HARIAN 7

JENDELA INFORMASI DAN MITRA BISNIS ANDA


Sadranan Tegalrejo Salatiga, Tradisi 1.000 Tumpeng Menyatukan Warga

Laporan: Muhamad Nuraeni

SALATIGA | HARIAN7.COM – Kemeriahan terlihat di Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, saat ribuan warga memadati areal Makam Shuufi untuk mengikuti tradisi tahunan Sadranan. Acara ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi simbol pelestarian budaya, kebersamaan, dan gotong-royong menjelang bulan suci Ramadan.

Baca Juga:  Kyai Gentho : Pelaku Bom Bunuh Diri Cermin Kedangkalan Beragama

Menghormati Leluhur dengan Doa dan Syukur

Sadranan, tradisi yang dilakukan setiap bulan Sya’ban dalam kalender hijriah, adalah momen bagi warga untuk mengirimkan doa kepada orang tua dan kerabat yang telah meninggal dunia. Ketua RW 4 Tegalrejo, Mugi Harjono, menekankan bahwa tradisi ini melibatkan seluruh warga dari RT 1 hingga RT 11.

“Sadranan bukan hanya penghormatan kepada leluhur, tetapi juga sarana menjaga kerukunan antarwarga. Acara ini menjadi bukti nyata bahwa budaya leluhur tetap terjaga di masyarakat kami,” ujar Mugi, Jumat, (14/2/2025).

Baca Juga:  Sebanyak 113 KK Korban Bencana Alam Terima Bantuan

Arak-arakan 1.000 Tumpeng yang Unik

Salah satu daya tarik Sadranan di Tegalrejo adalah arak-arakan 1.000 tumpeng yang diusung oleh warga sebelum dikumpulkan di Makam Shuufi. Tumpeng-tumpeng ini menjadi simbol rasa syukur kepada Tuhan sekaligus mempererat solidaritas warga.

“Arak-arakan ini adalah wujud gotong-royong. Melalui 1.000 tumpeng, kami menyampaikan rasa syukur sekaligus memperkuat kebersamaan di lingkungan Tegalrejo,” tambah Mugi.

Baca Juga:  Gelar Aksi Demo, Serikat Buruh "GEMPUR" Tuntut UMK Tahun 2022 Kabupaten Semarang Naik 16,7 Persen

Tradisi yang Berkembang dan Lebih Sakral

Dalam empat tahun terakhir, tradisi ini mengalami perkembangan. Dari yang sebelumnya sederhana, kini Sadranan semakin meriah dengan tambahan unsur budaya Jawa yang lebih kental.

Baca Juga:  Penyaluran Bansos Tertunda, Tunggu Perbaikan Data

Budiman, salah satu warga Tegalrejo, mengungkapkan kebanggaannya terhadap tradisi ini. “Sadranan sekarang terasa lebih sakral dan khusyuk. Semua warga terlibat, dari anak-anak hingga orang tua, sehingga semangat kebersamaan semakin terasa,” ujarnya.

Baca Juga:  Perkara YIC Sudirman Ambarawa, Imam:"Kasusnya Itu Pemalsuan, Jadi Murni Pidana, Perlu Dipahami Itu"

Momentum Sosial dan Budaya

Lurah Tegalrejo, Ponco Margono Hasan, menyampaikan bahwa Sadranan tidak hanya memiliki makna spiritual, tetapi juga mempererat hubungan sosial. “Acara ini mengajarkan birrul walidain kepada para leluhur serta menjadi ajang silaturahmi antarwarga. Kami berharap tradisi ini dapat diwariskan kepada generasi mendatang,” katanya.

Baca Juga:  "Pintar Saja Tidak Cukup, Harus Diimbangi Aattitude", Itu Kata Mantan Gadik Madya Pusdik Binmas Lemdiklat Polri Kepada Ratusan Ormawa IAIN Salatiga

Harmoni dalam Tradisi

Dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, Sadranan di Makam Shuufi membuktikan bahwa tradisi lokal dapat menjadi perekat sosial. Acara ini tidak hanya menjadi bentuk penghormatan kepada leluhur, tetapi juga sarana melestarikan budaya serta memperkuat nilai-nilai gotong-royong di Tegalrejo.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!