Mengenakan Busana Tradisional, Paguyuban Widiani UIN Salatiga Khidmat Ikuti Upacara Kemerdekaan
Laporan: Muhamad Nuraeni
SALATIGA | HARIAN7.COM – Matahari baru saja naik setinggi tiang bendera ketika halaman Gedung KH. Hasyim Asyari, Kampus III Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga, dipenuhi warna-warni kain tradisional. Tenaga pendidik, pegawai administrasi, petugas keamanan, hingga para mahasiswa berbaris rapi. Mereka tergabung dalam Paguyuban Widiani, sebuah wadah yang menyatukan keluarga besar UIN Salatiga.
Pagi itu, Minggu (17/8), udara sejuk Salatiga bercampur dengan suasana khidmat. Upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia digelar sederhana, namun sarat makna.
“Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena pada hari ini kita dapat bersama-sama merayakan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia dalam suasana yang khidmat dan penuh rasa syukur,” ujar Rektor UIN Salatiga, Prof. Zakiyuddin Baidhawy, saat membacakan sambutan Wali Kota Salatiga.
Pesan yang disampaikan wali kota melalui Rektor UIN itu menekankan penghargaan bagi seluruh elemen masyarakat, terutama insan pendidikan. “Terima kasih kepada pelajar, mahasiswa, dan insan pendidikan atas semangatnya dalam memberikan prestasi dan karya terbaiknya,” katanya.
Usai pembacaan sambutan, bendera Merah Putih perlahan ditarik naik. Peserta upacara, dengan pakaian adat yang mewakili keragaman budaya nusantara, berdiri tegap. Sesekali terdengar hembusan angin yang membuat kain batik dan kebaya berkibar pelan.
Upacara tak hanya menjadi simbol peringatan, melainkan juga ajakan untuk meneguhkan peran. Di tengah tantangan zaman, Wali Kota menegaskan bahwa pembangunan membutuhkan kontribusi setiap elemen, termasuk perguruan tinggi. UIN Salatiga, dengan tradisi akademiknya, dipandang sebagai salah satu pilar penting dalam mewujudkan kota yang makmur dan sejahtera.
Acara berlanjut dengan prosesi penganugerahan tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya kepada 30 pegawai negeri sipil di lingkungan kampus. Simbol kesetiaan, dedikasi, dan pengabdian panjang itu disambut tepuk tangan peserta. Setelahnya, panitia menyerahkan hadiah lomba-lomba Agustusan yang digelar sebelumnya mulai dari lomba olahraga, seni, hingga kegiatan kreatif mahasiswa.
Bagi sebagian peserta, momen ini bukan sekadar rutinitas tahunan. “Rasanya berbeda, karena kami bisa merayakan kemerdekaan dengan cara yang dekat dengan budaya sendiri,” ujar salah seorang dosen yang ikut mengenakan pakaian adat Jawa.
Upacara pun ditutup dengan suasana penuh kebersamaan. Di antara senyum dan sapa, semangat kemerdekaan terasa hangat, menyelinap ke dalam percakapan ringan di bawah rindang pepohonan halaman kampus.(*)
Tinggalkan Balasan