SIGOPAR Bertujuan Untuk Merangsang Partisipatif Masyarakat
Pewarta : Rusmono|Kaperwil Jateng
CILACAP, Harian7.com – Sistem Irigasi Gotong Royong Partisipatif (SIGOPAR) atas inisiatif pada situasi dimana dihadapan pada kondisi misalkan ada bencana alam.
Hal tersebut dikatakan Kepala DPSDA, Hamzah Syafroedin saat ditemui di kantornya, Senin, (04/11/2024). SIGOPAR merupakan besutan Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (DPSDA) Kabupaten Cilacap, Hamzah Syafroedin
“Awalnya memang dari Kecamatan Dayeuhluhur, ada bencana alam dimana salurannya jebol hingga 10 meter lebih, sehingga tidak bisa mengairi sawah seluas 300 hektar, airnya mati sama sekali, karena kebuang semua ke sungai,” katanya.
Ia menambahkan, kalau tidak segera diperbaiki, sawah yang 300 hektar tadi tidak dapat air, dan tidak panen, padahal sudah berumur 45-50 hari, karena mendadak kita tidak bisa.
“Desa juga tidak ada anggaran, P3A juga tidak ada anggaran untuk menangani sebesar itu. Kerusakan ditaksir sekitar Rp 25 juta,” tandas Hamzah.
Waktu itu juga, menurutnya saya ditelpon oleh Pj. Bupati pak Awal, dan Pj. Sekda pak Jito, ditanya bagaiman solusinya. Akhirnya kita kelapangan cek bareng bareng.
“Jika kita ngandalin anggaran tidak ada posnya, kalau kita biarkan semakin rusak, kemudian kalau dianggarkan normal juga lama yaitu tahun depan belum tentu dapat,” ucapnya.
Hamzah menceritakan, sekarang begini saja, semua punya peran atau istilahnya gotong royong, akhirnya ada yang menyumbang tenaga, kerja sama baru ini kita pasang lagi, ada yang bantu besi, bantu semen artinya ternyata mereka bisa, karena mereka punya rasa memiliki.
“Kalau tidak segera diperbaiki nanti tambah rusak dan repot sendiri. Dan dalam waktu tiga hari selesai ditangani kembali ke kondisi semula dan bagus,” jelas Hamzah.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa saya coba aplikasikan ke daerah lain ternyata tanggapan masyarakat sangat bagus. Tujuannya untuk merangsang partisipatif ternyata masyarakat juga bisa kok, disentuh ini jadi tidak mengandalkan pemerintah semua. Istilahnya masalah kecil ditangani bersama sama. Kita juga ada yang untuk porsi yang kecil kecil. Desa jadi punya tanggung jawab masyarakat juga punya tanggung jawab. P3A juga punya tanggungjawab.
“Kita libatkan juga pihak CSR, ada yang bantu apa saja misalnya semen. Artinya multi pihak ini yang kita dorong untuk bisa berpartisipasi namanya Sigopar,” tegasnya.
Bahasa ini, menurut Hamzah didasari dengan sifat kegotong royongan kita. Intinya masyarakat masih kental dengan gotong royongnya.
“Kalau Rp 25 juta ditanggung oleh P3A jelas tidak mampu. Dengan adanya Sigopar memacu mereka berpartisipasi. Sigopar ini untuk rehab yang kecil kecil bukan untuk peningkatan irigasi,” ungkapnya.
Hamzah berharap, dengan adanya SIGOPAR ini kerusakan kerusakan semakin berkurang, dan tertangani cepat, jadi tidak menyebabkan kerusakan yang lebih besar. Tidak ada tumpang tindih anggaran. Kita ambilkan dari pos kita, CSR dan masyarakat.
“Secara nilai mereka ikut berpartisipasi, ibarat kata dinas hanya keluarkan anggaran Rp 4 juta, tetapi netes jadi Rp 25 juta yang kita klaim. Kita biayai yang Rp 4 juta sisanya swadaya masyarakat dan CSR,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan