Cukai Rokok, Solusi atau Sebatas Pendapatan Negara? Begini Jelasnya
JAKARTA | HARIAN7.COM – Langkah pemerintah Indonesia untuk mengurangi konsumsi rokok melalui peningkatan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dinilai tidak efektif oleh sejumlah ekonom. Piter Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, mengemukakan bahwa meskipun tarif CHT telah dinaikkan sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024, konsumsi rokok di tanah air tetap tinggi.
“Upaya mengurangi konsumsi rokok di Indonesia bukan hanya melalui cukai. Meskipun tarif cukai naik, perilaku merokok tetap sama,” tegas Piter dalam diskusi yang berlangsung di Jakarta Selatan pada Kamis (26/9). Ia berpendapat bahwa pemerintah perlu menerapkan langkah yang lebih strategis untuk membatasi akses merokok.
Piter mengusulkan, salah satu cara paling efektif untuk mengurangi konsumsi rokok adalah dengan membatasi ruang merokok. “Jika ruang merokok dikurangi, perokok akan cenderung menahan diri. Misalnya, di kantor yang tidak menyediakan ruang merokok, banyak yang enggan untuk pergi jauh hanya untuk merokok,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Piter menilai bahwa kenaikan tarif CHT tidak semata-mata untuk menekan konsumsi rokok, tetapi lebih kepada meningkatkan penerimaan negara. “Fungsi cukai telah bergeser, kini lebih difokuskan sebagai sumber pendapatan. Kenaikan cukai terjadi, tetapi tidak ada upaya lain untuk menurunkan konsumsi, sehingga prevalensi merokok tetap tinggi,” tambahnya.
Menurut data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan cukai per 31 Agustus 2024 mencapai Rp 138,4 triliun, tumbuh 5,0 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan produksi golongan II dan III yang berkontribusi terhadap kenaikan CHT sebesar 4,7 persen, menjadikan totalnya Rp 132,8 triliun.
Sementara itu, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR telah mengusulkan untuk menaikkan tarif CHT untuk Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) minimum sebesar 5 persen untuk tahun 2025 hingga 2026. Usulan ini lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan 10 persen yang diterapkan pada tahun 2023 dan 2024.
Ketua BAKN DPR RI, Wahyu Sanjaya, menyatakan bahwa penurunan tarif CHT bertujuan untuk mendukung keberlangsungan dunia usaha. “Usulan ini sejalan dengan upaya meningkatkan penerimaan negara dari CHT dan membatasi dampak pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) untuk mendorong penyerapan tenaga kerja,” kata Wahyu dalam Rapat BAKN pada 10 September.
Namun, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, mengkonfirmasi bahwa pemerintah tidak akan menaikkan tarif CHT untuk tahun 2025. “Posisi pemerintah untuk kebijakan penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTa pada 23 September.
Dengan demikian, meskipun pemerintah terus berupaya menaikkan tarif CHT, tantangan untuk mengurangi angka konsumsi rokok di Indonesia tetap menjadi isu yang kompleks, membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan efektif.(Yuanta)
Tinggalkan Balasan