Paguyuban Kades Menolak Bila Dana Oprasional BPD Sebagian di Ambilkan Dari Hasil Pengelolaan Tanah Bengkok Bila Anggaran ADD Tidak Cukup
sekjen P-BPD Suadi saat diwawancarai harian7.com
KENDAL,harian7.com. Melengkapi produk hukum daerah rumpun bidang pemerintahan desa, Pemkab Kendal mulai membahas Rancangan Peraturan Bupati Kendal tentang Bantuan Operasional dan Tunjangan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Rapat pembahasan dilakukan di ruang kerja Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Kendal pada Selasa (16/11), dari pukul 13.30 sampai 15.40 WIB.
Rapat yang dipimpin oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, H. Winarno, SH, MM itu diikuti sejumlah pejabat Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dan unsur paguyuban BPD; serta melibatkan perwakilan paguyuban kepala Desa dan dua organisasi perangkat Desa, yaitu Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dan PPDRI (Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia).
Di antara pejabat OPD yang mengikuti rapat pembahasan yaitu Plt. Kepala Dispermasdes, Kepala Bagian Hukum dan Kepala Bagian Pemerintahan Setda Kendal. Sedangkan unsur paguyuban BPD yang terlibat yaitu sekretaris, Suardi, S.Sos, MAP dan wakil biro Hukum dan Advokasi, Muh. Syarifudin.
Sementara Paguyuban Kepala Desa dan dua organisasi Perangkat Desa, masing-masing diwakili 2 orang peserta, dengan juru bicara Muh. Sahid dari unsur paguyuban kepala Desa.
Usai rapat pembahasan kepada Harian7.com, Winarno menyampaikan bahwa masih ada proses pembahasan selanjutnya hingga rancangan Peraturan Bupati dimaksud disahkan menjadi Peraturan Bupati. Informasi dari peserta rapat, pembahasan baru menyentuh Pasal 6 dari belasan Pasal dalam rancangan Peraturan Bupati.
Ditanya kapan pembahasan akan tuntas? Winarno tidak bisa memastikan. Sebagaimana ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan rancangan peraturan Bupati tersebut harus dimintakan fasilitasi ke gubernur sebelum disahkan oleh bupati.
Mengenai materi pembahasan, Winarno berujar,
“Masih seputar tunjangan kedudukan BPD, yang akan diambilkan dari ADD dan sumber pendapatan Desa lainnya. Pembahasan tunjangan kedudukan BPD belum sampai ke besaran angka nominal”.
Terkait operasional BPD ia menambahkan akan dimasukkan ke dalam peraturan Bupati Kendal yang mengatur BPD.
Untuk itu Peraturan Bupati Kendal Nomor 6 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 20 Tahun 2018 tentang Badan Permusyawaratan Desa di Kabupaten Kendal akan dilakukan perubahan.
Terkait sumber anggaran tunjangan Kedududukan BPD, dari materi pembicaraan rapat yang beredar; paguyuban kepala Desa meminta supaya apabila ADD tidak mencukupi, jangan dialokasikan dari hasil pengelolaan tanah bengkok. Materi terkait sumber anggaran tunjangan kedudukan BPD ini mendapat perhatian utama dari unsur pemerintah Desa.
Menanggapi materi rapat yang beredar, dihubungi terpisah anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Kabupaten Kendal Bidang Hukum dan Tata Pemerintahan, Sumardi Arahbani menjelaskan; “Sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan, tanah bengkok dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksananya ditegaskan sebagai aset Desa, masuk kelompok Tanah Kas Desa (TKD), hasil pengelolaannya diterima dan disalurkan melalui Rekening Kas Desa (RKDES) menjadi sumber pendapatan asli Desa (PADes); dan penggunaannya dianggarkan dalam (APBDES)”.
Penganggaran pada APBDes pada semua bidang dan kegiatan, termasuk didalamnya dapat untuk tambahan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa. Penggunaan untuk tambahan tunjangan tersebut hukumnya dapat atau boleh, tetapi tidak wajib (Pasal 100 ayat 3 PP 11/2019). Diberikan dalam bentuk uang, bukan tanah garapan.
“Ketentuan dasar tersebut tercantum dalam penjelasan Pasal 72 ayat (1) huruf a UU Desa dan Pasal 91 & 92 PP 43/2014. Aturan ini secara tegas menegaskan bahwa tanah bengkok bukan lagi sebagai tanah jabatan (apanage) yang melekat pada aparatur pemerintah Desa”, terang Sumardi.
