Demokrasi Tanpa Teriakan di Salatiga, Mahasiswa Pilih Dialog, Bukan Ricuh
Laporan: Muhamad Nuraeni
SALATIGA | HARIAN7.COM – Sore itu, Senin (1/9/2025), suasana di depan Gedung DPRD Salatiga berbeda dari yang diperkirakan. Rencana unjuk rasa besar-besaran mahasiswa tak berubah menjadi gelombang orasi dan barikade aparat. Sebaliknya, sekitar 50 mahasiswa memilih masuk ke ruang rapat, duduk berhadapan dengan wakil rakyat, dan menyampaikan tuntutan mereka dengan cara yang tenang.
Isu-isu besar tetap mereka angkat: reformasi DPR, percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset, sampai problem lokal seperti pengelolaan sampah dan rencana pembangunan taman religi. Namun, semua itu mereka sampaikan bukan lewat pengeras suara atau barisan massa, melainkan lewat dialog yang terukur.
“Mahasiswa Salatiga telah memberikan contoh nyata bahwa perubahan bisa diperjuangkan tanpa harus anarkis. Kami akan teruskan aspirasi ini ke DPR pusat,” ujar Ketua DPRD Salatiga, Dance Ishak Palit.
Langkah mahasiswa itu menuai apresiasi dari aparat keamanan. Sejak pagi, polisi dan TNI berjaga, mengantisipasi kemungkinan kericuhan. Namun yang mereka saksikan justru pemandangan yang menenangkan. “Kami bangga melihat mahasiswa mampu menahan diri. Ini menunjukkan demokrasi bisa berjalan damai, tanpa kehilangan daya kritis,” kata salah satu pejabat Forkopimda.
Apa yang terjadi di Salatiga seolah menjadi penegasan: demokrasi tidak selalu harus riuh. Justru dengan sikap tenang, pesan mahasiswa terdengar lebih nyaring. Mereka bukan hanya pengkritik, melainkan juga penjaga harmoni kota.












Tinggalkan Balasan