjadi refleksi bersama: bahwa kearifan lokal bukan sekadar tradisi, tetapi pengetahuan hidup yang perlu dibaca ulang.

Harapannya, bedah buku ini membuka ruang lebih luas untuk belajar dari masyarakat desa dan alam. Jelajah Tutur Bambu bukan hanya tentang Ngadiprono dan bambunya; ia adalah undangan untuk melihat kembali nilai-nilai yang kerap terabaikan dalam hiruk pikuk kehidupan modern.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!