Tiga Orang Saksi dari Keluarga Dihadirkan dalam Kasus Kekerasan Seksual yang Dilakukan Pengasuh Ponpes di Tempuran Magelang
MAGELANG | HARIAN7.COM – Tiga orang saksi-saksi dari pihak keluarga baik pelaku maupun korban dihadirkan di Pengadilan Negeri Mungkid Magelang oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang ke 4 (empat) atas kasus kekerasan seksual di lingkup pondok pesantren yang dilakukan oleh KH. Ahmad Labib Asrori yang merupakan pengasuh ponpes Irsyadul Mubtadi’ien di Tempuran Magelang pada, Senin (2/12/2024) mulai pukul 10.00 WIB. Hal itu sesuai dengan Surat Panggilan Nomor: B-3095/Eku.2/Mkd/11/2024.
Diketahui, Dari sekian saksi yang dihadirkan, adalah RMF (28) yang merupakan anak dari tersangka dan juga STH (43) ibu dari salah satu korban. Dan seorang lagi yang merupakan salah satu teman korban.
Kasus Kekerasan Seksual terhadap santriwatinya ini sangat mencuat dan menghebohkan masyarakat Kabupaten Magelang. Karena pelaku adalah seorang kyai dan telah bergelar haji yang cukup terkenal, bahkan yang bersangkutan diketahui sebagai mantan Ketua DPRD Kabupaten Magelang, Pengurus Partai, dan sebagai pengajar.
Persidangan yang tertutup untuk umum hari ini dengan agenda meminta keterangan para saksi di pimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fahrudin Said Ngaji, S.H, M.H dan didampingi Hakim anggota Aldarada Putra, S.H, Alfian Wahyu Pratama, S.H, M.H. Sebagai Panitera Pengganti Ario Legowo, S.E, S.H.
Hadir dalam kesempatan ini, Penasehat Hukum dari para korban kekerasan seksual Ahmad Sholihudin, S.H, Aris Widodo, S.H, Azis Nuzula, S.H, MP, Sianturi, S.H, Gunawan Pribadi, S.H dan rekan, Penasehat Hukum Terdakwa Satria Budi, S.H dan Muhammad Fauzi, S.H. dan rekan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Perempuan Magelang dan ratusan masa dari Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Aliansi Tepi Barat yang dipimpin oleh Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s yang sejak awal selalu mendampingi dan mengawal proses kekerasan seksual tersebut.
Ahmad Sholihudin, S.H selaku Ketua Penasehat Hukum para korban ketika ditemui awak media mengatakan bahwa, rekan Jaksa Penuntut Umum telah menghadirkan saksi dari keluarga korban.
“Hal ini merujuk dan berdasarkan putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010, saksi juga termasuk orang yang dapat memberikan keterangan tentang suatu Tindak Pidana meskipun tidak selalu ia dengar, lihat atau alami sendiri. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat [ 6 ] UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang menyatakan bahwa Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu Tindak Pidana Kekerasan Seksual meskipun tidak ia dengar, lihat, atau alami sendiri,” katanya.
Ahmad Sholihudin, S.H menambahkan, bahwa Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini memudahkan korban dalam proses penegakkan keadilan. Keluarga korban seperti Ibu, Kakak, Adik, atau Ayah yang mengetahui kekerasan seksual tersebut dari korban atau sumber lain bisa diambil keterangannya di kepolisian untuk melengkapi penyelidikan dan/atau penyidikan maupun menjadi saksi dalam proses persidangan, tambahnya.
Sementara menurut Komandan Gerakan Pemuda Ka’bah Aliansi Tepi Barat, Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s kepada beberapa awak media menerangkan bahwa GPK Aliansi Tepi Barat mendampingi dan mengawal mulai membuat Laporan Polisi (LP) di Polresta Magelang hingga bergulirnya kasus kekerasan seksual di Pengadilan Negeri Mungkid.
Dengan adanya kejadian ini, dirinya sangat prihatin karena saat ini banyak para Kyai yang mengajarkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Tapi kenyataannya, ketika melihat atau mendengar kemunkaran justru mereka banyak yang diam. Bahkan berusaha menutupi kemunkaran tersebut.
“Kami akan terus mengawal sampai ada putusan tetap berkekuatan hukum dan pelaku mendapatkan putusan yang maksimal,” tegasnya..
Selain itu, pihaknya juga berharap ada tambahan sepertiga dari ancaman hukuman yang ada di undang-undang TPKS karena yang bersangkutan merupakan seorang pendidik.
Tinggalkan Balasan