Seleksi Perangkat Desa Sirigan: Saatnya Akal Sehat Mengalahkan Kegaduhan
Laporan Budi Santoso
NGAWI | HARIAN7.COM – Seleksi perangkat Desa Sirigan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, belakangan berubah menjadi arena polemik. Beberapa peserta yang gagal mengangkat tuduhan serius: dugaan ketidaknetralan panitia, kebocoran soal, hingga manipulasi nilai. Namun, seperti lazimnya keributan pasca-kontestasi, narasi kecurangan beredar jauh lebih cepat daripada bukti.
Di tengah riuh tudingan tanpa landasan, suara akal sehat datang dari pengamat hukum dan Direktur Firma Hukum Samarabumi, Imam Sampurno, SH. Setelah menelusuri dokumen resmi dan kronologi pelaksanaan seleksi, ia menilai proses pengisian jabatan perangkat desa Sirigan masih berada di jalur hukum yang benar.
“Saya berkesimpulan bahwa proses pengisian jabatan perangkat desa tersebut pada prinsipnya telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, antara lain Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa jo. PP Nomor 47 Tahun 2015, Peraturan Bupati Ngawi Nomor 103 Tahun 2022 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa; serta prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik (transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi),” tegas Imam Sampurno.
Pernyataannya menyentil langsung jantung persoalan. Tuduhan kecurangan tanpa bukti hanyalah gema emosional yang tak pernah cukup untuk menggoyahkan keputusan tata usaha negara. “Keberatan yang disampaikan oleh beberapa calon yang tidak terpilih, termasuk dugaan ketidaknetralan panitia, kebocoran soal, maupun manipulasi nilai, sampai saat ini belum didukung oleh bukti permulaan yang cukup,” tambahnya.
Dalam disiplin hukum administrasi, kata Imam, keberatan harus dilandasi bukti konkret. Tidak cukup hanya mengandalkan amarah atau sentimen kelompok. “Dalam praktik hukum administrasi, setiap keberatan terhadap keputusan tata usaha negara (KTUN) harus dibuktikan secara konkret, bukan sekadar tuduhan tanpa alat bukti yang sah.”
Karena itu, ia menyarankan langkah yang lebih elegan daripada menciptakan kegaduhan dan memecah masyarakat. Gugatan bisa dilayangkan langsung kepada Bupati Ngawi sebagai pejabat pembina dalam tenggat 30 hari sejak pengumuman, atau melangkah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
“Proses demokrasi di tingkat desa harus tetap dijaga marwahnya. Jika ada pihak yang merasa tidak puas, silakan buktikan di pengadilan dengan data dan fakta, bukan melalui opini publik yang berpotensi memecah belah,” ujar Imam Sampurno, SH.
Firma Hukum Samarabumi, lanjut Imam, membuka pintu bagi siapa pun, baik pemerintah desa maupun warga yang membutuhkan pendampingan hukum secara independen demi kepastian dan keadilan bagi semua pihak.
Pada akhirnya, pertanyaan yang relevan bukan lagi siapa yang paling keras berteriak, tetapi siapa yang punya bukti. Demokrasi desa membutuhkan ruang berpikir jernih, bukan panggung drama yang berisik tanpa arah. (*)












Tinggalkan Balasan