Kuasa Hukum Bongkar Fakta Sidang: Sosok “Ayah” di Balik Kasus Sabu Krisna Tak Tersentuh Hukum
UNGARAN | HARIAN7.COM – Sidang perkara narkotika dengan terdakwa Krisna Dwi Firmansyah kembali memanas. Dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Ungaran, kuasa hukum terdakwa, Adi Utomo SH dan Muhamad Edy SH, melontarkan kritik tajam terhadap proses penangkapan hingga tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka menilai penanganan perkara ini janggal dan merugikan kliennya.
Menurut Adi, fakta persidangan membuka adanya sosok yang disebut “Ayah”, tokoh yang disebut Gibran Pranaya Putra, terdakwa lain dalam berkas terpisah yang diduga berperan besar dalam peredaran sabu tersebut. Namun tokoh ini justru tidak tersentuh hukum.
“Waktu keterangan terdakwa di PN Ungaran saya tanyakan, sosok ayah itu di mana. Dia menjawab ada di Semarang, pernah video call, bahkan disebut berada di lapas. Artinya jelas keberadaannya, tinggal pengembangan,” tegas Adi.
“Tapi jaksa keberatan. Mereka bilang tidak ada pada dakwaan. Lah, kok malah protes, bukan mengejar fakta?”
Adi menilai ada kejanggalan karena status kliennya disamakan dengan pelaku utama.
“Klien saya ini nggak menguasai barang. Yang megang barang itu Gibran. Tapi kenapa tuntutannya sama-sama delapan tahun? Ini kacau,” ujarnya dengan nada geram.
Kronologi Versi Pembela
Adi membeberkan awal mula keterlibatan Krisna. Malam kejadian, Krisna yang bekerja di sebuah kafe di Ambarawa ditelepon Gibran untuk bertemu.
“Setelah ketemu di kafe, mereka naik motor, yang bawa motor Krisna, yang baca map Gibran. Setelah barang ditemukan, baru beberapa meter sudah disergap. Belum ada transaksi,” jelasnya.
Barang bukti sabu seberat 2,41 gram disebut ditemukan setelah Gibran membuang bungkusan ketika polisi menggerebek.
“Kalau dikatakan pengedar, harusnya tertangkap saat transaksi. Ini belum apa-apa. Klien saya cuma diajak. Handphone-nya bahkan dikembalikan karena tidak ada riwayat chat, transaksi nggak ada. Semua BB milik Gibran,” ujar Adi.
Ia menilai tuntutan JPU tidak proporsional dan menyalahi logika hukum.
“Perannya berbeda kok hukumannya sama. Kalau memang pengedar, beli dari siapa? Jual ke siapa? Semua tidak jelas,” katanya.
Ibu Terdakwa Menangis di Persidangan
Di sela persidangan, ibu terdakwa, Titik Jumiyati, tak kuasa menahan tangis.
“Krisna itu anaknya pendiam, bekerja setiap hari. Dia cuma korban diajak mengambil barang di jalan. Kok rasanya nggak adil,” ucapnya lirih.
Ia memohon hakim mempertimbangkan masa depan anaknya yang baru berusia 27 tahun.
Berita sebelumnya
Harapan Putusan Ringan
Kuasa hukum meminta majelis hakim memberikan putusan yang lebih manusiawi.
“Krisna ini pemakai, bukan pengedar. Satu-dua tahun cukup untuk pembinaan. Delapan tahun itu menghancurkan masa depannya,” tegas Adi.
Ia juga membuka kemungkinan langkah hukum lanjutan.
“Kalau putusannya sama, saya banding. Dan saya siap adukan jaksa, karena tuntutannya tidak cermat membaca peran klien saya,” katanya.
Sidang Ditunda
Sebelumnya, JPU menilai terdakwa memenuhi unsur tanpa hak memiliki narkotika golongan I, dengan barang bukti satu klip sabu terbungkus tisu hitam yang ditemukan di Dusun Delik, Tuntang, Semarang, pada 4 Juni 2025.
Sementara Belum Ada Tanggapan dari Kejaksaan
Sementara sampai berita ini diturunkan, pihak Kejaksaan belum terkonfirmasi terkait pernyataan pembela dan dinamika sidang yang dipersoalkan.
Sidang dijadwalkan putusan pada 4 Desember 2025.(Andi Saputra)












Tinggalkan Balasan