Tanggul Sungai Kedung Urung Urung di Desa Ketanggung, Ngawi Jebol, Petani Kesulitan Akibat Banjir dan Gagal Panen
Laporan: Budi Santoso
NGAWI | HARIAN7.COM – Tanggul sungai Kedung Urung Urung di Desa Ketanggung, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, mengalami jebol akibat luapan air hujan, yang menyebabkan banjir baru-baru ini.
Banjir ini menggenangi areal persawahan bengkok Kepala Desa seluas 4 hektar yang disewakan kepada petani, serta sawah milik petani lainnya, mengakibatkan sekitar 25% gagal panen dalam beberapa waktu yang lalu. Hal ini mengakibatkan kebutuhan mendesak untuk segera memperbaiki atau membangun kembali tanggul tersebut.
Saat ini, belum ada kepastian kapan tanggul sungai Kedung Urung Urung yang jebol akan dibangun kembali. Petani di daerah ini sangat mengeluh karena pada musim tanam kedua ini, mereka sangat membutuhkan air dari aliran sungai Kedung Urung Urung untuk menggarap sawah mereka.
Ketua P3TGAI SRI MAKMUR, yang sebelumnya dikenal dengan nama HIPPA, Slamet Wibowo, yang diwakili oleh Gendut, telah melaporkan kondisi ini kepada Kepala Desa Ketanggung, Sri Joko Namum. Namun, hingga saat ini belum ada upaya yang dilakukan untuk membangun kembali tanggul tersebut.
Para petani merasa prihatin karena tanggul yang jebol menghambat aktivitas pertanian mereka. Mereka hanya menggunakan batu dan tanah sebagai pembatas untuk membendung air, namun saat banjir datang lagi, tanggul tersebut kembali hanyut.
Di sisi lain, masih terdapat sekitar 250 hektar sawah yang perlu dikerjakan, namun kondisi tanggul yang belum diperbaiki menghambat aktivitas pertanian tersebut.
Slamet juga menyampaikan keberatannya sebagai ketua P3TGAI yang diminta memberikan kontribusi sebesar Rp 6 juta rupiah per tahun kepada desa. Selain itu, kepala desa juga diduga meminta upeti sebesar Rp 2 juta rupiah per musim panen, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga meminta jatah, namun hingga saat ini belum diberikan. Selain itu, tidak ada Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur hal ini.
Para petani sangat keberatan dengan kondisi ini karena mereka masih membutuhkan bantuan dari pemerintah, seperti sumur P2T. Meskipun pemerintah pernah memberikan bantuan sumur untuk para petani, namun hingga saat ini sumur tersebut dikuasai oleh oknum perangkat desa, yang tidak jelas regulasinya.
Selain itu, jika petani menggunakan air dari sumur tersebut, mereka harus membayar dengan harga yang mahal. Ketua HIPPA, Slamet, berharap ada solusi dari pemerintah terkait masalah ini.(*)
Tinggalkan Balasan