Penegasan bahwa tanah bengkok bukan lagi sebagai tanah jabatan, melainkan menjadi sumber PADes yang penggunaannya pada semua bidang dan kegiatan tersebut, konsekuensi dari pengaturan hak keuangan kepala Desa dan perangkat Desa dalam UU Desa (Pasal 66 UU Desa, Pasal 81 dan 82 PP 43 Tahun 2014).
Menyinggung tunjangan kedudukan BPD, Sumardi menjelaskan; “ADD yang diterima desa-desa di kabupaten Kendal sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan kenaikan besaran tunjangan kedudukan BPD untuk ketua BPD menjadi sebesar Rp. 750 ribu perbulan (25% dari Siltap kepala Desa) hingga Rp. 900 ribu perbulan (30% dari Siltap kepala Desa). Asalkan, urutan prioritas penggunaan ADD sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) yang dikeluarkan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri,”
Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemda Kendal H. Winarno SH,MM.
Sepandangan dengan Sumardi, sekretaris Paguyuban BPD, Suardi, S.Sos. MAP, meruju surat Dirjen Bina Pemdes Kemendagri tentang PTO Pengelolaan Keuangan Desa tertanggal 5 November 2021, menyampaikan, “urutan prioritas pengalokasian ADD adalah : (1) Siltap kepala Desa dan perangkat Desa, (2) BPJS Kesehatan kepala Desa dan perangkat Desa, (3) Tunjangan BPD dan Operasional BPD, (4) Insentif RT dan RW, dan urutan prioritas terakhir (5) operasional pemerintah Desa”.
Merujuk PTO Pengelolaan Keuangan Desa tersebut, Suardi menegaskan bahwa, “Tunjangan kedudukan BPD dan operasional BPD itu berada pada urutan prioritas nomor 3”. Kalau ketentuan ini diikuti, maka tunjangan kedudukan BPD sangat bisa dianggarkan dari ADD.
Sebagai catatan, saat ini anggaran yang ditransfer ke Desa yang tertuang dalam APBD Kabupaten Kendal dan antara Rp. 400 miliar sampai Rp. 500 miliar setiap tahunnya. Besaran APBD Kendal sendiri sekitar Rp. 2,3 trilun. Jadi, desa-desa di Kendal saat ini menerima anggaran kurang lebih 22% dari yang dikelola Daerah.
Menanggapi permintaan paguyuban kepala Desa supaya tunjangan kedudukan BPD tidak dialokasikan dari hasil pengelolaan tanah bengkok, ketua BPD Kartika Jaya, Joko Basuki secara umum menilai,
“Kepala Desa dan Perangkat Desa tampak semakin lupa diri, karena sudah merasa nyaman dengan kebiasaan yang sudah berjalan,
Berlindung di balik adat istitiadat, ketentuan aturan yang dibuat Pemerintah tidak dijalankan.
“Tetapi seiring waktu, BPD semakin menata diri dengan belajar memahami dan mempelajari setiap peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan berani menyuarakan kebenaran”, tegasnya.
Inilah kenapa kepala Desa dan perangkat Desa berupaya mencari celah bagaimana supaya mereka tidak terusik, ketika tidak menjalankan ketentuan aturan.
“Semisal terkait anggaran operasional dan tunjangan kedudukan BPD, mereka tidak setuju jika anggaran tersebut diambil dari PADes khususnya dari hasil pengelolaan tanah bengkok.” ungkap Joko lebih lanjut. Padahal anggota BPD dan paguyuban BPD tidak pernah muncul pemikiran untuk meminta alokasi tunjangan kedudukan BPD dari hasil pengelolaan tanah bengkok.
Senada dengan yang disampaikan Joko, ketua paguyuban BPD kecamatan Plantungan, Yusroni,
“BPD tidak punya pemikiran tunjangan kedudukan BPD dialokasikan dari PADes hasil pengelolaan tanah bengkok,” jelasnya.
Baik, Joko atau Yusroni menegaskan bahwa, sepengetahuannya, yang dituntut oleh paguyuban BPD kabupaten Kendal adalah supaya peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan aset Desa dijalankan, baik oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa.
Sebagai perbandingan, di kabupaten Pekalongan dan Pemalang dan sejumlah kabupaten lain, pengalokasian hasil pengelolaan tanah bengkok itu tidak hanya untuk tambahan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa. Tetapi, juga untuk kegiatan yang lainnya, seperti untuk bantuan guru ngaji, insentif RT dan RW dan kewenangan Desa lainnya. Di Pekalongan, berdasar Peraturan Bupati, paling banyak 80% hasil pengelolaan tanah bengkok untuk tambahan tunjangan.
“Jadi, kalau tidak mau berbagi dengan kepentingan masyarakat Desa, seluruhnya untuk dirinya sendiri. Ingat azab Allah !”, tuturnya.(*)
Tinggalkan Balasan